Pustaka

5 Rekomendasi Buku tentang Gus Dur dan Politik

Sen, 24 Juli 2023 | 10:00 WIB

5 Rekomendasi Buku tentang Gus Dur dan Politik

Lima buku rekomendasi tentang Gus Dur dan politik. (Foto: NU Online)

Tidak ada yang menyangka KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih menjadi seorang presiden keempat Republik Indonesia. Keterpilihannya membuat publik kaget dan tak percaya. Namun sayangnya, keterpilihannya yang demokratis itu dicederai dengan penggulingannya yang tidak konstitusional.


Tepat 22 tahun yang lalu, 23 Juli 2001, sosok ulama kharismatik yang sangat dihormati oleh seluruh elemen bangsa ini turun dari kursi kepresidenannya. Baginya, tidak ada jabatan yang patut dipertahankan secara mati-matian. Karenanya, ia rela keluar dari Istana demi menjaga agar tidak ada pertumpahan darah.


Perjalanan politik Gus Dur ini dapat dilihat dengan membaca lima buku di bawah ini. Buku-buku tersebut memberikan perspektif yang beragam tentang sepak terjang Gus Dur dalam memimpin Negeri Zamrud Khatulistiwa.


1. Hari-hari Terakhir Gus Dur di Istana Rakyat

Buku ini merupakan karya Andreas Harsono, seorang wartawan senior. Andreas mencatat proses pelengseran Gus Dur dari perspektif pemberitaan di berbagai media. Meskipun tipis, buku ini cukup komprehensif dalam membaca narasi yang dikeluarkan media-media dalam memberitakan Gus Dur. Ada dua sisi yang bisa kita perhatikan dari buku ini, yakni (1) melihat Gus Dur diberitakan media dan (2) melihat media memberitakan Gus Dur.


Buku ini diawali dengan pemberitaan terhadap pelantikan Kapolri Chairuddin Ismail menggantikan Bimantoro pada 20 Juli 2001. Kemudian dilanjutkan dengan Rapat Paripurna MPR, Pertemuan di Kebagusan, Gelar Pasukan di Monas, Rapat di Departemen Pertahanan, hingga Pengumuman “Dekrit” Presiden. Semua pembahasan itu dikuliti Andreas dengan perspektif jurnalistik.


Selain itu, Andreas juga menambah tiga bab lain di belakang, yakni Kecepatan Liputan Media Massa, Perdebatan Pemilihan Narasumber, dan Akurasi Berita. Di tiga bab terakhir ini, ia mengupas persoalan jurnalistiknya dalam memberitakan Gus Dur.


2. Hari-hari Terakhir bersama Gus Dur

Buku ini merupakan kisah perjalanan penulisnya bersama Gus Dur, yakni Bondan Gunawan. Ia berjalan bareng Gus Dur dalam upaya melakukan reformasi melalui Forum Demokrasi (Fordem). Ia juga tercatat pernah duduk dalam pemerintahan Kabinet Persatuan Nasional sebagai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada 15 Februari hingga 29 Mei 2000.


Dalam buku ini, Bondan menceritakan perjalanannya bersama Gus Dur sejak di luar pemerintahan, di dalam pemerintahan bersama Gus Dur, dan setelah lengsernya Gus Dur. Ia mengisahkan perjalanan itu dengan detail sebagai orang dekat Gus Dur. Tulisannya bukan saja berdasarkan data-data dokumen, melainkan juga pengalaman personal yang dilaluinya bersama Gus Dur.

 

3. Perjalanan Politik Gus Dur

Berbeda dengan dua buku di atas, buku ini berisi kumpulan tulisan di Harian Kompas yang mencatat kisah lika-liku Gus Dur di gelanggang perpolitikan Indonesia. Buku ini terbagi ke dalam tiga bab, yakni (1) Politik Politisi, Politik Ulama; (2) Presiden Santri; dan (3) Buloggate, Dekrit, dan Kembali ke Ciganjur.


Pada bab pertama, diulas mengenai proses majunya Gus Dur mencalonkan diri sebagai presiden dengan meminta restu dari kiai-kiai khos hingga keterpilihannya sebagai orang nomor satu di Indonesia. Bab ini memuat tulisan-tulisan menarik dari berbagai kalangan, mulai akademisi politik, akademisi dari kampus Islam, jurnalis, hingga kiai.


Sementara itu, bab kedua menguraikan gaya kepemimpinan Gus Dur sebagai seorang presiden. Para penulis mengamati dari berbagai sisi, mulai dari latar belakang Gus Dur sebagai santri dan kiai, juga dari kebijakan-kebijakannya di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, hingga diplomasi luar negeri. Pada bagian akhir, buku ini memuat gesekan-gesekan politik Gus Dur dengan lawan-lawannya. Kisruh itu meruncing dan mengembalikannya ke Ciganjur.


4. Rakyat Indonesia Menggugat Gus Dur

Buku ini memuat berita-berita dari berbagai media yang memuat pandangan miring terhadap kepemimpinan Gus Dur. Tulisan-tulisan yang termuat dalam buku ini dikumpulkan oleh Arsyil A’la Al-Maududi dan diterbitkan pada bulan Oktober tahun 2000.


Ada sembilan bagian dalam buku yang diterbitkan Wihdah Press ini, yakni (1) Gus Dur, Aceh, Ambon, dan CSIS; (2) Gus Dur, Buloggate, dan Bruneigate; (3) Gus Dur, Soeharto, KKN, dll; (4) Gus Dur, PKB, NU, dan Komunisme; (5) Gus Dur Ruwatan dan Musyrik; (6) Gus Dur dan Ariyanti; (7) Gus Dur Jalan-Jalan ke Luar Negeri; (8) Masyarakat Internet Menilai Gus Dur; dan (9) Gus Dur di Cybernews.


Semua tulisan yang dimuat dalam buku ini bernada negatif. Tidak ada satu pun berita yang dikumpulkan dalam tulisan ini memuat pandangan yang jangankan positif, netral pun tidak ada.

 

Fakta dan narasumber yang dihadirkan dalam seluruh berita yang tersaji dalam buku ini memang diarahkan untuk memberikan pandangan yang buruk terhadap kepemimpinan Gus Dur. Bahkan bukan saja dari kepemimpinan dan gaya politiknya saja, tetapi juga sudah menjurus kea rah personal.


5. Gus Dur Menggoyang Presiden Abdurrahman Wahid

Sebagaimana buku nomor empat, buku ini juga memuat tulisan-tulisan yang bernada negatif dan sumir terhadap kepemimpinan Gus Dur atas Indonesia. Buku yang diterbitkan Yayasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar keluar saat Gus Dur masih aktif sebagai presiden. Bedanya dengan buku keempat, buku ini berisi opini dan wawancara tokoh yang berseberangan politik dengan Gus Dur. 


Tulisan pertama yang disajikan berjudul Presiden Gus Dur sebagai Sumber Konflik. Azyumardi Azra menulis ini dengan mendasarinya pada fakta pemecatan para pembantu presiden. Ia juga menganggap Gus Dur lupa akan pemerintahannya yang terbentuk atas koalisi partai politik dan menganggap kebijakannya tanpa kerangka dan konsep. Tulisan ini memang perlu ditelusuri ulang apakah memang betul adanya karena di buku tidak dijelaskan sumbernya.


Selain berisi tulisan dari tokoh, buku ini juga memuat sejumlah wawancara dengan tokoh mengenai sosok Gus Dur yang dimuat di sejumlah media, seperti Forum Keadilan dan Tempo. Adi Sasono, Menteri Koperasi era Presiden Habibie, misalnya, yang diwawancara Forum Keadilan mengkritik Gus Dur dengan tanpa basis data yang kuat dan jelas.

 

Hal senada juga disampaikan Amien Rais dalam wawancaranya dengan majalah yang sama dan majalah Tempo. Amien bahkan menganalogikan presiden sebagai murid dalam wawancaranya tersebut.


Berbagai tuduhan atas tuduhan Gus Dur juga dituliskan dalam buku yang berisikan kumpulan wawancara dan tulisan yang menyudutkan Presiden Keempat Indonesia itu. Tindakan Gus Dur sebagai presiden dipandang sebagai sebuah langkah yang salah tanpa ada benarnya.