Ramadhan

Kemasukan Air saat Mandi, Batalkah Puasanya?

Ahad, 20 Mei 2018 | 13:00 WIB

Kemasukan Air saat Mandi, Batalkah Puasanya?

(Foto: utilities-me.com)

Puasa merupakan ibadah yang membutuhkan kesabaran. Di samping harus menahan lapar dan dahaga, orang berpuasa juga diwajibkan menjaga diri dari hal-hal lain yang membatalkan seperti masuknya benda ke anggota tubuh bagian dalam (batin). Dalam titik ini, seseorang dituntut memiliki kewaspadaan yang baik agar tidak ada benda yang masuk ke anggota batin secara sembrono.

Kondisi lapar dan dahaga yang tidak dapat dihindari menuntut seseorang untuk sering-sering melakukan mandi, dengan beragam motivasi dan tujuan. Saat mandi, terkadang secara tidak sengaja air masuk ke bagian dalam anggota tubuh, mungkin karena terlalu keras menggerujug air atau saat membersihkan kotoran di sela-sela lubang hidung atau telinga tidak sengaja masuk.

Pertanyaannya, apakah hal tersebut dapat membatalkan puasa?

Kemasukan air saat berpuasa hukumnya diperinci sebagai berikut:

Pertama, membatalkan secara mutlak.
Perincian ini berlaku dalam aktivitas yang tidak dianjurkan oleh syariat, seperti basuhan keempat dalam wudhu, mandi mubah (mandi dengan tujuan membersihkan atau menyegarkan badan) dan mandi dengan cara menyelam. Kemasukan air saat menjalankan beberapa aktivitas tersebut dapat membatalkan puasa, meski dilakukan dengan tidak melebih-lebihkan dalam cara mengalirkan air.

Kedua, membatalkan ketika melebih-lebihkan dalam menggerujug atau mengalirkan air.
Perincian ini berlaku dalam aktivitas yang dianjurkan oleh syariat, seperti mandi wajib (mandi janabah), mandi sunah, berkumur serta menghirup air ke dalam hidung saat berwudhu. Ketika air masuk ke dalam anggota batin saat melakukan aktivitas-aktivitas tersebut tidak dapat membatalkan puasa dengan syarat tidak melebih-lebihkan dalam menggerujug air. Bila dilakukan dengan cara yang melebih-lebihkan, misalkan membasuh dengan keras atau memenuhi air di dalam mulut secara berlebihan, maka dapat membatalkan puasa.

Ketiga, tidak membatalkan secara mutlak.
Perincian ini berlaku ketika penggunaan air dimaksudkan untuk menghilangkan najis di bagian tubuh kita, semisal di dalam mulut atau sela-sela lubang hidung dan telinga. Dalam upaya menghilangkan najis tersebut, meski dilakukan dengan melebih-lebihkan saat menggerujug air, tidak dapat membatalkan puasa, sebab menghilangkan najis dari anggota zhahir, hukumnya wajib agar shalatnya sah.

Tiga perincian di atas berdasarkan keterangan dalam Kitab I’anatut Thalibin sebagai berikut:

والحاصل) أن القاعدة عندهم أن ما سبق لجوفه من غير مأمور به، يفطر به، أو من مأمور به - ولو مندوبا - لم يفطر.ويستفاد من هذه القاعدة ثلاثة أقسام: الاول: يفطر مطلقا - بالغ أو لا - وهذا فيما إذا سبق الماء إلى جوفه في غير مطلوب كالرابعة، وكانغماس في الماء - لكراهته للصائم - وكغسل تبرد أو تنظف.الثاني: يفطر إن بالغ، وهذا فيما إذا سبقه الماء في نحو المضمضة المطلوبة في نحو الوضوء.الثالث: لا يفطر مطلقا، وإن بالغ، وهذا عند تنجس الفم لوجوب المبالغة في غسل النجاسة على الصائم وعلى غيره لينغسل كل ما في حد الظاهر.

Artinya, “Kesimpulannya, kaidah menurut ulama adalah, air yang tidak sengaja masuk ke dalam rongga tubuh dari aktivitas yang tidak dianjurkan, dapat membatalkan puasa, atau dari aktivitas yang dianjurkan meski anjuran sunah, maka tidak membatalkan. Dari kaidah ini, dapat dipahami tiga pembagian perincian hukum.

Pertama, membatalkan secara mutlak, baik melebih-lebihkan (dalam cara menggunakan air) atau tidak. Ini berlaku dalam permasalahan masuknya air dalam aktivitas yang tidak dianjurkan seperti basuhan ke empat, menyelam ke dalam air, karena makruh bagi orang yang berpuasa, mandi dengan tujuan menyegarkan atau membersihkan badan.

Kedua, membatalkan jika melebih-lebihkan, ini berlaku dalam aktivitas semacam berkumur yang dianjurkan saat berwudhu.

Ketiga tidak membatalkan secara mutlak meski melebih-lebihkan, ini berlaku ketika mulut terkena najis karena wajibnya melebih-lebihkan dalam membasuh najis bagi orang yang berpuasa dan lainnya agar anggota zhahir terbasuh (suci dari najis),” (Lihat Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anatut Thalibin, [Surabaya, Al-Haramain, tanpa keterangan cetak], juz II, halaman 265).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kemasukan air saat rutinitas mandi, hukumnya membatalkan secara mutlak, sebab masuk dalam perincian pertama, yaitu penggunaan air yang dimaksudkan untuk aktivitas yang tidak dianjurkan syari’at. Rutinitas mandi dengan tujuan membersihkan atau menyegarkan badan adalah merupakan perkara mubah.

Hanya saja, rutinitas mandi itu bisa berubah menjadi mandi yang disunahkan apabila disertai niat yang mu’tabar (sesuai standar syariat) dan memenuhi syarat rukun sebagaimana mandi wajib. Jika demikian, maka aktivitas mandi tersebuk masuk dalam perincian kedua yang berarti tidak membatalkan puasa asalkan tidak dengan cara yang melebih-lebihkan dalam menggerujug air. Agar aktivitasnya mandinya menjadi mandi sunah, seseorang bisa niat untuk menghilangkan bau badan, mandi untuk menghadiri perkumpulan positif seperti untuk menghadiri jama’ah atau niat mengqadha mandi jumat yang terlewat (dengan mengikuti pendapat ulama yang menyunahkannya).

Demikian penjelasan mengenai hukum masuknya air ke dalam anggota batin saat melakukan rutinitas mandi. Ketika puasanya dinyatakan batal sesuai penjelasan di atas, seseorang tetap diwajibkan untuk imsak (menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa) hingga tenggelamnya matahari dan wajib mengqadha puasanya di kemudian hari.

Saran kami, mari tingkatkan kewaspadaan kita saat melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan air, agar jangan sampai masuk kepada anggota batin. Semoga bermanfaat dan dipahami dengan baik. Wallahu a‘lam. (M Mubasysyarum Bih)