Jakarta, NU Online
Pemikir Keagamaan dan Kenegaraan, Yudi Latif, mengatakan bahwa nilai Pancasila seharusnya “mengatasi” Negara. Bukan di bawah negara. Jika Pancasila di bawah negara, maka ia menjadi alat negara untuk menekan lawan-lawan politik. Ini merupakan pengejawantahan Pancasila sebagai agama publik (civic religion).
“Pancasila harus menjadi kritik bagi negara. Salahnya, zaman Orba dulu negara yang berinisiatif, negara menatar, negara pula yang menafsir. Akhirnya, Pancasila menjadi alat negara untuk menakar rakyat,” kata Yudi dalam bedah bukunya bertajuk Revolusi Pancasila di Hotel A-One Jakarta Pusat, Senin (22/5).
Singkat kata, lanjut Yudi, jika pendekatan Pancasila yang dulu vertikal maka sekarang harus horizontal. “Harus melibatkan partisipasi berbagai pihak sehingga Pancasila nantinya menjadi kritik bagi kebijakan negara,” tegasnya.
Oleh karenanya, Yudi berpendapat, Pancasila bisa juga disebut sebagai ‘agama publik’ (civic religion). “Bukan berarti agama yang kita pahami selama ini. Artinya, lebih kepada nilai moralitas dalam kehidupan publik. Terpenting, jangan mengagamakan pancasila atau mempancasilakan agama,” tandasnya.
Pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat ini menambahkan, Pancasila disebut civic karena meskipun nilai-nilainya berasal dari agama tapi tidak identik dengan agama. Nilai-nilai universalnya itu sudah terbagi luas di masyarakat.
“Jadi tidak bisa disamakan dengan yang ada di masjid atau di gereja. Dia sudah menjadi nilai-nilai agama yang menjelma properti publik. Pancasila menampung berbagai elemen dari agama-agama, adat istiadat, gagasan universal, dan lain-lain,” ujarnya.
Yudi Latif mengibaratkan agama-agama bak tower tinggi, lalu Pancasila memotong jembatan supaya antaragama bisa saling bertemu. Nilai-nilai publik inilah yang disebut sebagai agama. Bagi dia, Pancasila menjadi cermin bagi seluruh anak bangsa.
Kegiatan yang dibuka resmi oleh Kepala Balitbang Diklat Kemenag Abdurrahman Mas’ud ini menghadirkan dua narasumber, Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad dan Direktur PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jamhari Ma’ruf.
Tampak juga Kepala Puslitbang Penda Amsal Bakhtiar, Kepala Pusdiklat Teknis Mahsusi, para pejabat Eselon III di lingkungan Balitbang Diklat, serta para Kepala Balai Litbang Agama (BLA) dan Kepala Balai Diklat Keagamaan (BDK) seantero Republik. (Musthofa Asrori/Fathoni)