Nasional

Ulama Dunia Suarakan Islam Moderat

NU Online  ·  Sabtu, 29 Maret 2014 | 16:16 WIB

Situbondo, NU Online
Dalam konferensi internasional di pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo, Sabtu (29/3), Mufti Suni Republik Iraq Syekh Mahdi bin Ahmad Shalih As-Sumaidai menyatakan, Islam yang benar ialah Islam moderat. Mereka yang berjalan ektrem ke kanan atau ke kiri, berada dalam bimbingan setan.
<>
Ia menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah melangkahkan kaki secara lurus, lalu melangkah ke kanan dan ke kiri. Ia kemudian bersabda “Langkah yang lurus tadi adalah langkahku. Sedangkan langkah yang mengarah ke kiri dalah langkah setan.”

“Ahlussunah merupakan jalan tengah bagi sikap ekstremis khawarij dan perilaku gegabah kaum murji’ah,” kata Syekh Mahdi pada seminar bertajuk Tantangan Islam Moderat di Tengah Konstelasi Pemikiran Radikal yang diselenggarakan International Conference of Islamic Scholars (ICIS).

Khawarij (kelompok radikal masa silam), terang Syekh Mahdi di hadapan sedikitnya 500 hadirin, berlebihan terhadap hak Allah dengan menggusur hak-hak manusia.

Penerapan agama secara ekstrem inilah yang menyandera dunia Timur Tengah dalam konflik berkepanjangan, pungkas Syekh Mahdi.

"Islam itu memang satu, tetapi aplikasi di lapangannya ini yang aneka rupa hingga ada yang ektrem. Karena itu, ulama dunia ini perlu menampilkan moderasi Islam sebagai wajah Islam sesungguhnya di hadapan dunia," kata Sekretaris Umum ICIS KH Hasyim Muzadi kepada NU Online di arena konferensi internasional.


Sementara dalam konteks bernegara, NU dalam Munasnya di pesantren ini 1983 lalu secara yakin mengatakan bahwa nilai Islam telah hadir dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Karenanya, NU pada waktu itu memutuskan untuk mendukung Pancasila sebagai asas satu-satunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kata narasumber seminar internasional ini, Katib Syuriyah PBNU KH Afifuddin Muhajir.

“Sikap moderat NU ini berbeda dengan sebagian umat Islam di Indonesia yang mengutamakan simbol agama dibandingkan isinya. Karena itu, NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, tidak memiliki potensi konflik dengan negara. karena, keduanya memiliki satu dasar, Pancasila,” jelas KH Afif yang juga pengasuh pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Banyuputih, Situbondo.

Terkait kehidupan berbangsa, seorang narasumber seminar internasional ini Gumelar Sumantri menambahkan, Islam moderat di Indonesia memiliki pontensi paling mungkin untuk berkembang. “Terbukti dengan berakhirnya kelompok-kelompok Islam garis keras di Indonesia pada masa lalu.”

Melalui Pancasila, negara menjadi terbuka dengan organisasi Islam moderat seperti NU dan organisasi Islam moderat lainnya, tandas Rektor UI Gumelar Sumantri. (Alhafiz K)