Pesantren

Peringati Maulid Nabi, Santri Krapyak Gelar Sekolah Menulis

Ahad, 4 Januari 2015 | 08:01 WIB

Yogyakarta, NU Online
Para santri-mahasiswa dari berbagai pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta antusias mengikuti kegiatan sekolah menulis dengan tema “Menulis itu Gampang” yang digelar di Pondok Pesantren Aji Mahasiswa Al-Muhsin Krapyak Wetan Jl Parangtritis Km 3,5 Panggungharjo-Sewon-Bantul, Yogyakarta, Sabtu (3/1).<>

Acara yang digelar bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi ini menghadirkan tiga narasumber: Guru Besar Tafsir UIN Sunan Kalijaga Prof Muhammad Chirzin, sastrawan nasional Aguk Irawan MN, dan pemimpin redaksi majalah Bangkit PWNU Yogyakarta Muhammadun As.

Acara tersebut dibuka Anis Masduqi atas nama pengasuh pesantren. Dalam sambutannya Anis mengatakan, Allah Swt dalam Alquran surah al-Qalam bersumpah dengan pena dan tulisan. Hal ini menandakan betapa pentingnya menulis. Allah tidak akan bersumpah dengan hal yang remeh-temeh.

“Sebagai warga pesantren kita wajib hukumnya meneruskan budaya menulis yang telah dilestarikan para sekretaris Nabi sesuai titahnya. Jadilah produsen ilmu, jangan terus terbuai oleh kenikmatan ilmu,” tegas Anis.

Pemateri pertama, Muhammadun As membawakan tema berita, feature, dan manajemen redaksi. Ia mengatakan, media merupakan cerminan kebudayaan masyarakat pembacanya. NU adalah salah satu pelopor koran di tahun 30-an ketika Mbah Wahab Hasbullah memimpin surat kabar ‘Soeara Nahdlatul Oelama.’ “Beliau memimpin selama sepuluh tahun,” ungkapnya.

Menurut dia, berita merupakan sebuah cerita realita yang dibingkai dengan prinsip 5W+1H. keenam pokok pertanyaan itu dibangun dengan dua pokok pertenyaan yakni mengapa (why) dan bagaimana (how). Layaknya sebuah rute, dua pokok tersebut kemudian dirangkai oleh kemampuan menarasikannya.

“Nah, kalau feature beda lagi. merupakan berita dalam bentuk investigasi. Feature dipelopori Gunawan Mohammad dari Majalah Tempo. Ada sisi subjektivitas pewarta ketika menulis feature. Ketika mengangkat berita tentang konflik sunni-syi’ah di Irak, misalnya, Gunawan memulainya dengan mengangkat konflik riil yang terjadi dalam sebuah keluarga lalu ditarik hingga menjadi masalah masyarakat dan negara.”

Sementara itu, Prof Chirzin membawakan tema menulis karya ilmiah dan buku. Ia mengisi sesi awal hingga akhir dengan praktik menentukan topik dan membuat kerangka sebuah buku. Setiap lima peserta lalu diminta berkelompok untuk mengangkat tiga judul buku yang hendak ditulis, kemudian divoting oleh anggota kelompok untuk dipilih salah satu. Setelah diskusi dan sharing, setiap kelompok diminta mempresentasikan salah satu judul beserta kerangka isinya. Usai presentasi, Chirzin mengajak peserta untuk terus menulis. “Mulailah menulis. Menulis dengan hati,” tegas Chirzin.

Pemateri terakhir Aguk Irawan MN mengajarkan cara menulis fiksi. “Menulis adalah sebuah keterampilan, dan keterampilan tidak akan ada tanpa latihan. Siapa yang rela bersusah payah, akan mendapatkan hasilnya dengan porsi yang sesuai,” ujar penulis novel ‘Haji Backpacker’ yang telah diangkat ke layar lebar ini.

Menulis itu, lanjut Aguk, merupakan kerja keras. “Teruslah menulis hingga ia menjadi jalan kebahagiaan. Inilah salah satu cara saya untuk bertasbih kepada Allah,” ungkapnya.

Salah satu peserta dari Pesantren Lingkar Studi Quran (LSQ) Ar-Rahmah Yogyakarta, Wildan Imaduddin Muhammad, menyambut baik penyelenggaraan sekolah menulis tersebut. “Acara ini bagus sekali. Jadi tambah motivasi untuk terus menulis,” ujar Wildan gembira. (Musthofa Asrori/Anam)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua