Pendidikan Islam

Pesantren Maslakul Huda Pencetak Pakar Ushul Fiqh

NU Online  ·  Kamis, 19 November 2015 | 07:01 WIB

Pesantren Maslakul Huda (PMH) Putra Polgarut Utara Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, merupakan peninggalan Almaghfurlah KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh, Rais Aam Syuriah PBNU tiga periode (1999-2004, 2004-2010, 2010-2014). Kiai Sahal meneruskan kepemimpinan pesantren ini dari paman dan ayahnya.<>

Secara historis, berdirinya Pesantren Maslakul Huda tidak diketahui pasti. Namun, rintisan cikal bakal PMH dapat dipastikan sudah muncul sekitar tahun 1910-an. Waktu itu, Kiai Mahfudh Salam (ayah Kiai Sahal Mahfudh) selesai menimba ilmu dari Makkah. Ia lalu menyempatkan diri tabarukan (belajar ulang) sebentar kepada Hadratusy Syeikh KH M Hasyim Asy’ari Tebuireng.

Saat itu, Kiai Mahfudh sudah diberikan kesempatan mengajar oleh Kiai Hasyim Asy’ari. Ketika ia minta diri pulang kampung untuk merintis pesantren di Kajen, beberapa santri yang dulu menjadi muridnya di Tebuireng mengikutinya dan menjadi santri pertama di Maslakul Huda.

Dalam perjalanannya, pesantren ini mengalami tiga kali pergantian pengasuh. Setelah KH Mahfudh Salam wafat, lalu digantikan adiknya, KH Ali Mukhtar. Kemudian, kendali pesantren dipegang KH MA Sahal Mahfudh.

Kiai Sahal dikenal melalui sejumlah karyanya sebagai ulama ushul (ahli Ushul Fiqh). Kiai nyentrik ini merupakan satu dari sedikit ulama yang memberi perhatian khusus bagi perkembangan Ushul Fiqh.

Hal tersebut terlihat dari dua karyanya di bidang Ushul Fiqh: al-Bayanul Mulamma’ ‘An Alfadzil Luma’ yang merupakan catatan tambahan (hasyiah) atas kitab al-Luma’ karya Imam al-Syairazi (w. 476 H) dan kitab Thariqatul Hushul ‘ala Ghayatil Wushul. Karya kedua ini merupakan hasyiah atas kitab Ghayatul Wushul karya Syeikh Zakariya al-Anshari (w. 926 H).

Selain menelurkan dua karya penting di bidang Ushul Fiqh tersebut, Mbah Sahal juga giat menggalakkan pendalaman ilmu ini bagi civitas pesantren. Dalam pelbagai makalahnya yang dibukukan dalam “Nuansa Fiqh Sosial”, misalnya, sangat jelas menunjukkan bahwa bagi pemerhati Fiqih, mendalami Ushul Fiqh merupakan keniscayaan untuk menjaga agar hukum Fiqih tetap dinamis dan kontekstual.

Tanpa Ushul Fiqh, lambat laun Fiqih akan jatuh ke jurang rigiditas dan kejumudan. Melalui Ushul Fiqh dimungkinkan kontekstualisasi dalam melakukan istinbath dan ilhaq hukum Fiqh. Ushul Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu pokok dalam konstelasi keilmuan Islam, khususnya di bidang hukum Islam atau hukum syariah.

Melalui pendalaman ilmu Ushul Fiqh, diyakini mampu membangun konstruksi pemikiran hukum fiqh secara benar, sistematis, dan utuh. Pasalnya, dalam ilmu Ushul Fiqh dikaji landasan-landasan hukum Fiqih, metodologi penggalian hukum (istinbath al-hukm) dan standarisasi elemen-elemen yang terlibat dalam pengambilan hukum Fiqh.

Tidak hanya berkarya soal Ushul Fiqh, Kiai Sahal tiap pengajian Ramadhan juga membaca kitab-kitab Fiqh, misalnya, al-Asbah wa al-Nadzair di bidang Qawaid Fiqhiyah, sebagai perangkat utama mengkaji Fiqh. Para santri sangat antusias menyimak pembacaan kitab tersebut tiap tahunnya. 

Pesantren Takhassus Ushul Fiqh

PMH Putra yang didirikan oleh Kiai Sahal sudah sewajarnya memiliki ikatan keilmuan dan emosional yang sangat kuat terhadap cicit Syeikh Ahmad Mutamakkin ini. Terobosan penting yang digagas pesantren ini agar para santri lebih mengenal pemikiran dan gagasan Kiai Sahal adalah menginisiasi “Pesantren dengan Program Khusus Pendalaman dan Pengembangan Fiqh dan Ushul Fiqh”.

Penerus PMH Putra KH Abdul Ghoffar Rozien mengatakan, pesantren ini hendak menindaklanjuti gagasan dan warisan ide Kiai Sahal tersebut. Pesantren takhassus ini merupakan upaya untuk menggali pemikiran dan meneruskan ide Kiai Sahal tentang gagasan Fiqh Sosial.

Bagi Gus Rozien, sapaan akrabnya, ke depan pesantren perlu mengembangkan kekhasan (distinction) masing-masing karena hampir semua pesantren memiliki potensi tersebut. “Jadi, kekhasan itu bisa di bidang keilmuan, keahlian, pemikiran, atau lainnya,” ujarnya.

Pesantren Maslakul Huda, lanjut Gus Rozien, melihat bahwa Ushul Fiqh di samping menjadi bidang keahlian Kiai Sahal, juga sangat penting untuk para santri melatih cara berpikir logis-sistematis. Pasalnya, mempelajari Ushul Fiqh berarti juga mempelajari ilmu pendukungnya seperti nahwu, sharaf, balaghah, mantiq, dan qawaid. “Kesemuanya itu sangat rasional,” tegasnya.

Menurut Gus Rozien, menguasai dasar ilmu Ushul Fiqh sama saja membekali para santri perangkat riset keilmuan Islam yang sangat dibutuhkan saat ini. “Saya berharap, pesantren takhassus ini mencetak para santri yang tidak hanya menguasai ilmu hukum Islam dengan kepakaran di bidang fiqh dan ushul fiqh. Namun juga menjadi penggerak masyarakat,” harapnya.

Ketua PP Rabithah Ma’ahid Islamiyah PBNU ini menambahkan, pesantren ini dikhususkan bagi para santri yang sudah menguasai teks-teks keagamaan yang membutuhkan pendalaman dalam memahami Fiqih dan Ushul Fiqh. (Musthofa Asrori)

Terkait

Pendidikan Islam Lainnya

Lihat Semua