Nasional

Tutup Rakernas JQH, Kiai Said Jelaskan Problem Nasional dan Internasional

NU Online  ·  Senin, 16 April 2018 | 05:45 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj didaulat menutup acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Jam'iyyatul Qurra wal Huffadh Nahdlatul Ulama (JQH NU) di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta, Ahad (15/4)

Dalam sambutannya, Kiai Said menyebutkan tantangan masa kini, di antaranya di era teknologi ini, begitu banyak dusta, adu domba, dan yang disebarkan oleh Muslim Cyber Army (MCA).

"Isinya hoaks, su'udzon, namimah, hamazah, lumazah," katanya kepada peserta Rakernas.

Kiai asal Cirebon itu lebih lanjut menjelaskan bahwa isinya pasti menjelekkan atau mengolok-olok Jokowi. 

"Saya juga sering disrempet-srempet," ujarnya.

Terkait isu ekonomi, Kiai Said menyatakan boleh saja orang asing menanam modal di Indonesia, asalkan pembagiannya jelas, pajaknya jelas, dan batas waktunya juga.

Freeport memperpanjang kontraknya pada batas waktu yang masih sepuluh tahun lagi, ternyata, di sana tidak saja terdapat emas, melainkan ada uranium.

"Bahan-bahan nuklir yang satu kilonya harganya 3,8 trilyun," ungkapnya.

Sila Kelima menurut Kiai Said masih jauh dari kenyataan. 

"Kalau sila yang Kelima, keadilan sosial, jeblok betul nilainya tuh," ucapnya.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang diketuai oleh Yudi Latif, Kiai Said di situ menjadi salah satu anggotanya. Unit itu dibentuk salah satunya adalah untuk memperkuat Pancasila dengan peningkatan transformatif tindakan nyata yang tidak hanya dipaksakan. 

“Antara lain, mengimplementasikan sekuat mungkin sila yang Kelima,” ujar Kiai Said.

Toleransi, kata Kiai Said, sudah terwujud di Indonesia. Beda suku, beda agama, beda budaya, tetapi tetap dalam utuh dalam kesatuan Indonesia.

“Yang belum toleran tuh apa?” tanya Kiai Said saat bercerita mengisi suatu seminar di Malang, “Ekonomi,” ia menjawab pertanyaannya sendiri.

Orang Arab dalam pandangan Kiai Said, jika dilihat secara individunya pintar-pintar. Ia pun menyebut beberapa nama, seperti Hossein Nasr, Kamel Jumblat, Walid Jumblat, dan lain-lain. Tapi jika dilihat secara keseluruhan amburadul.

“Di Arab ini, manusia gagal membangun hidup bersama, gagal membesarkan, dan gagal bernegara,” katanya.

Beda dengan orang Indonesia, meskipun keilmuan tidak seberapa, tetapi untuk kebersamaan masih lebih baik. 

“Ngatur kebersatuan tuh bisa,” ucapnya.

Dengan kegagalan Arab itu, masyarakat muslim dunia melihat Islam di Indonesia. Kiai alumni Arab ini berharap agar Indonesia benar-benar bisa tampil.

Acara Rakernas IV JQH NU pun ditutup dengan doa dan menyanyikan lagu Syubbanul Wathan bersama. (Syakir NF/Muiz)