Jakarta, NU Online
Manajer Advokasi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Beka Ulung Hapsara mengatakan, salah satu upaya untuk melakukan deradikalisasi dan toleransi adalah bisa dengan mengarus utamakan buku-buku yang berisi pesan kontra radikalisme.
“Buku dan diskusi buku merupakan sebuah upaya kecil untuk mewujudkan itu di tengah gempuran internet dan media sosial,” kata Beka usai mengisi Peluncuran 3 Buku dan Diskusi Terbuka dengan tema Meredam Ekstremisme-Kekerasan dengan Buku di Cikini Jakarta, Senin (31/7).
Meski demikian, ia menyadari bahwa buku-buku dengan tema-tema kontra radikalisme masih sangat minim dan terbatas. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat umum dan juga pemerintah untuk turut andil dalam menyebarluaskan buku-buku tersebut.
“Saya kira kita bisa minta kepada pemerintah untuk memberikan sedikit intensif atau subsidi kepada para penerbit yang mau menerbitkan buku ini sekaligus memamerkan,” jelasnya.
Ia menilai, apa yang dilakukan pemerintah terkait dengan pengiriman buku gratis setiap tanggal tujuh belas adalah awal yang bagus. Namun demikian, ia mengaku, itu belum cukup karena pemerintah juga seharusnya melakukan upaya-upaya lebih seperti memberikan subsidi buku.
“Pusat perbukuan di Kementerian Pendidikan saya kira juga punya andil untuk mendorong buku-buku seperti ini bisa lebih banyak lagi muncul di publik,” tuturnya.
Dalam acara ini, ada 3 buku yang diluncurkan, yaitu Pertama, Buku Pengakuan Pejuang Khilafah karya Ed Husain. Buku yang judul aslinya The Islamist ini menceritakan tentang seorang pemuda yang bergabung dengan HTI dan kelompok yang terafiliasi dengan JI.
Setelah melakukan refleksi, ia sadar bahwa bhwa seharusnya ia tidak melakukan kekerasan yang dianggap benar oleh organisasinya.
Kedua, Buku Para Perancang Jihad yang ditulis Diego Gambetta dan Steffen Hertog. Judul asli buku ini adalah Engineers of Jihad. Buku ini mengisahkan tentang mengapa dan bagaimana pelaku jihad banyak yang berasal dari kalangan terdidik.
Terakhir, Buku Wajah Terlarang karya Latifa. Buku ini menggambarkan kisah seorang perempuan berusia 16 tahun yang berada di bawah kekuasaan Thaliban. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)