Syariah

Hukum Shalat Berjamaah dengan Anak Kecil yang Belum Baligh

Sel, 20 November 2018 | 08:30 WIB

Hukum Shalat Berjamaah dengan Anak Kecil yang Belum Baligh

Ilustrasi (via sohu.com)

Salah satu syarat terlaksananya shalat berjamaah adalah harus dilakukan minimal oleh dua orang yang terdiri dari imam dan makmum. Dengan wujud dua orang saja, pahala 27 derajat akan didapatkan oleh mereka. Namun patut diketahui bahwa dalam ketentuan shalat berjamaah, shalat berjamaah yang makmumnya lebih banyak dipandang lebih utama daripada shalat berjamaah yang makmumnya sedikit.

Seringkali bagi orang yang sudah terbiasa melakukan shalat berjamaah, sangat berat baginya jika harus melakukan shalat sendirian karena tidak mendapati jamaah. Lalu bagaimana jika yang ditemukan olehnya hanya anak kecil yang sedang melakukan shalat? Bolehkah ia bermakmum padanya?

Di masa Rasulullah ﷺ sebenarnya pernah terjadi peristiwa demikian, salah satu sahabat yang masih berusia sekitar enam tahun yaitu ‘Amr bin Salamah mengimami para pengikutnya, seperti dalam hadis sahabat:

 كان عمرو بن سلمة يؤم قومه على عهد رسول الله ﷺ وهو ابن ست أو سبع سنين.

“Amr bin Salamah mengimami kaumnya di masa Rasulullah ﷺ, sedangkan dia masih berumur sekitar enam atau tujuh tahun.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadis tersebut, para ulama Syafi’iyyah berpandangan bahwa dihukumi sah shalatnya orang yang sudah baligh ketika makmum pada anak kecil yang sudah tamyiz (dapat membedakan hal baik dan buruk) dan mengerti tentang syarat-syarat dan rukun shalat, meskipun jamaah model demikian dihukumi makruh, sebab mau bagaimanapun masih lebih utama orang yang sudah baligh yang seharusnya menjadi imam, bukan anak kecil. Selain itu, hukum makruh ini dilandasi karena menurut tiga mazhab yang lain selain Imam Syafi’i, bermakmum pada anak kecil pada shalat fardlu dihukumi tidak sah.

Keabsahan shalat dengan anak kecil ini berlaku dalam semua shalat, baik itu shalat fardlu ataupun shalat Sunnah kecuali pada shalat Jumat saat anak kecil menjadi imam dan termasuk dalam hitungan 40 orang yang dapat mengabsahkan shalat jum’at, maka dalam keadaan demikian tidak boleh bagi anak kecil untuk menjadi imam. Sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah:

الشافعية قالوا : يجوز اقتداء البالغ بالصبي المميز في الفرض إلا في الجمعة فيشترط أن يكون بالغا إذا كان الإمام من ضمن العدد الذي لا يصح إلا به فإن كان زائدا عنهم صح أن يكون صبيا مميزا

“Ulama Syafiiyah berpendapat “Orang yang sudah baligh diperbolehkan bermakmum pada anak kecil yang sudah tamyiz dalam shalat fardlu, kecuali dalam permasalahan shalat jum’at. Maka dalam mengimami shalat jum’at ini disyaratkan sudah baligh ketika ia termasuk dalam hitungan 40 orang yang mana shalat jum’at menjadi tidak sah tanpa bilangan ini. Ketika jumlah mereka (orang yang melaksanakan shalat jum’at) lebih dari 40 maka boleh anak kecil yang telah tamyiz menjadi imam mereka” (Syeikh Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 642)

Sedangkan hukumnya seseorang mengimami anak kecil yang belum baligh adalah sama dengan mengimami orang lain yang sudah baligh, sebab dalam hal ini sudah tidak ada lagi kemakruhan dalam shalat berjamaah. Sehingga shalat berjamaahnya dianggap sebagai shalat berjamaah yang sempurna. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tentang wanita mengimami laki-laki, dalam keadaan bagaimanapun wanita tidak diperkenankan mengimami laki-laki walaupun makmumnya adalah anak kecil yang belum baligh, sebab shalat yang dilakukan oleh laki-laki yang bermakmum pada wanita dihukumi tidak sah dan wanita yang menjadi imam dianggap tidak melaksanakan shalat berjamaah ketika tidak ada makmum lain dari jenis wanita.

Demikian penjelasan tentang berjamaah dengan anak kecil ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa bermakmum pada anak kecil yang sudah tamyiz dan belum baligh hukumnya adalah makruh dan shalatnya tetap sah dan dianggap sebagai shalat berjamaah. Sedangkan hukum mengimami anak kecil yang masih belum baligh sama saja dengan mengimami orang lain yang sudah baligh, tanpa adanya kemakruhan. Wallahu a’lam.

(Ali Zainal Abidin)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua