Ramadhan

Nasihat Kontemplatif Menyambut Idul Fitri

Kam, 30 Mei 2019 | 12:00 WIB

Sebentar lagi lebaran. Sebelum itu, kita simak nasihat Sayyid Abdul Aziz al-Darani dalam kitab Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb. Sayyid Abdul Aziz al-Darani akan berbicara tentang cara terbaik menyambut Idul Fitri, yaitu dengan tidak terlalu tenggelam dalam kehidupan dunia, dan lebih memahami makna yang terkandung dalam Idul Fitri. Beliau mengutip beberapa perkataan salaf al-shalih terdahulu:

قال لقمان لابنه: يا بنيّ إن الدنيا بحر عميق قد غرق فيه ناس كثير فلتكن فيه سفينتك تقوي الله تعالي وحشوها الإيمان بالله وشراعها التوكل علي الله لعلك ناج ولا أراك ناجيا. وقال الإمام مالك بن أنس رضي الله عنه: حب الدنيا يخرج حلاوة الإيمان من القلب.
وقال حاتم الأصم: الدنيا مثل ظلك إن تركته تراجع وإن تبعته تباعد

“Berkata Sayyidina Luqman kepada anaknya: ‘wahai anakku, dunia adalah samudera yang dalam. Telah banyak orang yang tenggelam di dalamnya, maka jadikanlah takwa sebagai perahumu, iman kepada Allah sebagai bahan bakarnya, dan tawakkal sebagai dayungnya, semoga saja kau selamat, meski kecil kemungkinanmu untuk selamat.”

“Imam Malik bin Anas berkata: ‘cinta kepada dunia dapat mengeluarkan manisnya iman dari hati.”

“Imam Hatim al-Asham berkata: ‘dunia seumpama bayanganmu, jika kau berhenti, ia berhenti pula, dan jika kau mengikutinya, ia akan semakin menjauh.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, h. 174)

Kemudian Sayyid Abdul Aziz al-Darani mengutip perkataan ulama lainnya:

من عمل لآخرته كفاه الله أمر دنياه، ومن أصلح سريرته أصلح الله علانيته، ومن أصلح ما بينه وبين الله تعالي أصلح الله ما بينه وبين الناس

“Barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya, Allah akan cukupkan urusan dunianya. Barangsiapa yang memperbagus jiwanya (mentalnya), Allah akan perbagus zahirnya. Barangsiapa yang memperbagus hubungannya dengan Allah, Allah akan perbagus hubungannya dengan manusia.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 174)

Dengan sisa Ramadhan yang hanya beberapa hari lagi, masih belum terlambat untuk kita memulai membersihkan diri, atau mempersiapkan diri agar hidup kita dipenuhi keberkahan dan kemanfaatan di kemudian hari; agar kita menjadi pribadi yang berbeda setelah menjalankan puasa Ramadhan; agar kita tidak tenggelam dalam samudera dunia seperti yang diwasiatkan Sayyidina Luqman al-Hakim; agar kita tidak terperangkap dengan kecintaan kepada dunia yang berlebih. Karena itu, mari kita renungkan nasihat panjang Sayyid Abdul Aziz al-Darani berikut ini:

وودعوا شهر رمضان بكثرة الإستغفار من التقصير والعزم علي دوام الجد والتشمير، ألا وإن من كان يعبد محمدا فحمد فد مات ومن كان يعبد رب محمد فإن رب محمد حيّ لا يموت

“Ucapkan selamat tinggal pada bulan Ramadhan dengan memperbanyak istighfar karena kurangnya melaksakanan ibadah dengan baik, dan (jagalah) kesungguhan keinginan beribadah dan cekatan dalam menunaikannya. Ingatlah barangsiapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah mati, tapi barangsiapa yang menyembah Tuhannya Muhammad, sesungguhnya Tuhannya Muhammad Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 175-176)

وروي أن الله تعالي يقول للملائكة إذا اجتمعوا لصلاة العيد: (يا ملائكتي ما جزاء من وفّي عمله؟ فيقولون يا ربنا يوفّي أجرته, فيقول: أشهدكم يا ملائكتي أني قد غفرت لهم) ـ

“Diriwayatkan bahwa Allah SWT berkata kepada para malaikat ketika orang-orang berkumpul untuk melakukan shalat ‘Id: ‘wahai para malaikatKu, apa balasan bagi orang yang telah memenuhi amalnya?’ Para malaikat menjawab: ‘wahai Tuhan kami, hendaknya ia dipenuhi ganjarannya’. Allah berkata: ‘Aku bersaksi kepada kalian, wahai para malaikatKu, sungguh telah Kuampuni dosa-dosa mereka.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 177)

فإذ رأيت يوم العيد خروج الناس من الدور فاذكر خروج الأموات من الأجداث يوم النشور وآخر يتزين بأفخر ثيابه وآخر حزين لأجل مصابه وآخر يتعطر بأطيب الروائح وآخر يسمع في داره النوائح, وهم ما بين ماش وراكب, مصحوب ومصاب، ومطلوب وطالب، وكذلك يخرجون يوم القيامة، واحد يأتي فرحا مسرورا، وآخر يدعو وبلا وثبورا (يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقِيْنَ إلَي الرَّحْمنِ وَفْدًا وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِيْنَ إلي جَهَنَّمَ وِرْدًا) ـ

“Jika kau melihat di hari ‘Id banyak manusia yang keluar dari rumah-rumahnya, ingatlah (peristiwa) keluarnya semua manusia yang telah mati dari kuburannya di hari berbangkit. Sebagian berhias dengan pakaiannya yang paling indah; sebagian sedih karena musibah (ketidakmampuan mereka); sebagian memakai wewangian dengan parfum yang paling harum; sebagian lainnya terdengar meratap dan menjerit di persinggahannya. Sebagian dari mereka berjalan dan berkendaraan, ditemani dan menemani, diminta dan meminta. Begitulah mereka dibangkitkan kelak di hari kiamat, dimana sebagian datang dengan wajah gembira dan senang, sementara sebagian lain berdoa agar dibinasakan dan dimatikan saja. (Allah berfirman [Q.S. Maryam 85-86]: [Ingatlah!] hari ketika Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka jahannam dalam keadaan dahaga).” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 177)

وإذا رأيت أنواع الخلائق إلي الفضاء قد برزت فاذكر نشر الأعلام للسعداء إذا ساروا إلي دار السلام، وإذا رأيت الخلائق قد اجتمعت وللأذان قد استمعت فاذكر وقت الوقوف بين يدي الملك الديان إذا شخصت الأبصار

“Jika kau melihat bermacam-macam makhluk (manusia) menuju beberapa penjuru saat ‘Id, ingatlah ketika orang-orang yang beruntung diberi panji saat mereka menuju Darussalam. Jika kau melihat manusia telah berkumpul dan panggilan telah terdengarkan, ingatlah waktu berbangkit menghadap yang Maha Membalas ketika penglihatan manusia dibuka (kembali).” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 177)

وإذا رأيت تفرق الناس من المصلّي كل يذهب إلي منزله ومأواه فاذكر يوم يصدر الناس أشتاتا عن مورد القيامة، كل إلي محله ومثواه. ليس الطيب في العيدين تطييبا بريح العود وإنما الطيب أن تتوب فلا تعود، وتتعري من لباس السمعة والرياء وتلبس ثياب الورع والحياء، وتتطيب بطيب الصدق والوفاء، وتركب مركب الود والصفاء، وتتحلي بالعبادة وترتدي بالزهادة، وتتمنطق بالصيانة وتتختم بالأمانة وتخرج إلي المصلي خروج وجل من الرد, وتمشي مشي خجل من الصد، وتخاف أن تكون أعمالك مرعودة معلولة، وطاعتك غير مقبولة 

“Jika kau melihat manusia berpencaran dari tempat shalat (‘Id) pulang ke rumah dan kediamannya, ingatlah ketika manusia saling terpisah (berpencaran) saat kiamat dibangkitkan, masing-masing menuju ke tempat tinggal dan kediamannya. Bukanlah hal yang baik di hari raya ‘Id berwangi-wangian dengan hembusan angin berpulang. Yang paling baik adalah kau bertobat dan tidak kembali melakukan perbuatan dosa. Kau lepaskan pakaian sum’ah dan riya’, serta gantilah dengan pakaian wara’ dan malu. Berwangi-wangianlah dengan wangian kejujuran dan memenuhi janji. Kendarailah kendaraan cinta dan kesucian. Hiasilah diri dengan hiasan ibadah dan pakailah pakaian kezuhudan. Pakailah jubah pengendalian diri dan bercincin amanah. Berangkatlah menuju tempat shalat (‘Id) dengan hati yang penuh kegelisahan, (jangan-jangan kau) akan tertolak. Berjalanlah dengan perasaan malu, (jangan-jangan amalmu) akan terintang, dan kau takut (jangan-jangan) amalmu terancam dipersoalkan, dan ketaatanmu tidak diterima.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 177-178)

وتكبر تكبير من عظم ربه، وتصاغرت عنده نفسه وتذكر ذنبه، وتقف في الصلاة وقوف خاشع, وتركع ركوع خاضع، وتسجد سجود طامع، وتجلس لسماع الخطبة كمن أحضر للحساب وهو ينتظر ما يرد عليه من الخطاب، وإلا فما ينفع التزين باللباس البيض، والقلب في وهم الدنيا مريض وما يفيد التزين باللباس ولم تنزع رداء الإلباس

“Agungkanlah Tuhan (takbir) dengan takbirnya orang yang (sungguh-sungguh) mengagungkan Tuhan, dengan merendahkan dirinya sendiri di hadapan Tuhannya dan mengingat-ingat dosa-dosanya. Berdirilah untuk shalat dengan khusyu’, ruku’ dengan penuh ketundukan, dan sujud dengan penuh pengharapan. Duduklah mendengarkan khutbah seperti orang yang hadir untuk dihisab sementara menunggu interogasi yang akan dihadapkan kepadanya. Jikalau tidak, lantas apa manfaat menghias diri dengan pakaian putih sementara hati masih dalam bayangan duniawi yang sarat penyakit? Apa gunanya kau berhias dengan pakaian sedangkan kau tidak melepas selendang kerancuan?” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 177-178)

Semoga kita bisa merenungkan nasihat panjang yang diberikan Sayyid Abdul Aziz al-Darani, agar kita bisa lebih mampu menjadi manusia yang terus bertambah baik seiring berjalannya waktu. Semoga amal ibadah kita tidak hanya diterima, tapi membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik. Amin. Wallahu a’lam bish shawwab...


Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan