Nasional

Waskito Jati, Santri Krapyak Peraih Beasiswa di Universitas Harvard

Rab, 6 April 2016 | 09:43 WIB

Bantul, NU Online
Prestasi gemilang diraih Waskito Jati, santri Krapyak Yogyakarta alumnus Madrasah Aliyah (MA) Ali Maksum, Krapyak Bantul. Dia memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi di Program Master of Theological Studies (MTS) di Harvard Divinity School dengan jurusan Islamic Studies.

Waskito bercerita, awalnya dirinya berhasil lulus dengan IPK tertinggi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saati itu juga, dia langsung mendapatkan perkerjaan di kantor Australian National University di Yogyakarta selama beberapa bulan. 

“Saya sudah mulai memikirkan untuk mendaftar beasiswa untuk sekolah lagi, dan biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Alhamdulillah, saya dapat mengambil test IELTS dan meraih nilai 7.5. Saya pun mendaftar beasiswa LPDP dengan bekal ini,” ujar Waskito dalam rilis wawancara yang dikirim ke NU Online, Rabu (6/4).

Sayangnya, lanjut Waskito, Allah belum berkenan dan dirinya ditolak program LPDP di tahun 2015 lalu. Kecewa pastinya, ceritanya, namun kegagalan inilah yang mendorong dirinya untuk mencari kampus terlebih dahulu. Karena nilai IELTS (International English Language Test System) memadai untuk mendaftar di beberapa universitas terbaik di dunia, dia mencoba mendaftar ke universitas-universitas ternama di dunia seperti University of Chicago dan Harvard University.

“Selain IELTS saya harus juga mengambil test GRE (Graduate Record Examination) yang bisa dibilang sepuluh kali lebih sulit dari IELTS,” jelasnya. 

Dia belajar otodidak karena les GRE biayanya sangat mahal dan gajinya sebagai guru les Bahasa Inggris tidaklah cukup. Menurutnya, belajar GRE ini adalah pengalaman belajar yang paling ekstrem yang pernah dia lakukan. Karena level kesulitannya, selama persiapan lima bulan, dia harus menghafalkan sekitar 25 kosakata Bahasa Inggris yang kebanyakan sangat sulit setiap harinya. Tiap hari, dia juga harus latihan menulis dua esai. 

Di akhir persiapan belajar, dia telah menghafal kira-kira 1.800 kosakata dan menulis kurang lebih 80 esai. Dia berangkat ke Surabaya untuk mengikuti tes ini. Hasilnya cukup memuaskan, walaupun nilai writing masih di bawah standar rata-rata Universitas Chicago dan Harvard, namun dia beranikan diri untuk mendaftar ke kedua universitas unggulan di Amerika itu.

Setelah usaha berbulan-bulan, dia mendapatkan email di awal Maret 2016 kemarin bahwa dirinya diterima di University of Chicago juga ditawari beasiswa yang akan menutupi 50 persen dari biaya pendidikan. “Saya sangat bahagia medapatkan kabar ini,” ungkapnya.

Tetapi satu minggu kemudian, ada email masuk dari Harvard. “Dalam hati, saya bilang, apapun yang terjadi, kamu telah melakukan yang terbaik, dan email itu pun saya buka. Alangkah terkejutnya saya membaca kata “Congratulation!” di awal surat tersebut, ucapan selamat kepada saya yang telah diterima di Harvard University. Selain itu, Harvard juga membebaskan biaya kuliah dan memberi sedikit uang saku,” tutur Waskito.

Namun persoalan belum selesai, dia harus mencari dana tambahan untuk biaya hidup di Harvard nantinya. Walaupun dia sudah tidak harus membayar pendidikannnya, biaya hidup disana belum terpenuhi, sedangkan beasiswa LPDP, walaupun misalnya nanti diterima, itu tidak dapat memberangkatkan dirinya tahun ini karena prosedur jarak waktu yang dimiliki. 

“Saya saat ini sedang berusaha agar ada donatur yang berkenan membantu saya mewujudkan mimpi saya dan keluarga agar saya dapat meneruskan pendidikan di Harvard. Fase ini sejujurnya adalah fase yang lebih menakutkan, apakah saya bisa benar-benar berangkat ke Harvard? Saya tidak lagi bisa berusaha sendiri dalam tahap ini. Semoga ini juga termasuk rencana Allah, seperti rencana-rencananya di masa lalu, entah apa ujungnya nanti semoga saya dapat dengan ikhlas dan kuat menghadapinya,” ungkap Waskito. (Red: Fathoni)