Risalah Redaksi

Mengarahkan Pesantren sebagai Pusat Pembelajaran Islam Tingkat Global

Ahad, 29 September 2019 | 12:30 WIB

Mengarahkan Pesantren sebagai Pusat Pembelajaran Islam Tingkat Global

Wajah masa depan Islam di Indonesia, bahkan dunia, tercermin dari pendidikan generasi muda saat ini. (Foto ilustrasi: NU Online/Romzi Ahmad)

Kita sering mendengungkan bahwa Indonesia layak menjadi pusat peradaban Islam di dunia setelah kawasan Timur Tengah terus-menerus dilanda konflik. Indonesia dan kawasan Asia Tenggara secara umum dikenal sebagai kawasan Islam yang aman dan damai. Model Islam di Asia Tenggara yang dulunya dianggap sebagai daerah Islam pinggiran ternyata mampu menunjukkan wajah Islam yang sesuai dengan konteks kekinian, yaitu penghargaan terhadap keterbukaan, pluralitas, moderat, dan toleran terhadap orang lain. 
 
Untuk dapat menjadi sebuah pusat peradaban Islam, diperlukan pusat-pusat pemikiran dan pengajian Islam. Pesantren yang dari dulu telah menghasilkan ulama-ulama yang menyebarkan Islam dan kitabnya banyak dikaji hingga kini layak menjadi pusat pembelajaran ilmu-ilmu keislaman. Strategi dalam menjadikan pesantren sebagai rujukan tempat belajar bagi santri-santri bukan hanya dari Indonesia, tetapi juga santri dari seluruh belahan dunia Islam lain perlu dirumuskan. Dengan demikian, mereka dapat belajar bagaimana Islam yang damai dan moderat ini dipraktikkan di Indonesia secara langsung. 
 
Peningkatan kualitas pesantren, dengan demikian, menjadi sebuah kemutlakan. Jika pesantren diarahkan menjadi pusat pembelajaran Islam dalam tingkat internasional, maka banyak hal yang perlu terus dibenahi dan ditingkatkan. Sarana prasarana, kurikulum, pendanaan, tata kelola, dan berbagai aspek lainnya perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Itu merupakan sebuah kerja berat berjangka panjang. Namun dengan konsistensi, maka tujuan tersebut akan tercapai. 
 
Dalam konteks inilah maka lahirnya UU Pesantren merupakan bentuk dukungan pemerintah yang sangat baik. Keberhasilan Malaysia sebagai pusat ekonomi Islam di dunia juga karena dukungan pemerintah dengan berbagai kebijakannya karena tanpa dukungan tersebut ekonomi Islam sulit bersaing dengan sistem ekonomi konvensional yang sudah mengakar lama dan dipakai masyarakat secara umum. Dengan dukungan banyak pihak, termasuk pemerintah, maka cita-cita besar umat Islam di Indonesia untuk menjadi rujukan Islam dunia akan cepat tercapai. 
 
Dalam hal sarana dan prasarana, di banyak pesantren kondisinya masih sangat terbatas. Membangun sarpras membutuhkan dana yang mahal. Dan tak semua pengelola memiliki kapasitas untuk menggali dana sehingga mampu menyediakan kebutuhan pembelajaran yang baik. Jika sarana dan prasarana ini diperbaiki, maka proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih baik dan menghasilkan keluaran yang baik. 
 
Terkait dengan kurikulum, jika pesantren ingin menjadi rujukan belajar ilmu keislaman internasional, maka perlu menyesuaikan dengan kondisi masyarakat kekinian. Rujukan-rujukan dari literatur klasik yang telah menjadi kitab babon perlu terus dipelihara. Tetapi materi-materi pembelajaran yang lebih kekinian tentu perlu ditambahkan. Metode baru yang berhasil diterapkan di sekolah atau perguruan tinggi tentu layak untuk dipertimbangkan. 
 
Pendanaan menjadi faktor penting dalam keberhasilan sebuah lembaga pendidikan. Universitas-universitas terbaik di dunia memiliki dana abadi yang sangat besar yang dimanfaatkan untuk pengembangan universitas tersebut. Pendanaan pesantren yang hanya mengandalkan dana dari masyarakat, yang juga terbatas kapasitasnya, tentu membuat sulit bagi pesantren untuk mengembangkan dirinya secara cepat. Dukungan negara dalam hal pendanaan sebagaimana dinyatakan dalam UU Pesantren akan membantu memperbaiki situasi ini.
 
Para guru dan ustadz yang mengajar di pesantren perlu mendapat perhatian lebih. Mereka merupakan orang-orang yang ikhlas dalam mengajar. Namun mereka juga perlu terus-menerus mengembangkan pengetahuannya. Mereka juga memiliki keluarga yang harus mendapatkan kehidupan yang layak. Karena itu, para ustadz juga harus mendapatkan imbalan yang memadai dalam mengajar. Semua hal tersebut membutuhkan biaya. Tetapi jika dibebankan kepada wali santri, hal tersebut akan menjadikan biaya di pesantren menjadi mahal. Para ustdaz perlu diusulkan mendapatkan sertifikasi atau tunjangan lain yang layak. 
 
Tata kelola merupakan aspek yang sangat penting. Berbagai sumber daya yang dimiliki tidak akan memberikan dampak yang maksimal jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu ciri pesantren adalah adanya kiai. Pada zaman dahulu, kiai menjadi pusat rujukan segala hal. Pembagian peran sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh para pengurus pesantren akan menjadikan kerja-kerja yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan maksimal. 
 
Salam satu kelebihan pesantren yang tidak dimiliki lembaga pendidikan Islam lainnya seperti perguruan tinggi Islam adalah kemampuannya untuk menghasilkan ulama. Lulusan perguruan tinggi Islam, umumnya ingin bekerja sebagai birokrat, akademisi, pengamat atau pekerjaan formal lainnya. Sekalipun kini para ulama juga belajar di perguruan tinggi, tetapi yang menjadi dasar dalam gerakan mereka mendakwahkan Islam adalah proses pembelajarannya di pesantren.
 
Pesantren adalah garda depan warna Islam Indonesia yang moderat. Keberadaannya harus terus dijaga dan dikembangkan. Warna Islam di Indonesia pada masa mendatang, apakah tetap damai dan moderat seperti saat ini atau lebih bercorak konservatif ditentukan oleh pendidikan agama yang diterima oleh para generasi muda saat ini. Merekalah yang nantinya menjadi ulama, kiai, atau ustadz yang mengajar kepada para umat di generasi bawahnya. 
 
Pengesahan UU Pesantren merupakan langkah pertama sebelum dapat diimplementasikan lainnya. Peraturan-peraturan di bawahnya yang mengatur hal-hal yang lebih teknis masih harus dirumuskan. Proses ini harus dikawal sampai tuntas. (Achmad Mukafi Niam)