Mengurangi Kecelakaan di Jalan, Belajar dari Swedia
NU Online · Selasa, 13 Mei 2025 | 15:22 WIB
Septian Pribadi
Kolomnis
Kematian adalah kepastian, suatu yang tak bisa dihindari siap pun. Namun, kadang kematian dalam tragedi kecelakaan dalam perjalanan kerap menyisakan pilu bagi keluarga. Kadang, kecelakaan yang menimpa seorang tokoh, semisal pemuka agama, kematian tak hanya ditangisi keluarga, tapi umatnya. Kabar terbaru, KH Alamuddin Dimyati Rois (Pengasuh Pesantren Al-Fadllu wal Fadhilah Kaliwungu Kendal), kiai muda asal Kendal, wafat setelah kecelakaan di perjalanan menimpanya.
Lebih dari itu, jika kecelakaan menimpa seorang pemuka agama, yang memilukan adalah kocar-kacirnya sekian banyak program penting yang sedang digarap sebuah pesantren. Kadang kehilangan kiai seumpama “raja” yang berarti “runtuh”-nya kerajaan itu sendiri.
Betapa banyak pesantren yang kehilangan daya tariknya ketika seorang pimpinannya meninggal dunia. Bahkan tidak sedikit yang mengalami keruntuhan di tengah banyaknya umat menggantungkan nasib pendidikan anak-anaknya untuk bisa fokus belajar agama.
Menyelamatkan Orang dari Kecelakaan
Saya tidak ingin menyoroti kesalahan sopir. Kesalahannya di perjalanan kadang tak dapat dihindari dan itu mungkin akan sering terjadi. Yang bisa diupayakan bersama adalah menghindari munculnya korban jiwa dan cedera serius akibat kecelakaan.
Ini soal regulasi dan bangsa Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang memiliki angka kecelakaan terendah di dunia, salah satunya Swedia. Sejak tahun 1999, Parlemen Swedia membentuk program keselamatan jalan dengan nama Vision Zero. Program ini menggunakan pendekatan safe system.
Baca Juga
Kewajiban Menolong Korban Kecelakaan
Secara sederhana, pendekatan safe system tidak berfokus pada pengemudi seperti penggunaan sabuk pengaman atau semacamnya, melainkan titik tekan pendekatan ini adalah meningkatkan keamanan semua bagian sistem mobilitas untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan fatal.
Artinya, pendekatan yang dilakukan Swedia ini mengalihkan tanggung jawab dari pengguna jalan ke perencana kota dan pejabat yang merancang jalan. Secara mendasar, desain jalan akan sangat berdampak pada perilaku manusia. Dan banyak sekali jalan yang kita temui dirancang untuk memaksimalkan kecepatan yang justru hal itu membahayakan pengguna.
Saya bukan ahli soal tata kelola kota apalagi desain jalan raya. Namun, saya kira pemerintah perlu mempelajari lebih serius terkait tata kelola mobilitas kendaraan untuk meminimalisasi kecelakaan terjadi. Salah satunya melalui Vision Zero (safe system) yang dilakukan oleh Swedia.
Sistem ini sudah diadopsi oleh banyak negara seperti Amerika, Belanda, dan Norwegia. Bahkan menurut World Resources Institute (WRI) Indonesia, sistem ini bisa diadaptasi dan cocok dengan negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kolombia mencoba menerapkan sistem ini di Bogota dan hasilnya mengurangi korban kecelakaan sebanyak 8 persen hanya dalam satu tahun.
Kemudian Mexico City juga berhasil mengurangi 14 persen angka kematian akibat kecelakaan selama dua tahun terakhir. Masih melansir dari WRI, kecelakaan adalah krisis kesehatan manusia dan ekonomi. Biaya yang harus ditanggung akibat tabrakan lalu lintas diperkirakan sekitar 5 persen dari produktivitas ekonominya. Hal itu berarti sama seperti jika negara mengalami resesi terus-menerus.
Safe System
Safe system adalah sebuah pendekatan untuk untuk mengurangi resiko kecelakaan. Pendekatan ini tidak berfokus pada bagaimana manusia melakukan kesalahan, tetapi mengapa pertahanan sistem gagal mengantisipasi ketika kesalahan terjadi. Secara sederhana pendekatan ini mengarahkan kita untuk berbicara lebih komprehensif untuk mengurangi angka kecelakaan di jalan.
Ada hal menarik dari pendekatan ini yang perlu menjadi paradigma bersama, yaitu keselamatan di jalan adalah hasil interaksi berbagai komponen yang membentuk suatu sistem yang dinamis. Yaitu keselamatan di jalan tidak hanya tanggung jawab pengguna jalan, tetapi juga perancang sistem (pemerintah, insinyur, perencana kota, dan institusi lain yang bersangkutan).
Pendekatan ini menjadi menarik karena yang dirancang bukan secara parsial, tetapi pendekatan komprehensif dengan membuat program manajemen (sistem). Artinya ada tanggung jawab bersama yang harus dipersiapkan untuk menanggulangi kecelakaan. Perlu ada desain jalan, manajemen kecepatan, regulasi kendaraan, penegakan hukum, dan respon pasca kecelakaan.
Ada hal yang menurut saya menarik dari buku panduan safe system ini yang berjudul ''Sustainable & Safe, A Vision and Guidance for Zero Road Deaths”, yaitu tentang hubungan kecepatan kendaraan dan risiko kematian pejalan kaki.
Apabila kecepatan kendaraan 30km/jam, risiko kematian pejalan kaki <10%. Bila kecepatan 30-50 km/jam, risiko kematian meningkat 40-80%. Di atas 50 km/jam, risiko kematian mendekati 100% karena energi tumbukan melebihi toleransi tubuh manusia.
Swedia menerapkan batas kecepatan ini, yaitu 30 km/jam di zona permukiman dan hasilnya mengurangi fatalitas pejalan kaki hingga 50%. Ada beberapa upaya yang dimunculkan safe system agar pengendara mengurangi kecepatannya.
Seperti dalam bentuk fisik membuat speed humps (polisi tidur), persimpangan bundaran yang bisa mengurangi tabrakan samping 70-90%, dan trotoar menyempit. Selain fisik ada kecepatan berbasis zona, untuk daerah urban/kota maksimal 50km/jam di jalan utama, untuk area sekolah/perumahan maksimal 30km/jam. Sedangkan untuk rural/desa maksimal 70km/jam dengan median pemisah untuk hindari tabrakan frontal.
Ada hal lain lagi selain itu, yaitu teknologi dan penegakan hukum. Negara yang sudah memakai Safe System memakai speed cameras yang diletakkan di banyak spot. Seperti lokasi rawan seperti zona sekolah. Selain itu mereka juga menerapkan Intellegent Speed Adaptation (ISA), sebuah sistem pembatas kecepatan otomatis yang ditanam di kendaraan.
Safe System adalah pendekatan besarnya, adapun Vision Zero (Swedia), Every Accident is Onee too Many (Denmark), Vida no Transito (Brazil), National Road Safety Strategy (Ghana) adalah variasi nama untuk menyebut safe system ini.
Indonesia perlu serius menggarap sistem komprehensif untuk menciptakan keselamatan jalan. Sudah banyak negara berkembang yang mengadaptasinya dan menuai hasil. Dengan catatan muncul kordinasi yang sejalan antar banyak lini. Tapi entah lah, pengalaman kita cukup banyak tentang Indonesia yang sering gagal untuk berjalan bersama-sama meski sudah banyak orang meregang nyawa.
Terpopuler
1
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
2
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
3
Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Beasiswa PBNU ke Maroko 2025, Cek di Sini
4
Kronologi 3 WNI Tertangkap di Gurun Pasir Hendak Masuk Makkah, 1 Orang Meninggal
5
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
6
Alasan Tanggal 11-13 Dzulhijjah Disebut Hari Tasyrik dan Haram Berpuasa
Terkini
Lihat Semua