Nasional

Yang Meratapi, yang Dicerahkan Ramadhan

NU Online  ·  Kamis, 23 Agustus 2012 | 04:50 WIB

Jakarta, NU Online
Bulan suci Ramadhan nan penuh berkah telahlah berlalu. Tetapi banyak yang menangisi kepergiannya.  Bagi orang-orang ini seharusnya semua bulan adalah Ramadhan.<>

Ragil Trijatmiko (20 tahun), warga perantauan asal Purwokerto, adalah diantara yang sedih oleh berlalunya Ramadhan itu.

Ramadhan kali ini boleh jadi bulan terindah dalam kehidupan Ragil, karena dia mendapat pencerahan dan pengalaman spiritual berharga darinya.

"Ragil yang sekarang adalah Ragil yang berbeda dari kemarin-kemarin mas. Alhamdulilah saya mendapatkan pencerahan agama selama Ramadhan," kata Ragil kepada Antara News di Masjid Istiqlal, Jakarta.

Ragil mengaku dulu dia adalah anak muda yang jauh dari ilmu agama.

Dia merantau di Jakarta dan tinggal seorang diri di sini.

Banting tulang memeras keringat untuk bisa hidup, tak peduli perkataan orang, yang penting bisa makan dari uang halal. Syukur-syukur bisa menyisihkan sedikit uang untuk orangtua di kampung.

Pekerjaan di bidang konveksi pun dijalaninya. Dia harus membangun koneksi dan pertemanan dengan anak rantau lainnya.

"Kemarin-kemarin saya suka nongkrong-nongkrong di jalan sampai malam, buat cari teman. Tapi saya malah jadi lupa sama agama," kata dia.

Sampai kemudian datanglah Ramadhan. Dia tak mengira kedatangan bulan ini kali ini memberinya berkah tiada terkira.

Lalu, satu hari di bulan Ramadhan, sembari menunaikan puasa, diam-diam Ragil mengukuhkan niat untuk pergi ke masjid.

"Waktu itu, saya coba iseng-iseng main ke masjid. Ternyata saya kok merasa tenang sekali, hati itu rasanya adem," akunya.

Keesokan harinya, dia kembali lagi ke masjid. Awwalnya hanya untuk tidur-tiduran.  "Tapi lama-lama saya malu juga hanya tidur. Apalagi kalau sudah ada adzan, malu kalau tidak shalat," kata dia.

Sehari, dua hari, sholat berjamaah di masjid, Ragil menemukan hatinya justru semakin tenang.

Dia lalu mengajak teman-teman baiknya ikut serta ke masjid.

"Mereka awalnya hanya mau istirahat di masjid, tapi sesekali mereka ibadah shalat juga," kata dia.

Lama kelamaan, pertengahan Ramadhan, Ragil mencoba mengikuti pengajian di masjid. Dia mengaku kemampuannya membaca kitab suci Alquran sangatlah terbatas.

"Setelah beberapa hari ikut pengajian, alhamdulilah saya sekarang sudah mulai lancar membaca Alquran. Saya ingin seperti ini terus, dan akan memperdalam lagi ilmu agama," katanya berbulat tekad.

Saat dijumpai di Masjid Istiqlal, Jakarta siang tadi, Ragil baru saja selesai menunaikan shalat Dzuhur berjamaah.

Selesai berbagi kisah dengan Antara News, Ragil berjalan ke arah sebuah sudut di mana kitab-kitab Alquran diletakkan. Diambilnya satu dari jejeran Alquran itu dari rak yang disediakan pengurus masjid. Kemudian, dilantunkannya ayat-ayat dalam kitab suci itu.

Jilbab pertama

Pencerahan spiritual bisa datang dari mana saja dan menimpa siapa saja hamba Tuhan, termasuk kepada Sarimun (63 tahun), penjaga loker penitipan barang di Masjid Istiqlal.

Selama Ramadhan, Sarimun hanya bisa tidur kurang dari lima jam, antara jam 23.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB, karena harus menjaga pos penitipan barang jamaah Masjid Istiqlal sejak pagi hingga malam hari.

"Tapi tidak tahu kenapa pada Ramadhan kali ini puasa saya terasa ringan meskipun tidur saya terpaksa berkurang," kata dia.

Selama Ramadhan, ratusan umat muslim datang silih berganti baik, untuk beribadah atau sekadar berdiam diri dalam masjid. Pada masa itu, banyak sekali barang titipan yang harus dijaga Sarimun.

"Bahkan kami harus menambah nomor agar seluruh barang jamaah bisa dititipkan," kata dia.

Tidak sedikit pengunjung masjid yang main asal taruh barang bawaannya di meja penitipan dan saat inilah kesabaran Sarimun diuji.

"Entah mengapa pada puasa kemarin, selama Ramadhan, saya merasa sepertinya Tuhan benar-benar mengajari saya untuk selalu bersabar. Mulai dari tidur yang kurang, sampai harus menghadapi ratusan jamaah setiap hari," kata Sarimun.

Semua itu dipandangnya sebagai berkah yang diberikan oleh Tuhan kepadanya.

"Hikmah dan berkah Ramadhan yang diperoleh setiap umat pasti berbeda-beda bentuk dan jalannya. Kalau saya sebagai penjaga barang di sini ya seperti itu," kata dia merendah.

Inspirasi Ramadhan juga menghunjam sanubari Resty Ayu Deswari (25), warga Jakarta. 

Dia mengaku mendapatkan pencerahan pada Ramadhan yang beberapa hari baru lewat itu, dalam hal lebih konsisten beribadah.

Awal-awal tahun ini Resty memutuskan mengenakan jilbab.

Dengan berjilab dia merasa nyaman menjalani hari-hari sebagai seorang muslimah, terutama pada Ramadhan dan bulan-bulan kemudian.

"Tahun ini merupakan puasa pertama saya memakai jilbab, dan itu bukan sekedar aksesoris bagi saya. Rasanya luar biasa Ramadhan tahun ini, saya merasa aman dan nyaman, saya menjadi lebih konsisten dalam beribadah," kata Resty.

Laila Effendi (65), warga Pekan Baru, Riau, bahkan kini merasa seperti orang baru setiap kali dia melalui Ramadhan.

"Setiap Ramadhan, saya merasa lebih baik, lebih tenang, baik dalam hidup maupun beribadah," kata Laila yang dijumpai ANTARA News di Masjid Al-Azhar, Jakarta, Rabu petang.

Tahun ini berkah Ramadhan yang tidak ternilai datang dari empat orang anaknya.

"Anak saya sudah besar-besar, tiga orang sudah menikah, dan semuanya hidup rukun, itu menjadi berkah terbesar bagi saya. Dan yang paling membuat saya bersyukur pada Allah adalah kelahiran cucu saya di bulan Ramadhan," kata Laila.

Laila jauh-jauh datang dari Riau ke Jakarta seorang diri, demi bertemu para buah hatinya. Dia berharap suatu saat nanti bisa naik haji lagi.    

 

Redaktur: Mukafi Niam
Sumber  : Antara