Nasional

Upaya Sebarkan Islam Moderat ke Kawasan Asia Tenggara

Jum, 4 Oktober 2019 | 12:30 WIB

Upaya Sebarkan Islam Moderat ke Kawasan Asia Tenggara

Konferensi pers Kemenag terkait seminar internasional agama dan pendidikan, Jumat (4/10) (Foto: NU Online/A Rahman Ahdori)

Jakarta, NU Online
Moderasi beragama oleh pemuka-pemuka agama Islam di kawasan Asia Tenggara, perlu terus digalakkan. Tujuannya untuk mengarusutamakan nilai-nilai Islam washatiyah, Islam yang ramah dan menghormati perbedaan.
 
Untuk mewujudkan ha itu, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan (Badan Litbang-Diklat) Kementerian Agama akan menggelar International Conference on Religion and Education. Agenda tersebut dijadwalkan Selasa-Kamis, 8-10 Oktober 2019 mendatang.
 
"Pertemuan tersebut menghadirkan sejumlah tokoh agama dari negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, Thailand Vietnam, Kamboja, Brunei Darussalam, Timor Leste, dan Philipina," ujar Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Abdurrahman Mas'ud pada konferensi pers di Kantor Kemenag Thamrin, Jumat (4/10) siang.
 
Mas'ud mengatakan di antara para tokoh agama dari negara-negara tersebut adalah Guru besar Fakultas Ushuludin Universitas Zaitunah, Tunisia, Mounir Rousiss dan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Profesor Azyumardi Azra dari Indonesia.
 
Menurutnya, pertemuan penting itu sekaligus menjadi ajang komunikasi kerukunan umat beragama di lintas Asia Tenggara. Pihaknya mengharapkan terjadinya pertemuan gagasan dan pemikiran agama dan pendidikan dalam menjawab berbagai persoalan.
 
Kemenag, kata Abdurrahman Mas'ud, berkomitmen tinggi terhadap pengembangan pemikiran Islam washatiyah di kancah internasional. Upaya itu dilakukan sejak tahun 2016 dengan melakukan kerja sama program pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya pesantren dan kegiatan lain yang mendukung dengan melibatkan sepuluh negara di Asia Tenggara.
 
Seiring perjalanan waktu, lanjut dia, ada pemikiran pertemuan tokoh agama dan tokoh pendidikan agama tidak saja di kalangan Islam, tetapi melibatkan tokoh agama dan tokoh pendidikan lintas agama. Kegiatan juga dimulai dengan membangun komunikasi pendidikan lintas agama yang diadakan di Bandung, Indonesia pada tahun 2018.
 
"Forum komunikasi ini menghasilkan gagasan untuk membangun komunikasi dan kerjasama antar lintas agama dalam memajukan pendidikan dan peradaban bersama," dia menambahkan.
 
Pada pertemuan pekan depan, juga menghadirkan para peneliti, akademisi, praktisi pendidikan agama dan keagamaan semua agama baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
 
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dijadwalkan menjadi pembicara kunci pada pembukaan kegiatan tersebut.  Inti pertemuan tokoh agama tersebut menguatkan sikap moderasi beragama sesama negara Asean melalui pendidikan agama. Kemudian, merumuskan pemikiran tentang agama dan pendidikan agama yang mampu merespons tantangan dunia kontemporer.
 
Selain itu juga membicarakan berbagai pemikiran agama dan pendidikan agama dalam menjawab permasalahan kekinian. 
 
Sebagai catatan, dewasa ini umat Islam di dunia dihadapkan pada munculnya kelompok Islam yang intoleran, eksklusif, mudah mengkafirkan orang, kaku, dan kelompok lain yang gampang menyatakan permusuhan dan melakukan konflik, bahkan kalau perlu melakukan kekerasan terhadap sesama Muslim yang tidak sepaham dengan kelompoknya.
 
Di samping itu masyarakat juga dihadapkan pada munculnya komunitas Islam yang cenderung liberal dan permisif. Kedua kelompok tersebut tergolong kelompok ekstrem kanan (tatharruf yamini) dan ekstrem kiri (yasari), yang bertentangan dengan wujud ideal dalam mengimplementasikan ajaran Islam di Indonesia bahkan dunia.  
 
Bangsa Indonesia khususnya, menolak pemikiran atau paham keagamaan dan ideologi  serta gerakan kedua kelompok tersebut. Pasalnya, tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut dan dibangun bangsa Indonesia.
 
Islam wasathiyah, sejatinya merupakan ajaran ulama Nusantara yang selama ini dianut dan diamalkan oleh umat Islam di nusantara. Namun, setelah terjadinya revolusi teknologi informasi, di mana semua paham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masyarakat, mulailah ajaran keagamaan yang awalnya tidak dikenal di Indonesia dan berkembang di negara lain, mulai masuk dan diajarkan di Indonesia. 
 
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan