Opini

Kritik Nalar Komunis

Sel, 12 Oktober 2021 | 06:00 WIB

Kritik Nalar Komunis

Komunisme secara ekstrem menghapus hak milik individu dan kelompok menjadi hak komunal milik negara.

Dalam film biografis tokoh Marxist Kuba Che Guevara, terdapat dialog menarik di akhir cerita. Disebutkan ketika komplotan bersenjata Che Guevara melarikan dari kejaran tentara Amerika di Bolivia, mereka masuk ke sebuah desa dan bersembunyi di rumah kakek tua. Memergoki mereka, sang kakek berkata, “Kamu berperang membela rakyat, tapi bagaimana setiap kamu datang semua kambing pada kabur”.

 

Dialog akhir film Hollywood 1969 ini—yang dibintangi aktor kawakan Omar Sharif asal Mesir—menggambarkan perspektif yang bertolak belakang antara rakyat jelata dan pengikut Guevara. Perjuangan membela rakyat kecil ternyata tidak berarti apa-apa bagi mereka. Alih-alih memperjuangkan nasib rakyat tertindas, mereka bahkan kabur hingga kambing-kambing ikut ketakutan saat milisi komunis datang. Meski film ini diproduksi kapitalis Amerika, namun sebagai pekerja seni, setidaknya ada kesadaran tentang objektivitas dan tidak begitu saja menyerang komunisme lewat film. Apa yang tertulis dalam skenario setidaknya ekspresi rakyat jelata atas perjuangan komunisme. Yaitu bahwa mereka ternyata tidak merasakan apa-apa kecuali petaka dari perjuangan itu.

 

Komunisme yang misi utamanya menghapus kemiskinan, adalah idealitas yang absurd yang potensial melahirkan ekstremitas. Ini lantaran bahwa menghapus kemiskinan dan membela nasib rakyat jelata adalah tujuan yang teramat mulia yang memungkinkan orang untuk memperjuangkannya mati-matian bahkan hingga tega membunuh lawan dan yang tidak sepaham dengannya. Sebuah tingkatan ekstrem dalam perjuangan ideologi. Karl Marx demi nilai mulia lupa bahwa dia memiliki keterbatasan dan keluar dari relativisme kebenaran sains yang semestinya dianut.

 

Karl Marx dengan serta merta memandang orang kaya atau kaum pemodal (kapitalis) sebagai dalang di balik penderitaan kaum miskin. Orang kaya dituduh telah mengeksploitasi keringat si miskin dan menari di atas penderitaan mereka. Dominasi kaum pemodal semakin memperkuat cengkeraman itu hingga si miskin tidak berdaya dan terus bergantung pada mereka.

 

Dalam teori produksi, semakin besar produksi semakin mungkin biaya ditekan sehingga harga jual semakin murah. Orang yang bermodal mampu melakukan itu lewat pengadaan mesin yang bisa melipatgandakan produksi sehingga harga jual semakin murah. Kenyataan ini semakin menguntungkan pemilik modal dan semakin merugikan orang miskin sehingga menurut Karl Marx, harus dilawan dengan paksa lewat revolusi. Inilah yang oleh Karl Marx disebut dengan konflik abadi antarkelas sosial yang selalu terjadi dalam sejarah manusia. (F. Angels, Pendahuluan Manifesto Komunis, 1883).

 

 

Untuk selanjutnya, setelah orang kaya diperangi dan dilenyapkan, kelas bawah diangkat untuk menduduki posisi yang lebih baik sebagai penguasa sektor produksi.

 

Agar aman dari munculnya orang kaya yang mampu menguasai sektor industri yang bergantung padanya nasib ribuan bahkan jutaan orang, sektor usaha swasta dihilangkan dan diambil alih oleh negara. Semua aset swasta dikuasai dan dikelola negara agar keuntungan yang besar dari industri massal tidak jatuh ke tangan perorangan yang bisa menjadikannya sangat kaya fantastis sundul langit. Jatuhnya keuntungan besar itu ke negara diharapkan akan menghilangkan jurang ketimpangan itu dan membagikannya ke mayoritas rakyat secara adil.

 

Lebih jauh lagi, sistem kepemilikan individu dihilangkan. Setiap orang tidak memiliki apa yang dia miliki secara penuh. Ini untuk menjamin agar kepemilikan atas sesuatu tidak menjadi modal yang bisa dia kembangkan untuk memperkaya diri sendiri. Harta yang ada adalah harta milik bersama yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain juga. Anda tidak kuasa atasnya tapi negara yang berkuasa untuk dimanfaatkan dan dipindahkan manfaatnya kepada yang membutuhkan. “Setiap orang melakukan sesuai kemampuan yang akan dibagikan sesuai kebutuhan” (From each according to his ability, to each according to his needs). Orang yang berkontribusi besar, bagi komunis, tidak berarti dia berhak mendapat imbalan besar sehingga dia bisa kaya raya. Baginya sebatas kebutuhan dan fasilitas yang diperlukan sesuai jabatan. Pejabat tinggi komunis diberi fasilitas mobil karena itu kebutuhannya. Ia bukan sebuah kemewahan atau luxury yang merupakan kebanggaan kaum kapitalis.

 

Inilah yang membedakan komunisme dengan sosialisme—apalagi kapitalisme, di mana kontribusi individual tidak mendapat imbalan materi akumulatif. Komunisme secara ekstrem menghapus hak milik individu dan kelompok menjadi hak komunal milik negara. Hak atas tanah diambil alih oleh negara seperti kata Karl Marx dalam pendahuluan manifesto versi Rusia 1882. Semua warga negara adalah anggota komunitas yang satu sama lain adalah saudara senasib sepenanggungan. Kekayaan yang ada adalah milik bersama bukan milik individu siapa pun. Semua sama rata sama rasa tidak ada yang lebih kaya satu dari yang lain. Unsur kesetiaan kelompok (komunal) di atas segalanya. Kesetiakawanan yang sampai pada tingkat penghilangan hak individu inilah yang membedakan komunisme dari ideologi yang lain. Kesetiakawanan yang lazim ada dalam komunitas mana pun tapi dalam komunis ia ekstrem.

 

Dalam sejarah perjuangan berdirinya negara atau bangsa, kesetiakawanan adalah modal utama. Pengorbanan untuk kepentingan yang lebih besar menemukan dan terbentuklah kesadaran komunal yang mengalahkan kepentingan individu. Dalam sejarah awal penyebaran agama, kesadaran komunal menjadikan anggota yang kaya memberikan bahkan semua yang dimiliki untuk perjuangan agama. Dalam sejarah pembangun komunitas muslim di Madinah, saat hijrah dari Makkah ke Madinah, muslim Madinah menyambut dan berebut menampung saudara muslim dari Makkah. Bahkan di antara mereka yang miskin yang tidak memiliki makanan membiarkan dirinya lapar untuk diberikan kepada saudaranya seiman pendatang dari Makkah. Kesadaran komunal begitu tinggi, persaudaraan seiman mengalahkan segalanya. Hingga Rasulullah mengingatkan agar jangan juga semangat itu mengakibatkan kamu melupakan nasib anak-anakmu. Rasulullah berkata kepada Sa’ad b. Abi Waqqas yang dalam keadaan sakit yang ingin memberikan 2/3 hartanya untuk perjuangan Islam: “Sepertiga untuk disedekahkan itu sudah banyak. Engkau meninggalkan keturunanmu dalam keadaan kaya lebih baik daripada mereka terlantar mengais belas kasihan orang lain” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Hadits ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk kebajikan, tidak menghilangkan keseimbangan berpikir untuk kepentingan yang lain. Sa’ad bin Abi Waqqas tergolong kaya. Dia hanya memiliki anak satu perempuan, tapi ketika dia mau memberikan sebagian besar hartanya untuk perjuangan Islam, dia dilarang. Ini menunjukkan bahwa semangat perjuangan jangan sampai mengabaikan hak individu. Tidak boleh atas nama kepentingan orang banyak mengambil dengan semena-mena hak milik warga dan menghilangkan hak milik individu. Ekstremitas perjuangan tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

 

Achmad Murtafi Haris, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya