Kearifan Hidup "Orang Bodoh"
NU Online · Senin, 4 April 2016 | 15:03 WIB
KH Said Aqil Siroj, pakar tasawuf falsafi lulusan Universitas Ummul Quro, Mekah, pernah suatu waktu dalam ceramahnya menyindir orang-orang berjenggot sebagai orang yang bodoh. Kalimat sindiran yang telah diceraikan dari konteks dan tujuan penuturnya (metapragmatik) itu segera tersebar secara viral. Ia bak virus komputer, yang menduplikasi diri dan menjalar lewat media sosial. Maka yang terjadi, terjadilah.
Semua orang berjenggot, dari segala ukuran panjang, segala warna dan segala penjuru, kebakaran jenggot. Mereka tersinggung seolah-olah harga dirinya dicampakkan. “Bukankah memelihara jenggot bagian dari perintah wajib agama?” begitu pikir mereka. Karena itu benar-benar memalukan bila orang yang menjalankan perintah agama dibilang bodoh.
Terima kasih untuk jaringan internet dan media sosial yang memberi kemudahan viral itu terjadi. Ia pula yang dapat memungkinkan para penggunanya tanpa sadar menyerahkan diri dalam tawanan kesilapan secara viral pula.
Dr Agus Sunyoto, pakar sejarah pengetahuan Islam Nusantara, yang ternyata berjenggot lebat, segera menjelaskan “metapragmatik” dari tuturan Kiai Said, koleganya itu. Kata “orang-orang berjenggot” yang dimaksud dalam ceramah itu, sebetulnya diarahkan kepada mereka yang memelihara jenggot menjulur panjang namun zonder kearifan. Dakwah mereka dilontarkan dengan nuansa kebencian. Ajakan mereka bernada paksaan, memaksa-maksa disertai kutukan, seolah-olah kebenaran sudah ada dalam genggaman. Mereka ini berdiri di suatu ujung ekstrem sambil berhalusinasi meyakini hanya dirinya sendiri yang berada di jalan satu-satunya menuju surga. Wajah mereka terlihat garang dan menakutkan.
Sementara itu, ada orang-orang yang berjenggot pula yang sikap dan perilakunya berkebalikan dari gambaran orang berjenggot yang pertama di atas. Mereka inilah para sufi atau orang-orang dahulu, kata Agus Sunyoto, yang berjenggot lebat dan panjang namun hidupnya diliputi kearifan. Mereka memiliki kedalaman pengetahuan dan keluasan pandangan; mungkin mereka juga menulis kitab-kitab yang diakui namun bukan hanya itu mereka dapat bersikap arif, tapi karena daya kepekaan intuitif yang mereka miliki dan apa-apa yang dihasilkan/didukung dari daya itu.
Menurut Agus Sunyoto, orang-orang berjenggot yang sudah mencapai kepekaan intuitif sedemikian itu justru kerap memundurkan berpikir rasional murni. Karena itu tak mengapa, katanya, bila dalam pengertian berkurangnya sudut pandang rasional murni itu, para sufi dianggap “bodoh” di hadapan manusia modern yang dicitrakan serba-rasional murni (bila ada).
Sebagian dari pembaca barangkali akan berkomentar lebih jauh bahwa mereka yang “bodoh” itu pun punya tempat dalam kehidupan, sebagaimana yang uncivilized dipandang dari sudut klaim dari pihak yang civilized juga punya tempat serupa. Mereka sama-sama diuji oleh sejarah, masa kini dan masa depan, untuk merealisasikan kemaslahatan (mashlahah ‘ammah, sommumbonum) bagi semua kehidupan.
Terima kasih untuk mereka yang mengantarkan hiruk-pikuk tentang jenggot menuju kedalaman: peran intuisi dalam kehidupan. Penulis kira bukan hanya Agus Sunyoto, para kiai hingga akademisi, politisi hingga manajer juga memandang penting intuisi dalam kebudayaan dan tindakan, dalam pengambilan keputusan, dalam praksis kehidupan.
Clifford Geertz dan Paul Stange, misalnya, dan masih banyak lagi. Mereka memandang intuisi sebagai salah satu fakultas intelejensi manusia. Dalam budaya Jawa (dan budaya manapun), ia dipahami sebagai “rasa” (roso) yang menjadi sumber kebudayaan. Hanya dalam budaya saintifik dan materialis saja pada masa kini, intuisi atau dimensi roso ini kehilangan reputasinya.
Penulis ikut belajar kepada mahasiswa UNU Indonesia baik yang sedang menari, berdiskusi, maupun berlatih pencak silat Pagar Nusa: tentang kekuatan emosi, cinta dan kepedulian, ketahanan tubuh, kekuatan keyakinan, ketajaman intuisi, dan ... (bersambung)
*MH Nurul Huda, Penulis adalah dosen UNU Indonesia di Jakarta
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
2
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
3
Kontroversi MAN 1 Tegal: Keluarkan Siswi Juara Renang dari Sekolah
4
Kader PMII Dipiting saat Kunjungan Gibran di Blitar, Beda Sikap ketika Masih Jadi Wali Kota
5
Kronologi Siswi MAN 1 Tegal Dikeluarkan Pihak Sekolah
6
Pihak MAN 1 Tegal Bantah Keluarkan Siswi Berprestasi Gara-gara Baju Renang
Terkini
Lihat Semua