Nasional

Wakil Ketua LDNU Jatim Paparkan Sejumlah Langkah Penegakkan Supremasi Hukum

Rab, 26 Agustus 2020 | 15:20 WIB

Wakil Ketua LDNU Jatim Paparkan Sejumlah Langkah Penegakkan Supremasi Hukum

Indonesia sudah tepat dengan sepakat untuk menjunjung tinggi hukum. Walau bagaimanapun keadaannya, tetap berusaha melaksanakan seharusnya hukum itu ditegakkan

Jember, NU Online
Wakil LDNU Jawa Timur, KH MN Harisudin mengatakan tidak sependapat dengan anggapan bahwa Indonesia tidak memiliki prestasi, tidak memiliki harapan, dan supremasi hukum lemah. Namun, ia juga tidak sepakat pendapat yang sudah menganggap nyaman Indonesia.


Supremasi hukum di Indonesia, kata dia, masih menjadi PR besar hingga saat ini. “Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa permasalahan tindak kejahatan masih merajalela di mana-mana. misalnya kasus korupsi, suap menyuap, diskriminasi terhadap kaum minoritas, masalah RUU HIP,” ujarnya.

 

Berbicara pada International Webinar and Call for Papers bertajuk Islam, Constitution, and The Supremacy of Law Experience from Indonesia, Australia, and New Zealand, Selasa (25/8), ia meneruskan hal yang perlu dilakukan adalah justru selalu meng-update dan memperbaiki negara Indonesia supaya lebih baik lag.

 

“Bagaimana untuk terus menerus memperbaiki negara dengan dengan standar penegakan hukum yang lebih tinggi seperti di New Zealand dan Australia,” ujarnya pada kegiatan yang dilangsungkan secara daring, Selasa (25/8).

 

Kiai muda yang juga Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember ini juga menyampaikan beberapa cara untuk memperbaiki supremasi hukum di Indonesia, yakni dengan cara berkaca dari salah satu negara misalnya New Zealand dan Australia. Di Australia atau Selandia Baru, terlihat bagaimana bisa di negara yang mayoritas non-Muslim atau bahkan Atheis mampu membuat negaranya aman dengan menggunakan UUD berdasarkan pada nilai-nilai keIslaman dan juga adanya sikap yang saling menghormati dan menghargai membuat mereka menjadi negara yang hebat.

 

“Mereka telah menerapkan standar yang lebih tinggi dalam bidang hukum. Bersih sudah menjadi karakter yang melekat pada diri mereka, bersih secara jasmani dan rohani yakni dengan menjadikan Iman sebagai pondasi utama dan mereka praktikkan dalam kehidupan sehari-hari,” bebernya.

 

Karena itu, Indonesia sudah tepat dengan sepakat untuk menjunjung tinggi hukum. Walau bagaimanapun keadaannya, tetap berusaha melaksanakan seharusnya hukum itu ditegakkan.

 

Ia memaparkan terdapat delapan kriteria parameter pemberlakuan hukum di Indonesia. Kedepalan kriteria tersebut adalah pembatasan kekuasaan pemerintah, absennya korupsi, pemerintahan terbuka, pemenuhan hak-hak dasar, keamanan dan ketertiban, penegakan aturan, keadilan sipil dan penanganan perkara pidana. 

 

Dirinya menyebutkan, pada tahun 2018, rule of law Indonesia berada pada peringkat 64, pada tahun 2019 diperingkat 62 dan pada tahun 2020 diperingkat 59. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan supremasi hukum di Indonesia.

 

“Kalau dari perspektif saya, sudah ada perubahan lebih baik. Akan tetapi kita perlu melakukan banyak hal yang melibatkan pemerintah, akademisi dan seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan  standar hukum di Indonesia,” ujar Prof Kiai Harisudin yang juga Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli-Jember.

 

Alasan hukum sulit ditegakkan di Indonesia adalah karena hukum masih berpihak kepada orang yang status sosialnya tinggi, penegakan hukum masih lemah dan hukum belum konsisten ditegakkan untuk semua kalangan.

 

K​​​​​​edepannya, Negara Indonesia perlu membuka diri untuk terus memunculkan inovasi-inovasi, perbaikan–perbaikan di negeri ini, tetapi yang terpenting adalah mengawal bagaimana konstitusi itu bisa dipraktekkan dalam kehidupan nyata. 

 

“Kebersihan, kedisiplinan, kejujuran serta penerapan dari nilai-nilai pancasila perlu disosialiasasikan, dihayati dan diamalkan. Menjadi bagian dari proses pembiasaan hukum yang dilakukan di masyarakat dengan istiqomah. Saya optimis, Indonesia akan lebih maju, lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, dan ini tanggung jawab kita semua," pungkasnya.

 

Kontributor: Erni Fitriani
Editor: Kendi Setiawan