Syariah

Sejarah dan Ketentuan Praktis Qunut Nazilah pada Saat Wabah

Rabu, 25 Maret 2020 | 18:45 WIB

Sejarah dan Ketentuan Praktis Qunut Nazilah pada Saat Wabah

Qunut nazilah merupakan amalan sah dan legal dalam Islam ketika menghadapi berbagai bencana yang menimpa. Dalam konteks sekarang qunut nazilah sunnah dilakukan sebab merebaknya Covid-19. (Ilustrasi: masjedy.com)

Qunut secara bahasa mempunyai makna beragam, yaitu ketaatan, shalat, berdiri lama, diam, dan berdoa. Makna terakhir inilah yang paling masyhur, sebagaimana dijelaskan oleh Az-Zujaj.
 
Imam An-Nawawi menghikayatkan bahwa makna qunut adalah berdoa. Doa yang baik maupun doa yang buruk. Sementara secara syar’i, qunut berarti nama suatu doa saat berdiri dalam shalat pada tempat tertentu. (Wizaratul Auqaf was Syu’unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah, [Kuwait, Darus Shafwah, 1416 H/1995 M], cetakan pertama, XXXIV/57). 

Adapun nazilah bermakna musibah besar yang menimpa manusia seperti diserang musuh, kekeringan, pandemi (wabah penyakit yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi daerah geografis yang luas), bahaya besar yang menimpa kaum muslimin (atau sebagiannya) dan semisalnya. (Ahmad Al-Muqri Al-Fayumi, Al-Misbahul Munir fi Gharibis Syarhil Kabir, [Beirut, Al-Maktabah al-‘Ilmiyyah: tth.], II/601; dan Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, [Beirut, Dar Ihya’it Turats al-‘Arabi: 1392 H], cetakan ke-2, V/176).

Dari ulasan di atas dapat dipahami bahwa pengertian qunut nazilah adalah doa yang diucapkan saat berdiri dalam shalat pada tempat tertentu (saat i’tidal) karena musibah yang menimpa kaum muslimin atau sebagiannya. 


Sejarah dan Urgensi

Dalam catatan sejarah umat Islam, qunut nazilah pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pascatragedi Bir Ma’unah pada bulan Shafar ke-4 Hijriyah(Mei 625 H) di mana 70 sahabat—yang lolos hanya satu orang Amr bin Umayyah, dalam riwayat lain Muhammad bin Uqab—yang diutus oleh Nabi SAW untuk berdakwah ke wilayah Najd dibantai di Bir Ma’unah. Kemudian di tengah kedukaan ini Nabi Muhammad SAW berdoa agar Allah memberikan balasan kepada para pelakunya—di antaranya Amir bin Thufail—.

Di waktu berikutnya, ketika Amir bin Thufail menuju Madinah untuk membunuh Nabi SAW, ia singgah di rumah seorang perempuan yang terkena penyakit menular. Lalu Amir pun tertular dan meninggal di tengah padang pasir. (A Muchlishon Rochmat, Tragedi ar-raji dan Bir Ma’unah, Awal Mula Nabi Muhammad Amalkan ‘Qunut Petaka’, NU Online; dan Isma’il bin Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Bidayah wan Nihayah, [Beirut, ]Dar Ihya’it Turats al-‘Arabi, 1408 H/1988 M], cetakan pertama, tahqiq: Ali Syairi, IV/83-85).

Doa itulah yang kemudian disebut dengan doa qunut nazilah dan terus diamalkan kaum muslimin hingga kini, terutama ketika sedang menghadapi bahaya atau malapetaka.


Hukum Qunut Nazilah

Menurut mazhab Syafi’i hukum qunut nazilah adalah sunnah ketika terjadi malapetaka atau bahaya yang menimpa kaum muslimin atau sebagiannya. Sedangkan waktu pelaksanaannya adalah ketika berdiri bangun dari ruku’ (i’tidal) dalam kelima shalat fardhu.Dalilnya adalah hadits shahih yang sangat populer:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا لِقَتْلِ القُرَّاءُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (متفق عليه

Artinya, “Sungguh Nabi SAW membaca doa qunut (nazilah) selama sebulan karena (tragedi) terbunuhnya para Qurra’ (ahli al-Qur’an) radhiyallahu ‘anhum.” (Bukhari dan Muslim).

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ.

Artinya, “Sungguh Nabi SAW membaca doa qunut (nazilah) setelah (bangun dari) ruku’.” (Bukhari dan Muslim). (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhazzab, [Beirut, Dar al-Fikr: 1392 H], cetakan ke-2, V/176).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: قَنَتَ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ، يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ فِي دُبُرِ كُل صَلاَةٍ إِذَا قَال سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الأَْخِيرَةِ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ. (رواه أبو داود. حديث حسن)

Artinya, “Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa qunut (nazilah) secara terus-menerus dalam shalat dhuhur, asar, maghrib, isya dan subuh, mendoakan atas Ri’li, Dzakwan, ‘Ushayyah di setiap akhir shalat, yaitu ketika beliau mengucapakan: ‘Sami’allahu liman hamidah’ di rakaat terakhir, dan orang yang (berjamaah) di belakangnya mengamininya. (HR. Abu Dawud. Hadits hasan). (Wizaratul Auqaf, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah: XXXIV/66-67; dan An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim: V/176).

Sementara berkaitan dengan volume suara, apakah qunut nazilah yang dilakukan dalam selain shalat Subuh sunnahnya bersuara keras (jahar) atau pelan (sirr)? Menurut Imam An-Nawawi, baik shalat yang sunnah bersuara pelan yaitu zuhur dan asar, atau yang sunnah bersuara keras yaitu maghrib dan isya, hukumnya sama seperti doa qunut shalat subuh. Yaitu untuk Imam menurut qaul ashah (pendapat terkuat) sunnahnya dengan suara keras; orang yang shalat sendirian (munfarid) sunnahnya dengan suara pelan; dan untuk makmum bila mengikuti qaul ashah maka sunnahnya mengamini doa qunutnya imam dan tidak sunnah membaca qunut sendiri.(An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyyin, [Beirut: al-Maktab al-Islami, 1405 M], I/254-255).


Qunut Nazilah Praktis

Menurut mazhab Syafi’i tidak ada redaksi doa qunut nazilah tertentu, sehingga dapat dilakukan dengan berbagai macam doa sesuai konteksnya. Namun sunnahnya adalah dengan membaca doa qunut subuh yang sangat populer, semisal:

اَللهم اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، إِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ

Artinya, “Ya Allah, tetapkanlah diriku dalam hidayah bersama orang-orang yang Engkau beri hidayah, berilah diriku afiyat (terhindar dari keburukan) bersama orang-orang yang Engkau beri afiyat, jagalah diriku bersama orang-orang yang Engkau jaga, berkahilah bagiku pada anugerah yang telah Engkau berikan, jagalah diriku dari keburukan yang telah Engkau tentukan. Sungguh Engkau yang memberi keputusan dan tidak ada yang dapat merusak keputusanmu. Sungguh tidak akan hina orang yang Engkau bela. Maha banyak kebaikan-Mu dan maha luhur Engkau dari segala keserupaan.” (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim: V/176).

Dengan demikian, redaksi doa qunut nazilah yang paling praktis adalah redaksi doa qunut subuh yang sudah biasa dibaca sehari-hari. Qunut nazilah merupakan amalan yang sah dan legal dalam fiqih Islam ketika menghadapi berbagai bencana yang menimpa.
 
Qunut nazilah sunnah dilakukan sebab ada musibah seperti merebaknya wabah di berbagai belahan dunia, penjajahan atau bencana besar di suatu negara, termasuk di antaranya menimpa sebagian kaum muslimin, sebagai salah satu upaya penting berdimensi rohani yang semestinya dilakukan oleh kaum muslimin di mana pun berada. 
 

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail NU Jawa Timur