Oleh Muhammad Azam Multazam
Pasar tradisional merupakan tempat berkumpulnya para pedagang dari berbagai macam kasta. Dari pedagang yang kaya sampai pedagang yang tidak kaya. Begitupun dengan pembelinya. Mereka berbaur menjadi satu. Guyub rukun antar pedagang dengan pedagang, pedagang dengan pembeli, pembeli dengan pembeli.
Kehidupan antar pedagang di pasar tradisional yang katanya rawan perselisihan dan kebencian ternyata hanya fiktif belaka. Nyatanya, mereka hidup berdampingan dengan penuh canda tawa, tak jarang mereka saling tolong menolong sesama pedagang. Meskipun secara ilmu pasar, mereka bersaingan dalam berdagang.
Seperti contoh pedagang yang ada di depan toko Ibu saya, Mbah Narti dan Mbah Lasmi, mereka berdua merupakan pedagang bumbu dapur yang berdampingan. Dan dalam kesehariannya mereka berdua hidup penuh cinta dalam kehidupan pasar. Keduanya tidak ada sikap saling membenci meskipun dagangan mereka secara bisnis adalah pesaing.
Iya betul. Mereka adalah bersaing. Tetapi bersaing dengan sportif. Tidak pernah mereka menebar fitnah untuk menjatuhkan pesaingnya. Seperti halnya membisiki pembeli dengan memberikan informasi dengan dibumbui fitnah yang beraroma kebencian.
“Heh.. Heh.. Yuk, tak kandani, ojo tuku lombok nang gone Yu Lasmi. Lomboke ora pedes. Bedo karo nang gonku, lomboke pedes, apik-apik.”
Strategi seperti itu ternyata nihil dalam kehidupan antarpedagang pasar tradisional. Di antara mereka tidak pernah ada niatan untuk membuat pesaingnya sepi pembeli, lalu gulung tikar dengan cara menyebar hoaks dan fitnah. Sama sekali tidak pernah. Karena di hati dan otak mereka berdua diisi dengan sikap toleransi, saling menghargai.
Mereka berdua tidak berambisi mengejar dunia dengan menjatuhkan kawannya, menghalalkan berbagai macam cara untuk menjadi terlaris. Mereka berdua tidak terlalu egois, nyatanya mereka berdua saling membantu. Dan pemandangan yang ciamik ini tidak hanya pada di pedagang bumbu dapur saja, namun pemandangan luar biasa ini mendominasi isi kehidupan pasar tradisional.
Selain itu, pemandangan yang menakjubkan yang ada di pasar tradisional adalah dari kalangan kaya dan tidak kaya berbaur menjadi satu cinta. Tidak ada diskriminasi di antara mereka. Mereka saling menyapa, bersalaman. Dari Bu Carik, Bu Lurah, Bu Guru, Bu Nyai, Pembantu rumah tangga, bakul ompreng, bakul ikan, bakul sayur mereka saling menyapa.
Kehidupan harmonis inilah yang perlu dijadikan ibrah dan ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, di dalamnya ada sebuah ajaran tasamuh, tawassuth dan tawazun. Sebuah ajaran yang diwariskan oleh para Ulama yang alim dan sanad ilmunya sampai dengan Rasulullah SAW. Ajaran yang menjadi ikon Ahlussunah wal Jamaah, khususnya di Nahdlatul Ulama.
Oh iya, dirgahayu Nahdlatul Ulama yang ke 93. Tetap jaya dalam berkhidmah untuk NKRI dan semoga semakin berkah.