Opini

Mengapresiasi Prestasi Tarbiyatul Wathon Gresik

NU Online  ·  Selasa, 25 September 2018 | 08:00 WIB

Oleh: Achmad Faiz MN Abdalla 

Sepekan terakhir, masyarakat Gresik dihebohkan torehan tiga pelajar Madrasah Tsanawiyah Tarbiyatul Wathon Campurejo, Panceng, yang menjuarai lomba robotik di Malaysia. Tiga pelajar itu memenangi ajang Internatonal Islamic School Robot Olimpiad 2018, yang diselenggara Internatonal Islamic University Malaysia (IIUM) beberapa waktu lalu.

Tarbiyatul Wathon, sebuah madrasah tua berkultur NU di pesisir barat Gresik. Sekolah ini dirintis sekitar tahun 1940-an. Pelakunya adalah santri-santri Tebuireng, Tambakberas, Langitan dan Tebuwung. Setelah menamatkan pendidikan di pesantren, mereka kembali ke kampung halamannya. Mengabdikan diri untuk warga sekitar. 

Bermula dari kegiatan langgar, lantas berdirilah madrasah pada tahun 1950. Mula-mula ibtidaiyah, lalu menjalar ke tsanawiyah, aliyah, diniyah, bahkan pondok pesantren. Seluruh penjuru Panceng kala itu, berbondong ke Campurejo untuk bersekolah. Sejak itu, lahirlah merata kader-kader pendidikan di Panceng. Hingga kemudian masing-masing desa mampu mendirikan madrasah.

Karena itu, kontribusi madrasah ini terhadap pembangunan civil society, terutama pendidikan di Panceng, tak terbantahkan. Sekaligus bukti komitmen wathoniyah warga NU. Itu bahkan berlangsung sebelum negara ini berdiri. Saat pemerintah belum mampu menjangkau, madrasah ini telah menjadi motor pemenuhan hak pendidikan warga.

Menuju Pendidikan Responsif

Seiring berjalan, madrasah ini sadar, bahwa ruang masyarakat telah berubah. Ia pun beranjak, bersesuai dengan konteks sosiologis masyarakat. Dari semula sekedar wadah pembelajaran agama Islam, lantas mengakomodir anasir-anasir pendidikan modern. Terutama di tengah derasnya arus industrialisasi pesisir Gresik-Lamongan. 

Kegiatan robotik pun diintrodusir ke dalam sistem pengajaran. Bermula dari itu, madrasah ini mulai akrab dengan kontes-kontes robotik. Mulanya di tingkat kabupaten, nasional, sampai kemudian internasional. Jejak digital menunjukkan, bahwa madrasah ini pernah menjuarai kontes robotik nasional di Universitas Jember dan pernah berkompetisi di Singapura.

Namun sesungguhnya yang menarik, adalah ide yang diusung robot itu. Yakni upaya solutif kebutuhan masyarakat sekitar. Ide robot itu terinspirasi dari kegiatan masyarakat pesisir untuk mencari kerang dan simping di dasar laut. Karenanya, robot itu didesain untuk dapat  mengidentifikasi benda-benda di dasar laut lalu memindahkannya ke daratan.

Dengan kondisi geografis serta sosiologis masyarakat Panceng, khususnya Campurejo, yang banyak bermata pencaharian sebagai nelayan, diharapkan robot itu bermanfaat bagi masyarakat. Karena itu, upaya kreatif tersebut tak cukup dilihat secara prestatif, melainkan juga upaya inovatif  mengomunikasikan karya ilmu pengetahuan terhadap persoalan di masyarakat.

Artinya, prestasi itu patut diapresiasi sebagai upaya mewujudkan pendidikan responsif. Yakni pendidikan yang merefleksikan kondisi dan persoalan terkini di masyarakat. Inilah yang menurut penulis, sejauh ini kurang terlihat di Panceng. 

Secara umum, Gresik merupakan kawasan industri. Gresik tak saja dikenal karena beradanya makam-makam wali, seperti Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri atau Siti Fatimah Binti Maimun. Sebagai kota bandar tua, ia tak saja memiliki kesan historis, tapi pula memainkan peran strategis perekonomian dan pembangunan di Pulau Jawa.

Terlebih Panceng yang berbatas dengan Lamongan. Sementara sepanjang pesisir Lamongan, berangsur telah menjadi poros baru perekonomian Jawa Timur. Di tempat yang dahulu dihuni Syekh Maulana Ishaq, yakni Tanjung Pakis, kini dibangun megaproyek pelabuhan serta kompleks logistik perusahaan migas dan pusat industri perkapalan di Jawa.  

Panceng pun lalu diapit dua pelabuhan besar, seiring berdirinya pelabuhan bertaraf internasional JIIPE di Manyar, Gresik. Perlahan, Panceng mulai terjepit oleh proyeksi industri tersebut. Lahan-lahan di sepanjang jalur Daendels yang melintasi Panceng, kini mulai diratai pabrik dan pergudangan. Dalam zonasi pembangunan Gresik sendiri,  Panceng diproyeksi sebagai kawasan agropolitan dan agroindustri, dan minapolitan.

Metode yang diperguna untuk membangun kawasan, ialah triple helix plus. Yakni sebuah konsep kekuatan potensial untuk membangun inovasi dan kekuatan ekonomi yang melibatkan pemerintahan, industri, masyarakat, dan perguruan tinggi. Karena itu tak lama lagi, akan berdiri kampus E Universitas Airlangga di Panceng. Wacana Panceng Kota Baru pun mengemuka.

Lantas, di tengah gencarnya pembangunan itu, apa yang dapat ditawarkan madrasah-madrasah NU?  Strategi apa yang diperlukan? Ini yang penting dipikirkan bersama. Bagaimana madrasah-madrasah NU tak sekedar berkutat pada prinsip almuhafadatu ala alqadim salih. Tapi bersama itu, bagaimana mampu menampilkan diri sebagai gerakan alakhdu bi aljadid alashlah. 

Bukti Komitmen Kemaritiman

Hal menarik lain dari prestasi itu, tentu spirit kemaritiman yang diusung. Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim dunia. Secara historis, hal itu dapat dirujuk pada kejayaan kerajaan seperti  Majapahit di masa lampau.  Itu yang lantas dipertegas Presiden Jokowi melalui program poros maritimnya.

Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis untuk menjamin konektifitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim. Berbagai upaya pun telah diwujud, seperti perubahan nomenklatur kementerian, juga yang paling sering kita lihat, yaitu penenggelaman kapal illegal fishing.

Namun menurut Hikmahanto Juwana, tak kalah penting dari itu semua, ialah pentingnya menjadikan poros maritim sebagai visi keindonesiaan. Bukan sekedar visi pemerintah. Artinya, poros maritim harus menjadi kesadaran kewargaan, terutama generasi muda. 

Dengan begitu, generasi bangsa Indonesia menjadi sadar akan potensi negara ini sesungguhnya. Lebih-lebih, mampu menjadikannya sebagai inspirasi untuk berkarya. Maka sekali lagi, prestasi yang dicapai Madrasah Tarbiyatul Wahton itu tak saja membanggakan, tapi juga membahagiakan di tengah upaya kita membangun kembali kejayaan maritim. 

Penulis adalah Mahasiswa PKPA Fakultas Hukum UGM 2018.