Pesantren

Gus Solah: Di Pesantren Tidak Ada Dikotomi Ilmu

NU Online  ·  Sabtu, 23 Agustus 2014 | 15:14 WIB

Jombang, NU Online
Bagi KH Salahuddin Wahid yang lebih akrab dipanggil Gus Solah, tidak relevan lagi memperbincangkan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum. Meskipun tetap kukuh dengan pendalaman ilmuan keagamaan, kini pesantren telah terbuka dengan mensinergikan semua disiplin ilmu.
<>
Penegasan ini disampaikan Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur saat memberikan sambutan atas nama pengasuh pada peresmian SMA Trensains di Desa Jombok Kecamatan Ngoro Jombang (23/8). Sekolah ini merupakan perluasan dari Pesantren Tebuireng dari induknya yang berada di Cukir dan dinamai dengan Pesantren Tebuireng 2.

Bagi mantan anggota Komnas HAM ini, sejumlah pesantren telah mencoba melakukan sinergi antara ilmu umum dengan ilmu agama. Di Tebuireng sendiri, tahun 1940-an, KH Wahid Hasyim telah mendirikan Madrasah Nidzamiyah  yang secara khusus memperdalam pengetahuan bahasa dan sastra asing yakni Arab, Inggris, dan Belanda. Dapat dikatakan, kala itu pesantren ini telah mampu menjaga keseimbangan antara penguasaan ilmu agama dan ilmu umum. "Apa yang sekarang diresmikan, hanya melanjutkan ide yang dilakukan oleh Kiai Wahid Hasyim tujuh puluh tahun yang lalu," tandas Gus Solah.

Pengasuh ketujuh di Pesantren Tebuireng ini mencoba membandingkan bahwa para peraih hadiah nobel lebih banyak didominasi oleh kalangan nonmuslim. "Dari delapan ratus peraih hadiah nobel, hanya ada sepuluh saja yang beragama Islam," tandasnya. Itu pun hanya ada dua yang memiliki kualifikasi dari latar belakang sains, lanjutnya.

Karena itu keberadaan sekolah SMA Trensains ini diharapkan mampu mengisi kekurangan agar kaum muslimin juga mampu memberikan warna dan berprestasi khususnya dalam penguasaan sains dan teknologi. "Kita berharap, akan ada dari Indonesia para peraih nobel, entah kapan saatnya," terang Gus Solah. Karena itu, yang mendesak untuk dilakukan adalah bekerja dengan keras, bekerja dengan cerdas sehingga menghasilkan seperti yang diharapkan, lanjutnya.

Di hadapan sejumlah alumni, dewan guru, jajaran pengasuh pesantren se Jombang dan pejabat pemerintah, Gus Solah menyadari bahwa umat Islam khususnya negara muslim masih berkutat dengan persoalan dalam negeri yang rumit. "Kasus korupsi dan kemiskinan yang hampir merata di sejumlah negara muslim menjadi pekerjaan yang sangat berat," tandasnya.

Namun dengan modal ilmu pengetahuan, keberadaan lembaga pendidikan, sistem politik yang demokratis serta kondisi masyarakat yang memiliki karakteristik kuat, maka ketertinggalan itu diharapkan dapat dikejar. Dan pada saat yang sama, pesantren ternyata masih mendapat kepercayaan dari masyarakat. "Ini adalah modal penting bagi pesantren untuk memperbaiki keadaan," ungkap Gus Solah.

Dan kepercayaan masyarakat yang demikian tinggi kepada pesantren tentunya membawa konsekuensi. "Pesantren harus terlebih dahulu memperbaiki dirinya sendiri," katanya mengingatkan.

Bagi Gus Solah, apa yang telah dilakukan Pesantren Tebuireng dengan membuka SMA Trensains sebagai sumbangsih nyata yang memadukan unsur pengetahuan dan kemanusiaan demi mengejar ketertinggalan umat Islam. Karena itu ia sangat berterima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu. Dengan terbuka, Gus Solah menyebut Bank Mandiri, BRI dan pimpinan sekolah  sebagai pihak yang telah memberikan perhatian dan sumbangsih nyata bagi berdirinya sekolah ini.

Hadir pada peresmian ini antara lain Menteri Agama RI H Lukman Hakim Saifuddin, pimpinan Bank Mandiri, BRI, Wakil Bupati Jombang, pimpinan pesantren dan lembaga pendidikan di Jombang serta para wali murid dan alumni Pesantren Tebuireng. Peresmian sekolah ditandai dengan pemukulan bedug oleh Menteri Agama RI. (Syaifullah/Abdullah Alawi)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua