Nasional

Warga Ramai-ramai Protes dan Keluhkan Larangan Mudik oleh Pemerintah

Kam, 8 April 2021 | 07:30 WIB

Warga Ramai-ramai Protes dan Keluhkan Larangan Mudik oleh Pemerintah

Ilustrasi mudik lebaran. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online

Sejumlah warganet memprotes dan mengeluhkan kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang mudik pada libur Lebaran Hari Raya Idul Fitri 2021. Hal itu terlihat dari sejumlah komentar yang muncul di postingan berita yang diunggah melalui halaman facebook NU Online berjudul Soal Mudik, Pemerintah Mestinya Dorong Cek Kesehatan Bagi Para Pemudik, pada Rabu (7/4).


Warganet Ziedhqiee Rachma, misalnya, meminta para petinggi NU untuk memberikan bisikan kepada pemerintah bahwa vaksin penambah umur panjang adalah silaturahim, bukan malah sibuk berbisnis vaksin tapi melupakan tradisi di Indonesia. 


“Coba bandingkan yang bisnis vaksin pemerintah (tapi) yang senang dan untung siapa? Kemudian mudik dilarang sehingga banyak pekerja moda transportasi jadi korbannya. Memangnya pemerintah menanggung biaya untuk makan dan kebutuhan sehari-hari mereka?” tanya Rachma.

 

Lalu, ada warganet bernama Santunwangi yang berkomentar dengan memberikan informasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bahwa terdapat sekitar 81 juta warga yang akan mudik jika tidak dilarang. Menurutnya, mudik merupakan momentum potensi perputaran ekonomi yang besar. 


“Nggak kebayang berapa triliun rupiah yang berputar. Sungguh kebijakan yang tidak selaras dengan cita-cita peningkatan ekonomi dalam menghadapi Covid-19,” katanya.


Warganet lain, Supri Dwi Saputro mengatakan bahwa mudik lebaran tahun ini seharusnya tidak dilarang tetapi harus ada solusi yang diberikan pemerintah. 


“Ingat orang Indonesia bukan orang yang taat kepada aturan-aturan yang ditentukan dan orang Indonesia itu kental dengan adat yang tidak bisa dipisahkan. Kita tahun lalu saat pandemi yang merebak bisa mengalah untuk tidak pulang saat momen lebaran sesuai anjuran pemerintah. Tanpa disadari secara tidak langsung, silaturahmi terputus dengan orang tua dan yang telah meninggal,” katanya. 


Menurut Supri, pemerintah saat ini harusnya menjadi penengah dan bisa memecahkan masalah, bukan justru menjadi pemantik api. Indonesia terlalu monoton yang menjadikan Indonesia terpaku dengan keadaan yang seperti biasa. 


Ia memberikan saran kepada pemerintah agar tahun ini mudik lebaran bukan lagi dimaknai sebagai pulang ke kampung halaman secara serentak. Pemerintah, katanya, harus berani mengganti kebiasaan dengan situasi ini. 


“Misal, pulang kampung bisa saja dilakukan pada H-30 dan H+30 lebaran dengan cara bergantian dan terorganisasi dengan libur yang menyesuaikan. Ayolah Indonesia kita harus bisa lawan ego, bisa dewasa. Semoga aspirasi rakyat masih berlaku,” harap Supri. 


Harapan lain datang dari warganet bernama Irmamawati. Ia memohon dukungan agar mudik pada lebaran tahun ini diperbolehkan, selagi orang tua di kampung masih sehat dan sudah tua. Irma mengaku belum silaturahmi selama dua tahun lamanya. 


Kemudian, Agus Supriawan pun menyuarakan bahwa vaksinasi Covid-19 yang sedang digencarkan pemerintah agar dipercepat dan ditambah kuotanya, bukan justru melarang mudik. Menurutnya, beberapa bulan ini vaksinasi Covid-19 masih berkutat pada akademisi ASN dan manusia usia lanjut (manula). 


“Golongan kita pekerja usia produktif, ibu-ibu rumah tangga, anak-anak kapan (divaksinasi)?” tanya Agus. 


Komentar lain muncul dari warganet bernama Firmansyah Muhammad Yudhi. Ia menegaskan, seharusnya semua pemudik didorong atau bahkan diwajibkan untuk melakukan tes swab PCR dengan hasil negatif sebelum mudik hingga kembali ke perantauan. Selain itu, pemudik juga harus telah melakukan vaksinasi Covid-19 agar semua bisa aman. 


Sassa Rasa, warganet yang lain, mengatakan bahwa larangan mudik yang dikeluarkan pemerintah merupakan aturan yang tidak jelas. Sebab banyak pusat perbelanjaan, kafe, restoran, dan tempat wisata dibuka. 


“(Tapi) giliran masyarakat mau silaturahim, anak bertemu orang tuanya dan saudara-saudaranya harus dibebani dengan larangan mudik. Di mana nih suara PBNU melihat ketidakadilan ini,” kata Sassa. 


Komentar juga datang dari warganet bernama Ahmad yang merasa heran karena mudik dilarang. Sebab saat ini pun, setiap hari, orang-orang telah berbaur satu dengan yang lain. Bahkan terkadang juga terjadi kontak jual-beli.


“Terus yang kadang mondar-mandir keluar kota, tempat wisata juga ramai. Tempat kerja dari yang di pasar, bengkel, kantor, dan toko juga tatap muka kontak fisik. Hasilnya pun biasa saja. Alhamdulillah pada sehat. Lha terus ini bedanya apa kok mudik sampai dilarang?” tanya Ahmad, heran. 


Mochammad Hendri W mengingatkan pemerintah agar menjadikan mudik lebaran sebagai momentum untuk memperbanyak tes massal. Bisa dilakukan di terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, dan di tempat atau titik-titik keberangkatan. 


Terakhir, Arsyad Al-Batawi yang mendorong pemerintah agar melakukan tes swab terlebih dulu sebelum masyarakat hendak berangkat mudik. Ia merasa kasihan kepada para perantau yang ingin bertemu dengan orang tua dan keluarga di kampung. Sebab, tahun kemarin banyak yang tidak mudik. “Pemerintah jangan egois lah,” katanya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad