Nasional

Zastrouw: Al-Qur’an-Hadist itu Gudang Senjata

NU Online  ·  Sabtu, 7 Juli 2018 | 13:30 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta Ngatawi Al- Zastrouw mengatakan, Al-Qur’an dan hadist itu seperti gudang senjata. Di dalam gudang senjata, semua jenis senjata ada dan tersedia. 

Begitu pun dengan Al-Qur’an dan hadist. Semua jenis ‘senjata’ atau dalil yang dibutuhkan umat Islam sebagai rujukan atas segala persoalan kehidupan ini ada di dalamnya. Namun demikian, Zastrouw mengingatkan agar menggunakan ‘senjata’ atau dalil yang sesuai dengan kebutuhan.

“Masa mau nyembelih ayam pakai granat, bukan hanya ayamnya yang mati tapi juga yang nyembelih (ikut mati),” kata Zastrouw dalam diskusi di Sekretariat Islam Nusantara Center (INC) di Tangerang Selatan, Sabtu (7/7).

Menurut Zastrouw, teks yang ada di dalam Al-Qur’an dan hadist harus dipahami sesuai dengan konteksnya. Sehingga penggunaan dalil bisa tepat, sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan bersama.

“Masa menggunakan Al-Maidah 51 untuk pilkada. Pasti ada ayat lain yang lebih pas,” ujarnya.

Dewasa ini, sekelompok umat Islam Indonesia menggunakan Surat Al-Maidah ayat 51 sebagai dalil larangan memilih pemimpin non-Muslim. Mereka memahami ayat tersebut secara tekstual sehingga sampai pada kesimpulan seperti itu. 

Akibatnya, terjadi perselisihan yang tajam antara umat Islam, antara mereka yang melarang dan tetapi memilih non-Muslim dalam pemilihan kepala daerah. Padahal, Al-Maidah memiliki tafsir yang beragam.  

Lebih lanjut, Zastrouw mengatakan, umat Islam harus pintar-pintar menggunakan dalil sehingga Islam bisa diterima semua kalangan. Ia mencontohkan, dulu Wali Songo sukses mengislamkan Nusantara karena menggunakan dalil yang sesuai dengan kondisi masyarakat. 

“Wali Songo memakai (dalil) khotibunnas ala qodri uqulihim (berbicara kepada manusia sesuai dengan kemampuan akal mereka), bukan man tasyabbaha biqoumin fahuwa minhum (siapa yang menyerupai kaum, ia termasuk ke dalam kelompoknya),” jelasnya.

“Bukan berarti dalil man tasyabbaha itu out of the date, tapi ada waktunya,” sambung ketua Lesbumi periode 2004-2009 ini. (Muchlishon)