Oleh Moh. Safrudin
Ketika terjadi konflik dan kerusuhan, selalu saja oleh para pengamat disimpulkan bahwa hal itu disebabkan oleh adanya kesenjangan. Seolah-olah kesenjangan memang benar-benar menjadi sebab setiap terjadi konflik dan kerusuhan. Selain itu, pihak yang dipersalahkan adalah pemerintah. Dianggap bahwa, pemerintah belum mampu mengurangi jarak kesenjangan itu, hingga mengakibatkan konflik dan kerusuhan terjadi di mana-mana. Tidak terkecuali adalah peristiwa kerusuhan yang menimpa kelompok syi’ah di Sampang akhir-akhir ini.
<>
Kesenjangan rupanya sudah menjadi sunatullah. Di dunia ini selalu saja ada orang pintar dan orang kurang pintar, ada orang kuat ada pula yang lemah, ada yang kaya dan ada yang miskin, dan bahkan ada yang baik dan selalu saja ada orang yang kurang baik. Kedua masing-masing jenis itu selalu ditampakkan oleh Dzat Yang Maha Pencipta. Begitu pula, ada konflik dan kerusuhan dan ada pula di antara orang-orang yang saling berbagi kasih sayang. Bahkan juga ada yang selalu sehat dan sebaliknya, ada yang selalu sakit-sakitan.
Kita semua menghendaki agar di tengah-tengah masyarakat selalu terjadi kedamaian, tidak ada kesenjangan, tidak ada yang miskin, semua saling kasih mengasihi, dan semua sehat. Boleh-boleh saja keinginan itu muncul. Akan tetapi cita-cita mulia seperti itu ternyata tidak pernah terwujud. Keadaaan indah seperti itu, hanya ada pada dunia ide atau bayang-bayang pada setiap orang.
Tuhan menciptakan kehidupan ini dalam keadaan berbeda-beda sebagaiomana dikemukakan di muka. Atas dasar perbedaan itu maka muncul pula proses-proses sosial. Di masyarakat terjadi saling konflik dan kerusuhan, kompetisi, berintegrasi, dan yang satu mengkooptasi yang lain. Demikian pula di antara menghegeminik, saling menguasai, dan bahkan menjajah dan memeras. Hal-hal seperti itu adalah bersifat alami atau disebut sebagai sunnatullah.
Atas dasar kenyataan seperti itu, manusia lewat pemimpinnya, ditantang untuk mengelola kehidupan sosial sebaik-baiknya. Manakala tidak ada proses-proses sosial itu, maka tidak akan terjadi dinamika sosial. Masyarakat akan mandek dan mungkin menjemukan. Sebagai contoh, manakala tidak ada orang sakit, maka orang tidak terinspirasi mendirikan rumah sakit, tidak ada orang belajar tentang kesehatan hingga menjadi dokter. Manakala tidak ada kejahatan, maka tidak akan perlu polisi, manakala tidak ada perang maka juga tidak dibutuhkan tentara, dan seterusnya. Semua itu ada, ternyata oleh karena memiliki fungsi-fungsi sosial dalam kehidupan ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah konflik dan kerusuhan sebagai bagian dari proses-prtoses sosial itu selalu saja disebabkan oleh kesenjangan. Kita lihat saja bukti-bukti berikut. Di kota-kota besar, kita saksikan gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi, namun di sebalahnya juga terdapat gubug-gubug reot beratapkan plastik atau seng, dan berdinding seadanya. Ada orang yang setiap bulan berpenghasilan ratusan juga rupiah, tetapi sebaliknya ada orang yang berpendapatan puluhan ribu rupiah saja. Ada yang memiliki beberapa mobil mewah tetapi juga ada yang sekedar sepeda ontel saja tidak mempunyai, dan seterusnya.
Kesenjangan yang sedemikian jauh itu telah terjadi di mana-mana, tetapi ternyata kehidupan tetap berjalan. Padahal yang kaya belum tentu peduli pada yang miskin, yang pintar juga kadang justru memanfaatkan yang bodoh, dan bahkan ada pihak-pihak tertentu justru menjadi untung oleh karena ada orang sakit. Keadaan sem ua itu secara umum diterima oleh masyarakat. Mereka menganggap bahwa hidup, rizki, untung dan rugi, kaya dan miskin itu semua ada yang mengatur. Mereka merasa harus menerima atas pembagian oleh yang di atas, Tuhan. Atas kenyataan itu, mereka bekerja dan berusaha. Setiap usaha ada yang berhasil dan yang masih belum bernasib baik.
Berangkat dari kenyataan itu, maka sebenarnya konflik dan kerusuhan tidak selalu disebabkan oleh kesenjangan. Di mana-mana banyak terjadi kesenjangan tetapi tidak selalu melahirkan konflik dan kerusuhan. Masyarakat oleh Dzat Dzat Yang Maha Pencipta dibekali dengan kekuatan rasional. Berbekalkan kekuatan itu mereka akan memahami sebab musabab hingga keadaan yang harus diterimanya. Misalnya, seseorang menjadi kaya oleh karena memiliki modal, warisan, cerdas, keuletan, rajin dan seterusnya, sementara orang lain tidak beruntung, tidak memiliki semua itu.
Namun yang pasti, orang menjadi marah hingga mengakibatkan konflik dan kerusuhan atau kerusuhan manakala diperlakukan secara tidak adil. Semua orang rupanya menghendaki agar sesuatu berada pada tempatnya. Manakala tempat itu tidak tepat, maka selalu saja akan melahirkan kekecewaan, dan itulah sebab konflik dan kerusuhan yang sebenarnya. Setiap orang merasa memiliki berbagai hak. Manakala hak-haknya itu diganggu sehingga rasa keadilan terampas, maka di mana saja dan kapan saja akan melawan. Rasa keadilan yang tidak terpenuhi itulah sebenarnya sebab utama terjadinya konflik dan kerusuhan dan bukan selalu kesenjangan. Oleh karena itu tepat, Islam mengajarkan tentang keadilan. Keadilan harus ditegakkan pada tingkat manapun. Sebab tidak adil selalu menjadi sebab utama terjadinya konflik dan kerusuhan. Wallahu a’lam.
* Aktivis Gerakan Pemuda Ansor Sultra dan Pengasuh Acara Sinar RRI Kendari
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua