Nasional

Terbatasnya Pengetahuan Jadi Tantangan Penanganan Covid-19 di Pesantren

Sab, 26 Desember 2020 | 01:00 WIB

Terbatasnya Pengetahuan Jadi Tantangan Penanganan Covid-19 di Pesantren

Ketua Umum Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin berharap PBNU sebagai organisasi induk di NU lebih maksimal untuk menggerakkan seluruh unsur organisasi dalam menangani dan menghentikan penyebaran di pesantren. (Foto: NU Online/Kendi Setiawan)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin mengungkapkan bahwa di antara tantangan yang harus dihadapi dalam menghadapi pandemi Covid-19 di pesantren adalah keterbatasan pengetahuan dan informasi terkait wabah ini. Hal ini diperparah dengan banyaknya hoaks seputar Covid-19 dan residu dinamika perkembangan politik.

 

"Akibatnya, sebagian besar pesantren kurang disiplin menjalankan protokol dan tidak siap saat terpapar. Sebagian bahkan denial (menolak menerapkan protokol kesehatan)," ungkapnya, Jumat (25/12).

 

Mengisi Webinar Tantangan Penanggulangan Covid-19 di Pesantren dan Masyarakat, Gus Rozin mengatakan tantangan lainnya yang harus dihadapi adalah tidak adanya penanganan terpadu dalam menangani Covid-19 di pesantren. Komunikasi dari dinas terkait cenderung kurang optimal karena terkesan parsial-sektoral dan berbeda di setiap daerahnya. Ulama dan lembaga sosial keagamaan otoratif kurang dilibatkan.

 

"Pendekatannya berbeda-beda. Ada yang sangat terbuka untuk membantu pesantren-pesantren yang terkena penularan, tetapi juga ada yang buang badan. Ada yang komunikatif ada yang sangat tertutup," ungkapnya.

 

Oleh karenanya ia berharap PBNU sebagai organisasi induk di NU untuk melakukan langkah konkret, terpadu, dan mandiri serta lebih maksimal untuk menggerakkan seluruh unsur organisasi dalam menangani dan menghentikan penyebaran di pesantren. 

 

Tantangan lainnya menurut Gus Rozin adalah minimnya akses terhadap fasilitas kesehatan (faskes) dan tenaga kesehatan (nakes). Kondisi ini mengakibatkan sulitnya pesantren mengecek kesehatan elemen pesantren seperti pemeriksaan kesehatan seperti rapid ataupun swab test. Sarana prasarana pesantren kurang memadai juga menjadi tantangan tersendiri. Misalnya sanitasi kurang layak dan dan minimnya ruang isolasi mandiri di pesantren.

 

Tantangan-tantangan ini menjadikan kebijakan dalam menjalankan aktivitas pendidikan di pesantren berbeda-beda. Saat ini menurut Gus Rozin, ada empat tipe pembelajaran yang dilakukan di masa pandemi Covid-19. Yang pertama adalah tutup sepenuhnya di mana pembelajaran dilakukan dengan daring dan tidak ada kegiatan jamiyah di pesantren.

 

Yang kedua, ada pesantren yang membuka aktivitas kegiatan di pesantren dengan protokol kesehatan. Pesantren sudah mendatangkan santri namun dengan jumlah terbatas dan menerapkan prokes secara ketat.

 

"Banyak juga yang buka sepenuhnya. Buka seperti biasa, kiai beraktivitas seperti biasa seperti tidak ada wabah pandemi Covid-19," ungkapnya tentang tipe ketiga.

 

Tipe perwajahan pesantren di era pandemi yang keempat menurut Gus Rozin adalah pesantren yang sudah buka namun dengan protokol atau disiplin kesehatan yang rendah. Pesantren ini tidak siap menjalankan protokol kesehatan. 

 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan