Nasional

Tahun Baru Hijriyah, Spirit Keberpihakan Pemerintah kepada Rakyat

NU Online  ·  Senin, 12 Oktober 2015 | 04:01 WIB

Bandung, NU Online
Momentum tahun baru Hijriyah sebaiknya tidak hanya diperingati melalui serangkaian perayaan saja, tetapi juga mengambil makna dari momentum tersebut, salah satunya adalah tahun baru hijriyah sebagai spirit peralihan menuju kondisi yang lebih baik.<>

"Dalam konteks Indonesia, ada semangat keberpihakan pemerintah yang semakin besar kepada rakyat, terutama rakyat yang ada di daerah-daerah, misalkan masalah kabut asap akibat kebakaran, kekerasan, dan sebagainya," tutur Prof KH Rosihon Anwar, Wakil Ketua PWNU Jawa Barat, Jum’at (9/10) lalu.

Menurut Kiai yang akrab disapa Prof Rosihon itu, seharusnya Tahun Baru Islam jangan hanya dirayakan dengan seremonialnya saja, khususnya bagi pengemban jabatan di Pemerintahan, di mana 1 Muharram dimaknai secara subtansial, sebagaimana kaidah Tasharuful imam 'alarraiyyah manuthun bil maslahah (Kebijakan pemimpin harus sinergi dengan kepentingan rakyat).

"Ujungnya yaitu demi terwujudnya kesejahteraan rakyat," ujar kiai yang juga Dekan Fakultas Ushuluddin itu.

Selain kepada pemerintah, Prof Rosihon juga mengingatkan kepada rakyat supaya jangan lagi mempersoalkan latar belakang pemimpin, ormas bahkan ideologinya, karena bagi ia ada hal yang lebih penting daripada hal tersebut.

"Yang penting pemimpin itu ada keberpihakan. Keberpihakan kepada rakyat harus kita dukung," tegasnya.

Bersamaan dengan Tahun Baru Hijriyah, Dia menegaskan, bahwa paham Ahlussunnah waljama'ah (Aswaja) selalu memberikan kemaslahatan untuk bangsa. Aswaja bukan hanya persoalan teologi, tapi bagaimana aswaja ditampakkan dalam bentuk aksi sosial.

Aswaja yang dianut memberikan, katanya, harus berdampak bagi perubahan sosial. Misalkan dalam teologi Asy'ariyyah ada konsep kasyaf kalau dimaknai konteks sekarang suatu usaha untuk keluar dari kemelut. (M. Zidni Nafi'/Fathoni)