Mbah Muqoyyim, Kiai Rakyat Pendiri Buntet Pesantren
NU Online · Selasa, 15 November 2016 | 02:03 WIB
Cirebon, NU Online
Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putra Buntet Pesantren menggelar bedah buku Sang Kyai Rakyat karya Bintang Irianto. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional dan Hari Pahlawan.
Bedah buku yang digelar di aula MANU Putra pada Sabtu (12/11) menghadirkan penulisnya dan pemerhati sejarah Buntet H Farid Wajdi sebagai pembandingnya. Kegiatan ini dipandu guru bahasa Arab MANU Putra, R. M. Zidni Ilman.
Buku tersebut berkisah tentang perjalanan hidup Mbah Muqoyyim, pendiri Pondok Buntet Pesantren. Dia merupakan cucu dari Ki Lebeh Mangku Negara Warbita yang merupakan santri Sultan Demak Abdul Fatah. Ki Lebeh juga pernah nyantri ke Sunan Ampel, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga.
Ki Lebeh memiliki anak bernama Abdul Hadi dari pernikahannya dengan Nyi Gede Kerangkeng. Abdul Hadi yang disebut juga Anjasmara ini menikah dengan Anjasmani dan lahirlah Muqoyyim kecil.
Mbah Muqoyyim menggantikan ayahnya Abdul Hadi sebagai kadi di Keraton Kanoman. Namun pada akhirnya, ia keluar, meletakkan jabatannya karena VOC sudah mempengaruhi kebijakannya.
“Kiai Muqoyyim meletakkan jabatannya sebagai kadi dan keluar dari Keraton Kanoman dikarenakan VOC sudah mengubah dan mengganggu kebijakan-kebijakan keagamaan dan tradisi dengan menggunakan aturan-aturan mereka,” tulis Bintang dalam makalahnya.
Dari situlah, Mbah Muqoyyim kemudian mendirikan Pondok Buntet Pesantren pertama kali di Cimarati, Dawuhan Sela, Desa Buntet, sekitar 500 Meter dari Buntet Pesantren saat ini. Tak berapa lama, banyak orang berdatangan untuk mengaji berbagai ilmu ke Mbah Muqoyyim. Namun pesantrennya itu diketahui oleh Belanda.
Khawatir akan mengobarkan pemberontakan, Belanda pun menyerangnya. Tiba di pesantren, Belanda tak mendapati siapa pun di sana. Mbah Muqoyyim dan seluruh santrinya sudah mengetahui rencana penyerangan tersebut sehingga Mbah Muqoyyim berkelana lagi. Pesantren yang sudah tak berpenghuni itu lalu dibakar oleh Belanda.
Seusai berkelana ke berbagai daerah, yakni Tuk Cirebon, Pemalang, dan Aceh, Mbah Muqoyyim kembali lagi ke Buntet atas permintaan tamu dari kesultanan Cirebon untuk mengatasi penyakit yang mewabah di Cirebon. Mbah Muqoyyim mengajukan dua syarat untuk itu, yakni dipulangkannya kembali Pangeran Kanoman dan penguasa mendirikan masjid di wilayah Cirebon.
Dua syarat itu langsung dikabulkan Belanda. Akhirnya, ia kembali ke Buntet dan merintis kembali pesantren yang sempat ditinggalkannya selama beberapa tahun.
Para peserta sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Hal ini ditandai dengan banyaknya pertanyaan yang mengalir ke moderator. (Syakir Niamillah/Abdullah Alawi)
Terpopuler
1
Paus Fransiskus, Ia yang Mengurai Simpul Kehidupan dan Menyembuhkan Luka-luka Dunia
2
Jadwal Pemberangkatan Jamaah Haji Embarkasi Surabaya 2025
3
Data Hilal Rukyatul Hilal Awal Dzulqa'dah 1446 H
4
Hilal Teramati, LF PBNU Umumkan Awal Dzulqa'dah 1446 H Jatuh Esok
5
209 Orang Calon Jamaah Haji Asal Bungo Mulai Masuk Asrama pada 20 Mei
6
LPBI PWNU Jateng Terjunkan Tim Bantu Korban Bencana Tanah Gerak di Brebes
Terkini
Lihat Semua