Syariah

Sejarah, Syarat, dan Hikmah Disyariatkannya Shalat Qashar

Rab, 16 Juni 2021 | 14:45 WIB

Sejarah, Syarat, dan Hikmah Disyariatkannya Shalat Qashar

Qashar adalah kata yang diambil dari bahasa Arab yang makna asalnya adalah memperpendek/meringkas.

Sebagaimana jamak diketahui, Islam memberikan berbagai rukhsah (keringanan) bagi pemeluknya di waktu dan keadaan tertentu. Di antaranya, ketika dalam keadaan perjalanan (safar), Islam memberikan dua kemurahan demi kemudahan melaksanakan shalat baginya, yaitu jamak dan qashar. Jamak berarti mengumpulkan dua shalat fardhu dalam satu shalat, sedangkan qashar bermakna meringkas jumlah rakaat shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Selain itu, Islam juga memberikan kemurahan lain yang tidak berkaitan dengan safar (perjalanan), seperti jamak karena hujan dan sakit.

 

Dalil pokok yang dijadikan pedoman para ulama adalah firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an, yaitu:

 

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ

 

Artinya, “Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu meng-qashar shalat” (QS An-Nisa’: 101).

 

Sejarah Disyariatkannya Shalat Qashar

Para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai shalat qashar. Banyak ulama yang berpendapat bahwa pada hukum asalnya, shalat hanya wajib dilakukan dua rakaat. Tidak ada yang 4 rakaat. Pada perkembangannya, barulah disyariatkan shalat 4 rakaat dalam keadaan tidak bepergian (hadhar). Sedangkan hukum asal shalat hanya 2 rakaat itu ditetapkan pada keadaan perjalanan (safar). Pendapat ini berdasarkan perkataan Sayyidah Fatimah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

 

أول ما فرضت الصلاة ركعتين ركعتين، فأقرّت في السفر، وزيدت في الحضر

 

“Pertama kali shalat diwajibkan adalah 2 rakaat. Kemudian shalat safar ditetapkan (dengan hukum ini), dan shalat hadhar (saat di rumah) ditambah (menjadi 4 rakaat). (Syekh Dr. Wahbah Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatihi, [Beirut, Dar al-Fikr: 2010], juz 5, h. 234).

 

Hanya saja, banyak juga ulama lain tidak sepakat dengan pendapat ini. Mereka berpendapat bahwa shalat qashar disyariatkan bersamaan dengan shalat khauf (shalat yang khusus dipraktikkan dalam peperangan) saat peperangan Dzatir Riqa’ pada tahun 4 hijriah. (Syekh Khalil al-Qaththan, Tarikh Tasyri’ al-Islami, h. 147-148).

 

Ulama juga berbeda pendapat perihal awal disyariatkannya shalat safar (perjalanan). Menurut Imam Ibnul Atsir, disyariatkan pada tahun ke-4 dari hijrahnya Nabi. Menurut Imam ad-Daulabi, disyariatkan pada bulan Rabiul Akhir, tepatnya pada tahun kedua Hijriah. Ada juga yang berpendapat bahwa disyariatkannya shalat safar bertepatan setelah 40 hari dari hijrahnya Nabi. (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyatul Jamal ala Syarhil Manhaj, [Bairut, Dar al-Kutub: 1996], juz 3, h. 138).

 

Jika dalam menentukan asal muasal shalat qashar banyak perdebatan yang terjadi di kalangan para ulama, maka dalam sejarah shalat jamak, para ulama bisa dikatakan sepakat bahwa menjamak (menggabung) dua shalat fardhu dalam satu waktu. Shalat jamak pertama dilakukan Nabi Muhammad ﷺ pada tahun 9 Hijriah, lebih tepatnya saat peristiwa Perang Tabuk, yaitu peperangan terakhir yang diikuti Rasulullah. (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyatul Jamal, 1996, juz 3, h. 140).

 

Definisi Shalat Qashar dan Syaratnya

Qashar adalah kata yang diambil dari bahasa Arab yang makna asalnya adalah memperpendek/meringkas. Dalam istilah ilmu fiqih, makna ini menjadi lebih sempit, yaitu memperpendek rakaat shalat wajib, dari 4 rakaat menjadi 2 rakaat, sebagai dispensasi (rukhsah) bagi musafir. Hanya saja, tidak semua musafir dan tidak setiap perjalanan mendapatkan dispensasi qashar. Ada 11 syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu menurut Habib Hasan al-Kaf untuk mendapatkan keringanan ini, yaitu:

  1. Bertujuan pada tempat yang telah ditentukan.
  2. Perjalanan bersifat mubah, bukan karena kemaksiatan.
  3. Perjalanannya karena tujuan yang baik, seperti berdagang, haji, silaturahim, dan sebagainya.
  4. Perjalanannya mencapai 2 marhalah. Sedangkan ukuran yang berlaku untuk diterapkan saat ini, yaitu, kurang lebih 89 km (88,704 km).
  5. Telah melewati batas desa.
  6. Masih ada dalam perjalanan sampai shalat selesai.
  7. Mengetahui hukum diperbolehkannya meng-qashar shalat.
  8. Shalat yang diqashar adalah shalat 4 rakaat. Tidak ada qashar dalam shalat Subuh dan Maghrib.
  9. Niat melakukan shalat qashar ketika takbiratul ihram.
  10. Menjaga hal-hal yang bisa menghilangkan niat qashar dan tidak ada keraguan dalam niat tersebut.
  11. Tidak bermakmum kepada orang yang shalat sempurna (4 rakaat). (Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf, Taqrirat as-Sadidah, halaman 314-315).

 

Hikmah Disyariatkannya Shalat Qashar

Sebagaimana penjelasan di atas, Allah ﷻ menegaskan bahwa dalam mensyariatkan hukum-hukum agama, Allah ﷻ tidak menetapkan sesuatu yang menyulitkan atau menyusahkan hamba-Nya. Sehingga apabila seorang hamba sedang dalam kesulitan dalam menjalankan perintah agama-Nya, Allah ﷻ telah memberikan kemurahan baginya, agar hukum Islam dapat senantiasa diterima dan dilaksanakan dalam keadaan apa pun. Sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:

 

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

 

Artinya, “Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama” (QS Al-Hajj: 78).

 

Dalam sebuah hadits juga dijelaskan. Rasulullah bersabda:

 

بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ

 

Artinya, “Aku diutus dengan membawa agama yang lurus serta pemurah” (HR Ahmad).

 

Dua dalil ini merupakan dasar utama beberapa dispensasi (rukhsah) di dalam syariat Islam, yang di antaranya adalah rukhsah melakukan shalat qashar bagi orang-orang yang sedang bepergian.

 

Bepergian merupakan kebutuhan bagi banyak orang. Dari pergi untuk berdagang, belajar, silaturahim, hingga pergi untuk menunaikan ibadah haji. Bersamaan dengan itu, bepergian terkadang memberikan efek capek, lelah dan lainnya kepada mereka yang sedang bepergian. Belum lagi jika melihat sejarah permulaan Islam yang didakwahkan Nabi Muhammad ﷺ, bepergian tidak semudah sebagaimana yang dirasakan saat ini. Mulai dari tidak adanya kendaraan praktis dan siap pakai seperti sekarang, ditambah lagi iklim Jazirah Arab yang kering dan gersang.

 

Akan sangat sulit jika di tengah perjalanan yang sifatnya mendesak dan terburu-buru diharuskan berhenti lima kali di tengah perjalanannya dalam setiap hari dan malam untuk mengerjakan shalat tanpa adanya keringanan sama sekali. Bahkan, bukan tidak mungkin jika banyak di antara umat Islam meninggalkan shalat demi kepentingan perjalanannya. Oleh karenanya, syariat Islam memberikan kemudahan bagi orang-orang yang sedang bepergian dan untuk mengurangi kemungkinan tadi, dengan ditetapkannya rukhsah melakukan shalat qashar.

 

Semua itu ternyata telah disampaikan Rasulullah ﷺ beberapa abad yang lalu. Dalam sebuah hadits disebutkan:

 

السفر قطعة من العذاب يمنع أحدكم نومه وطعامه وشرابه فإذا قضى أحدكم نهمته من سفره فليعجل إلى أهله

 

Artinya, “Bepergian adalah sepotong siksaan. Ia menghalangi salah seorang dari kalian dari tidur, makan, dan minum. Maka, jika telah selesai dari keperluan perjalanannya, segeralah kembali pada keluarganya” (HR Abu Hurairah).

 

Maksud dari hadits di atas adalah setiap perjalanan tidak bisa lepas dari sebuah kesulitan. Mulai dari panjangnya perjalanan dan perpisahan dengan orang-orang tercinta, seperti anak, istri dan semua keluarganya. Tidak hanya itu, dengan melakukan perjalanan, di mana pun, kapan pun dan dengan fasilitas apa pun akan merasakan perpisahan dengan sanak famili, seperti terhalangnya berbagai aktivitas, mulai dari mendidik anak, bersenda gurau dengan keluarga dan sanak kerabat, atau bisa juga terhalang dari bercengkerama dengan istri. Hehe.

 

Sunnatullah, santri sekaligus pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop Bangkalan Jawa Timur.