Nikah/Keluarga

Hukum Menikahi Ibu Tiri dari Istri alias Mertua Tiri

Kam, 14 Oktober 2021 | 09:00 WIB

Hukum Menikahi Ibu Tiri dari Istri alias Mertua Tiri

Hukum Menikahi Ibu Tiri dari Istri alias Mertua Tiri. (Ilustrasi)

Seorang laki-laki yang memiliki anak perempuan menikah dengan seorang perempuan sebagai istrinya yang lain dari istri yang menjadi ibu dari anak perempuan tersebut. Dengan demikian maka hubungan istri baru tersebut dengan anak perempuan laki-laki itu adalah hubungan anak tiri dan ibu tiri.
 

Satu ketika seorang laki-laki datang menikahi sang anak perempuan itu. Sehingga dengan demikian hubungan laki-laki ini dengan ibu tirinya anak perempuan itu adalah hubungan menantu tiri dan ibu mertua tiri.

 

Suatu waktu, ketika ayah mertua dan ibu mertua tiri ini berpisah karena bercerai atau karena meninggalnya sang ayah mertua, sang menantu laki-laki ingin menikahi mantan istri ayah mertuanya yang juga sebagai ibu tirinya istri sekaligus ibu mertua tirinya.

 

Bagaimana fiqih Islam menghukumi pernikahan ini? Bolehkah seorang laki-laki menikahi ibu mertua tirinya atau ibu tiri istrinya, atau bahkan mempoligaminya dengan anak perempuan tiri dari ibu mertua tiri tersebut?

 

Menanggapi kasus seperti ini Imam Nawawi di dalam kitab Al-Majmȗ’ Syarhul Muhadzdzab menjelaskan sebagai berikut:

 

ويجوز أن يجمع بين المرأة وبين زوجة ابيها لأنه لا قرابة بينهما ولا رضاع

 

Artinya: “Dan boleh mengumpulkan antara seorang perempuan dan istri dari bapak perempuan itu, karena tidak ada hubungan kekerabatan dan persusuan di antara keduanya” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmȗ’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo: Darul Hadis, 2010], juz XVI, hal. 495(.

 

Penjelasan Al-Muthi’i ini menyimpulkan bolehnya menikahi ibu mertua tiri atau ibu tirinya istri dan bahkan mempoligaminya dengan anak perempuan tirinya sebagaimana digambarkan pada contoh kasus di atas.

 

Bila kita melihat Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 23 yang memerinci para perempuan yang haram dinikahi, akan kita dapatkan satu simpulan bahwa ada empat kategori ibu yang haram dinikahi, yakni istrinya bapak (ibu tiri), ibu kandungnya sendiri, ibu yang menyusui, dan ibu kandungnya istri (ibu mertua).

 

Ini sebagaimana dituturkan secara jelas oleh ayat tersebut:

 

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ……حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ …… وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ …… وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ

 

Artinya: “Janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh bapak kalian kecuali apa yang telah lewat …… Diharamkan bagi kalian menikahi ibu kalian …… dan ibu yang menyusui kalian …… dan ibunya para istri kalian.”

 

Ayat di atas dengan sangat jelas menyebutkan keempat macam ibu yang haram dinikahi sehingga tidak ada celah untuk mengartikan dan memahami makna selainnya. Dengan demikian ibu mertua tiri atau ibu tirinya istri tidak masuk dalam kategori ibu yang haram dinikahi. Ia boleh dinikahi oleh menantu tirinya dan bahkan dipoligami bersama anak perempuan tirinya.

 

Wallahu a’lam.

 

 

Yazid Muttaqin, santri alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta, kini aktif sebagai penghulu di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kota Tegal.