Sirah Nabawiyah

Fathu Makkah, Rekonsiliasi Terbesar Sepanjang Sejarah Konflik

Kam, 26 Agustus 2021 | 03:30 WIB

Fathu Makkah, Rekonsiliasi Terbesar Sepanjang Sejarah Konflik

Dalam sejarah dunia kita sulit menemukan gerakan rekonsiliasi yang lebih cepat daripada rekonsiliasi yang terjadi dalam peristiwa Fathu Makkah.

Belum ada bandingan rekonsiliasi terbesar sepanjang sejarah dunia melebihi peristiwa Fathu Makkah. Nabi Muhammad saw bersama sedikitnya 10.000 pasukan memasuki Kota Makkah seraya memberikan jaminan keselamatan jiwa bagi penduduknya.


Dalam sejarah dunia kita sulit menemukan gerakan rekonsiliasi yang lebih cepat dari gerakan rekonsiliasi dalam Islam. Peristiwa Fathu Makkah terjadi pada tahun 8 H. Sedangkan delapan tahun sebelumnya Nabi Muhammad saw bersama Abu Bakar ra meninggalkan Kota Makkah secara sembunyi dan singgah selama tiga hari di gua Hira untuk menghindari kejaran kaumnya.


Rasulullah saw dan sahabat Abu Bakar ra  keluar dari gua pada malam hari. Keduanya bergerak menuju Kota Madinah. Mereka menempuh padang pasir yang luas pada kegelapan malam. Sedangkan pada siang hari mereka menghentikan perjalanan untuk menghindari pengejaran orang Makkah.


Sekira delapan tahun kemudian Nabi Muhammad saw kembali ke Kota Makkah dan menaklukannya. Tetapi, Rasulullah saw datang seraya menjamin keselamatan jiwa dan harta penduduk kota yang ditaklukannya.


Jaminan atas keselamatan jiwa dan harta termasuk jaminan kehormatan orang terpandang (tokoh seperti Abu Sufyan) penduduk sebuah kota yang ditaklukkan pada Fathu Makkah merupakan sikap yang tidak lazim dalam tradisi pendudukan yang mengenal eksekusi lawan, tawanan perang, atau rampasan/jarahan perang.


Peristiwa rekonsiliasi ini tiada bandingannya dalam sejarah bangsa-bangsa di mana pun pada dunia ini. Jaminan keselamatan itu diberikan bukan karena Makkah itu kampung halaman dan Quraisy adalah keluarga besar Nabi Muhammad saw sebagaimana dugaan kaum Anshar. Jaminan itu hadir karena risalah kenabiannya.

 

"Ingat namaku, (ulang Nabi Muhammad 3 kali). Namaku Muhammad, hamba dan utusan Allah," kata Nabi Muhammad saw menepis dugaan kaum Anshar. 

***


Sebelumnya orang-orang mengira Nabi Muhammad saw akan membalaskan dendamnya kepada pemuka bangsa Quraisy. Sampai kekhawatiran itu dinyatakan, “Tidak ada orang terpandang di Makkah hari ini kecuali dihabisi.” (HR Muslim).


Ketika Nabi Muhammad saw naik ke bukit Shafa, kaum Anshar datang dan juga melakukan tawaf padanya.


Rasa khawatir mulai merayap di hati Abu Sufyan, pemuka Quraisy dan musuh Islam di zamannya. Kekhawatirannya bukan tanpa alasan. Pada malam sebelum pengepungan, Rasulullah saw meminta 10.000 pasukannya untuk menyalakan api yang kemudian menerangi lembah Makkah. (Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz VIII, halaman 9).


Pada riwayat Bukhari, Saad bin ubadah ra yang memegang bendera Anshar keesokan harinya mengatakan dengan penuh percaya diri kepada Abu Sufyan, “Wahai Abu Sufyan, hari ini hari pembantaian (yawmul malhamah).” (HR Bukhari).


Abu Sufyan, pemuka Quraisy dan musuh Islam di zamannya, dengan tidak berdaya menemui Rasulullah saw. Ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, kaum Quraisy akan dihabisi? Tidak ada lagi bangsa Quraisy setelah hari (Fathu Makkah) ini.”


“Wahai Rasulullah, apakah kau juga diperintahkan untuk membunuh kaummu?” tanya Abu Sufyan. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: VIII/11).


“Tidak. Wahai Abu Sufyan, ini adalah hari kasih sayang (yawmul marhamah), hari di mana Allah memuliakan bangsa Quraisy,” jawab Nabi Muhammad saw yang melegakan semua pihak. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: VIII/12).


Nabi Muhammad saw kemudian menyeru, “Siapa saja yang masuk ke rumah Abu Sufyan, maka ia dijamin aman. Siapa saja yang meletakkan senjatanya, maka ia dijamin aman. Siapa saja yang menutup pintu rumahnya, maka ia juga dijamin aman.”

 

Nabi Muhammad saw berjalan rendah hati di Makkah tanpa menunjukkan keangkuhan sebuah kemenangan di hadapan musyrikin Makkah yang tidak berdaya.

***

Dalam riwayat Al-Baihaqi, ketika orang Makkah berkumpul di masjid Rasulullah menyeru, “Wahai penduduk Makkah, lihat. Apa yang akan kulakukan terhadap kalian?”


“Kebaikan, wahai saudara pemurah dan putra saudara yang pemurah,” jawab mereka.


“Wahai masyarakat Makkah, Pergilah. Kalian semua bebas (aman),” kata Rasulullah saw. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)