Perjuangkan Pendidikan Kaum Dhu'afa
NU Online · Selasa, 25 Juni 2013 | 09:45 WIB
Probolinggo, NU Online
Awan mendung menyelimuti suasana Pesantren Hidayatul Islam yang berada di Desa Clarak Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo. Pesantren ini merupakan pesantren yang dikhususkan bagi anak-anak dari kelurga kaum dhu’afa yang berasal dari keluarga tidak mampu.<>
Niatan serta usaha yang dilakukan oleh pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Hidayatul Islam, yakni Kiai Sumar Syamsul Arifin dalam mendirikan sebuah lembaga pendidikan bertujuan untuk mencetak anak-anak dari keluarga yang miskin dalam segi pendidikannya.
“Saya dirikan lembaga serta pesantren ini untuk kelurga yang kurang mampu. Karena hati saya sangat prihatin dan tersentuh untuk memperjuanngkan pendidikan untuk anak orang dibawah garis kemiskinan,” kata Kiai Sumar saat ditemui di rumahnya, Senin (24/6).
Menurut Kiai Sumar, derajat orang miskin perlu dirubah dengan jalan memperjuangkan pendidikan bagi anak-anaknya. Karena mereka untuk memperoleh pendidikan tentunya sangat sulit serta bisa dibilang kalangan ini sangat termarjinalkan kehidupannya ditengah-tengah masyarakat.
“Dengan modal itulah saya membulatkan tekad dengan diniati rasa ikhlas untuk berjuang demi pendidikan bagi kaum dhu’afa’,” terangnya.
Pesantren ini mulai dirintis Kiai Sumar sejak tahun 1970 dengan mendidik satu orang anak miskin yang ada di daerahnya. Melihat kondisi serta kehidupan warga desanya kebanyakan para orang tua yang miskin sudah tidak ada pikiran untuk menyekolahkan anak-anaknya. Karena biaya untuk menghidupi keluarganya sudah pas-pasan.
“Mau makan aja mereka harus mencari pada hari itu juga, bagaimana mau berfikir untuk sekolah bagi anaknya. Dengan latar belakang itulah saya berjuang dan akhirnya mampu mendirikan pesantren dengan sederhana,” jelas alumni pesantren di Jombang ini.
Lebih jauh Kiai Sumar mengakui kalau anak yang mondok kesemuanya dari keluarga miskin, kebanyakan mereka dari turunan keluarga kaum buruh tani. Bahkan dia juga mengatakan kalau anak yang mondok disini beragam mulai anak yang yatim piatu, anak dari kelurga yang broken home dan juga anak yang putus sekolah dikarenakan ekonomi lemah.
“Mereka dengan catatan dari kalangan ekonomi tidak mampu. Untuk diterima menjadi santri disini harus dicek dahulu keberadaan keluarga dirumahnya dengan mendatanginya sebelum dinyatakan diterima. Jika memang miskin saya terima, tetapi jika anak dari kalangan keluarga kaya secara otomatis pengurus tidak menerimanya,” tegasnya.
Santri yang ada disini berasal dari berbagai daerah mulai dari Kabupaten Probolinggo, Lumajang bahkan ada juga dari Sumatera dan Kalimantan. Santri yang sudah dibiayai oleh pondok ini saat ini sudah mencapai 101 anak.
”Semua dibiayai oleh yayasan, baik biaya hidup dan pendidikannya, tetapi santri yang tidak menetap hanya dibiayai biaya pendidikannya,” pungkasnya.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor : Syamsul Akbar
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
3
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
4
Nusron Wahid Klarifikasi soal Isu Kepemilikan Tanah, Petani Desak Pemerintah Laksanakan Reforma Agraria
5
Badai Perlawanan Rakyat Pati
6
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
Terkini
Lihat Semua