Pustaka

Fikih Zakat dan Perkembangan Ekonomi Keumatan

Jum, 30 Oktober 2020 | 23:45 WIB

Fikih Zakat dan Perkembangan Ekonomi Keumatan

Buku Fikih Zakat Indonesia.

Bagaimana kita dapat membaca perkembangan zakat di Indonesia? Negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, sedangkan kita seperti disodorkan dengan beberapa pengetahuan tentang zakat yang samar-samar. Hal ini kiranya menjadi pangkal persoalan umat Islam dalam mengembangkan ekonomi keumatan. Zakat yang merupakan kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim setidaknya menjadi keseimbangan semua warga negara.


Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang wajib dikeluarkan oleh umat muslim. Hikmah disyariatkannya zakat tidak lain untuk membangkitkan kembali rasa solidaritas terhadap saudara kita yang membutuhkan. Dalil yang menunjukkan kewajibannya sangat banyak dalam Al-Quran dan Hadits. Kemudian para ulama merumuskan semua dalil tersebut menjadi hukum zakat yang fleksibel.


Ilmu fikih merupakan produk hukum yang sifatnya kondisional, sebab hukum bisa berubah mengikuti tempat dan masanya. Oleh karena itu ijtihad para ulama dijaman dahulu bisa jadi sudah tidak relevan lagi digunakan sekarang, walaupun sebagian besar masih bisa digunakan. Hingga kini zakat menjadi persoalan yang rumit dalam menunjang perekonomian umat.


Nur Fathoni dalam bukunya “Fikih Zakat Indonesia” mengajak kita untuk mengeksplorasi pengetahuan zakat lebih detail. Mulai dari pembahasan zakat dasar sampai peran ijtihad ulama dalam pengelolaan zakat. Menariknya buku ini membahas dengan berbagai pendapat para imam madzhab. Sehingga kita dapat memahami kontroversi para ulama dengan rincian dalil-dalil yang di ambil.


Misalnya kasus zakat profesi, sebagian ulama menyimpulkan zakat profesi tidak wajib sedangkan sebagian ulama yang lain mengatakan wajib. Problemnya simple, kedua pendapat ini mengambil ayat Al-Quran yang sama namun berbeda dalam menafsirkan teksnya. Tepat pada ayat 267 surat Al-Baqarah terdapat lafadz “Anfiqu” pendapat ulama yang mewajibkan memaknai lafad tersebut dengan “zakat” sedangkan pendapat lain memaknai dengan “infaq” sehingga tidak berorientasi pada hukum wajib. (hal. 14)


Buku yang terdiri dari beberapa bab ini, menyempatkan untuk membahas tentang kewajiban zakat dan pajak. Penulis menganggap kedua hal ini sama-sama diwajibkan namun konotasinya berbeda. Sebenarnya istilah ini sangat akrab di negara modern, desain negara yang warganya beragam seperti di Indonesia oleh karenanya dalam urusan perpajakan semua warga negara yang tinggal wajib mengeluarkannya.

 

Sedangkan perihal zakat hanya diwajibkan kepada muslim saja. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang unik, sebab warganya mayoritas muslim namun negara tidak berkewajiban menarik zakat.


Perbedaan zakat dan pajak berawal dari regulasi yang diterapkan di Indonesia. Zakat mempunya undang-undang pengelolaan sendiri begitu juga pajak. Simpelnya zakat adalah kewajiban kita terhadap tuhan sedangkan pajak kewajiban terhadap pemerintah (negara) kedua hal ini tidak bisa disamakan. Selain itu penulis mengatakan bahwa “Obyek pajak di Indonesia berbeda dengan obyek zakat karena zakat hanya mengenal mal dan fitrah sedangkan pajak bermacam-macam” (hal. 28)


Perbandingan Madzhab


Problematika zakat di Indonesia tentu tidak semuanya sama dengan zakat di negara muslim lainya. Sebab dalam konteks amwal zakawiyyahnya berbeda terutama soal zuru’ (makanan pokok) tsamar (buah-buahan) dan harta zakawiyah lainya. Oleh karena itu muslim Indonesia sah-sah saja mengambil pendapat para ulama yang berbeda-beda untuk menyesuaikan kondisi setempat. Dalam buku ini tidak sedikit menerangkan perbedaan antar madzhab sehingga pembaca bisa menggambarkan bahwa fiqih itu fleksibel dan luas tidak terbatas.


Misalnya permasalahan kewajiban zakat fitrah, madzhab Hanafi mewajibkan bagi orang yang beragama Islam, merdeka dan memiliki harta, pendapat ini sejalan dengan madzhab Hanabilah yang mewajibkan bagi orang yang memiliki kelebihan makanan untuk dirinya dan keluarganya, lain dari kedua pendapat ini, madzhab Syafi’iyah dan Malikiyah memperbolehkan orang kafir yang untuk mengeluarkan zakat fitrah kepada pembantunya dan tetangganya yang beragama muslim manakala ia memiliki harta yang banyak. (hal. 71)


Tidak hanya itu saja yang ia tuliskan. Selain di atas madzhab Syafi’iyah juga tetap mewajibkan zakat fitrah meskipun muzakki sedang terjangkit utang, sejalan dengan pendapat madzhab Malikiyah akan tetapi mensyaratkan muzakki mempunyai keyakinan untuk membayarnya.

 

Selain kasus di atas ada juga perbedaan pendapat antar madzhab mengenai hukum zakat fitrah ditukar menggunakan harga (uang tunai). Dalam kasus ini yang relevan pendapatnya madzhab Malikiyah yaitu “diperbolehkan mengeluarkan zakat fitrah menggunakan harga (uang) bahkan dinilai lebih utama karena lebih membawa kemaslahatan untuk fakir.


Pemberdayaan Harta Zakat


Buku Fikih Zakat Indonesia telah banyak mengupas kasus-kasus penting zakat dari berbagai aspek. Nur Fathoni mempunyai diskursus yang cukup matang dalam menjelaskan berbagai problematika zakat. Tidak hanya menyoal tentang hukum, dalil, dan perdebatan para ulama saja. Namun juga prihal pelaksanaan zakat di Indonesia.


Dalam bab kelembagaan zakat di Indonesia diterangkan bahwa zakat wajib didistribusikan sesuai syariah kepada mustahik. Adapun dasar mendistribusikannya sesuai yang diamanahkan oleh undang-undang yaitu skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan.


Selain itu buku ini juga membuka peluang untuk mengembangkan keadilan ekonomi umat, hal ini sesuai dengan dua nalar filosofi zakat yaitu: Pertama, sebagai sarana ubudiyah dan ketaatan kepada Allah swt. Kedua pemenuhan hak fakir miskin. Kedua nalar filosofis ini menggambarkan hubungan vertikal kepada Allah swt dan horisontal sebagai hamba yang memiliki solidaritas terhadap sesama. Oleh karena itu ibadah zakat di desain sebagai keimanan dan perlindungan fakir miskin dari bahaya gagal hidup. (hal. 20)


Bagian akhir buku ini secara jelas menggambarkan praktik pengelolaan zakat di Indonesia dan membuka peluang dengan lebar untuk mendayagunakan zakat menjadi usaha produktif guna mengatasi kemiskinan dan peningkatan kualitas umat. Usaha produktif yang dimaksud adalah usaha yang bisa membawa umat menuju pendapatan yang meningkat dan kesejahteraan. (hal. 129)


Dari apa yang saya bicarakan di atas, buku dari salah satu dosen lembaga keuangan syariah Fakultas Syari’ah dan penulis buku menuju lembaga keuangan yang Islami dan dinamis ini menjadi relevan dan layak untuk dibaca bagi pemula atau ahli.


Identitas buku

Judul: Fikih Zakat Indonesia

Penulis: Dr Nur Fathoni, M.Ag

Peresensi: Abdullah Faiz

Penerbit: Lawwana

Tahun Terbit: September 2020

Halaman: xxii + 196