Probolinggo, NU Online
Pesantren Bani Rancang ini terletak di Desa Lemah Kembar Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo. Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren salafiyah yang kini diasuh oleh KH Ahmad Siddiq ini terus berbenah diri, terutama pendidikan yang ada di lembaganya. Hal ini dilakukan supaya lulusan lembaga tersebut, mampu bersaing di tengah arus globalisasi. <>
Namun begitu, Kiai Siddiq terus mengajarkan pola hidup sederhana kepada santrinya. Menurutnya, pola hidup yang sederhana ini merupakan sebuah perilaku yang selalu dianjurkan oleh Rasulullah SAW. “Beginilah hidup saya, sederhana saja yang penting bahagia dan dekat kepada Allah SWT. Saya ingin mencontoh kehidupan dari Rasulullah SAW,” ujarnya kepada NU Online, Kamis (18/7).
Kesederhanan dari Kiai Siddiq terlihat dari rumah miliknya tanpa adanya sebuah kursi mewah, bahkan di ruang tamunya hanya dipasang hamparan karpet. Serta atap langit-langit rumah miliknya terbuat dari anyaman bambu yang sudah mulai lapuk dan bolong.
“Saya ingin memberikan contoh langsung pola hidup sederhana ini kepada para santri yang mondok di pesantren ini. Paling tidak para santri akan tergerak untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Menurut Kiai Siddiq, pola kehidupannya juga diajarkan kepada santri-santrinya. Terutama yang berkaitan pada masalah makan sehari-harinya. Mereka setiap hari hanya mendapatkan makanan yang sederhana. Dengan komposisi nasi merah putih atau nasi jagung serta lauk pauknya hanya tahu tempe.
“Menu makanan saya juga sama dengan para santri. Jadi santri yang di rumahnya jarang menemui makan seperti itu. Terkadang mereka mencari makan di warung seperti nasi pecel dan rawon,” terangnya.
Bahkan dari segi pakaian yang digunakan oleh Kiai Siddiq sangat sederhana sekali. Menurutnya untuk masalah pakaian yang penting bersih dan suci dan bisa dibuat untuk beribadah. “Jadi nggak ada yang mahal untuk baju dan sarung saya,” tuturnya.
Saat ini, jumlah santri yang tercatat di pesantren tersebut kurang lebih 325 santriwan-santriwati dan santri yang tidak menetap atau menginap di pondok sekitar 230 santri. Biaya keseharian santri mulai dari makan hingga biaya sekolah, 90 persen ditanggung oleh pesantren.
Para santri hanya dibebani biaya sebesar Rp30 ribu rupiah setiap bulan. Untuk mencukupi kekurangan Rp6 juta itu, pengasuh merelakan sawah seluas 2 hektar miliknya dijual tahunan ke petani sukses yang ada di daerahnya.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor : Syamsul Akbar
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
3
Gus Yahya Dorong Kiai Muda dan Alumni Pesantren Aktif di Organisasi NU
4
MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara
5
Pemerintah Perlu Beri Perhatian Serius pada Sekolah Nonformal, Wadah Pendidikan Kaum Marginal
6
KH Kafabihi Mahrus: Tujuan Didirikannya Pesantren agar Masyarakat dan Negara Jadi Baik
Terkini
Lihat Semua