Warta

Blunder Akibat Aturan "Konveksi" Golkar

Senin, 20 Oktober 2003 | 06:18 WIB

Jakarta, NU.Online
Ibarat "konveksi", rajutan benang kusut dibalik konvensi Partai Golkar (PG) semakin terkuak. Buktinya, banyak aturan Konvensi PG yang sebelumnya telah disepakti, ternyata dalam Rapat Pimpinan (Rapim) PG di Hotel Shangri-La, Jakarta, Ahad (19/10) kemarin, diubah supaya menguntungkan calon presiden (capres) tertentu.

Misalnya, Rapat pimpinan (Rapim) Partai Golkar (19/10) yang sedianya dijadwalkan menyaring tujuh capres hasil konvensi di daerah menjadi lima capres ternyata menghasilkan keputusan berbeda, yakni mempertahankan ketujuh capres tersebut dengan alasan untuk "kepentingan partai".

<>

Keputusan Rapim lainnya adalah menunda penetapan satu capres tunggal setelah pelaksanaan Pemilu DPR, padahal sebelumnya penetapan satu capres itu dijadwalkan dilaksanakan sebelum Pemilu DPR. Ketujuh capres Partai Golkar itu adalah Aburizal Bakrie yang meraih dukungan dari 28 provinsi, Surya Paloh (27 provinsi), Wiranto (25 provinsi), Akbar Tandjung (23 provinsi), Jusuf Kalla (20 provinsi), Prabowo Subianto (14 provinsi), dan Sultan Hamengku Buwono X (tujuh provinsi).

Perubahan ini dinilai sebagai akal-akalan Golkar untuk mengamankan Ketua Umum DPP PG, Akbar Tandjung. Seperti diketahui, Akbar Tandjung masih memiliki persoalan hukum. Mantan menteri Orba itu masih menunggu keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus korupsi dana Bulog di mana dia telah divonis bersalah alias narapidana. Untuk mengamankan Akbar itulah maka penetapan capres PG secara definitif harus diundur.

Sementara itu pengamat politik CSIS, J Kristiadi, menilai akibat inkonsistensi itu Partai Golkar telah melakukan "blunder" karena telah mengubah aturan konvensi penyaringan calon presiden (capres), dan menunjukkan betapa partai beringin itu tidak memiliki kredibilitas. "Perubahan sejumlah aturan dalam konvensi Partai Golkar semakin memperlihatkan betapa partai tersebut menjadi tidak kredibel, dan justru melakukan blunder yang menunjukkan kepada masyarakat bahwa ketentuan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan politik dari orang- orang tertentu di partai itu," katanya di Jakarta, Senin.

"Apa yang dilakukan Golkar semakin memperlihatkan hasil yang telah dicapai sebelumnya melalui seleksi di daerah-daerah menjadi tidak valid dan sekedar mempermainkan demokrasi," kata Kristiadi. Menurut Kristiadi, elit Golkar terlihat ingin menang sendiri sehingga seenaknya mengubah aturan. Itu semakin membuktikan bahwa politik kekuasaan membutakan dan tidak rasional.

Dikatakannya, konvensi yang dilakukan Partai Golkar menjadi semakin jelas sebagai upaya mengelabuhi masyarakat, juga para capres itu sendiri, karena konvensi terlihat sebagai ajang berburu kekuasaan. Dengan kata lain, konvensi akan sulit melahirkan pemimpin bangsa dari Partai Golkar yang terbukti tidak kredibel. "Perubahan-perubahan yang dihasilkan juga akan berdampak buruk bagi Partai Golkar dalam perolehan suara di Pemilu 2004 karena konvensi tersebut tak ada lagi kredibilitasnya," katanya.(Cih)