Nasional

Syekh Yusuf Al-Maqassari, dari Sulawesi Selatan hingga Afrika Selatan

NU Online  ·  Rabu, 19 Desember 2018 | 14:00 WIB

Syekh Yusuf Al-Maqassari, dari Sulawesi Selatan hingga Afrika Selatan

Ginanjar Sya'ban (kiri)

Tangerang Selatan, NU Online
Mengkaji sejarah Islam di Nusantara tak bisa lepas dari kawasan Sulawesi seperti Bugis, Mandar, dan Makassar. Karena dari wilayah ini telah melahirkan ulama-ulama yang memiliki pengaruh besar seperti Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Al Mahasin Al Taj Al Khalwati Al Maqassari atau sering disebut Syekh Yusuf al Maqassari.

Menurut Direktur Islam Nusantara Center, Ahmad Ginanjar Sya’ban, Syekh Yusuf merupakan sosok ulama yang memiliki jaringan wilayah yang sangat luas, dari Sulawesi Selatan, Banten, Arab, Srilanka, bahkan Afrika Selatan. 

“Ia tak hanya berpengaruh di kalangan lokal saja, tapi juga internasional,” kata A. Ginanjar Sya’ban dalam kajian Islam Nusantara Center di kediaman Kepala Pusat LKKMO Balitbang & Pusdiklat Kemenag RI, Perumahan Legoso Permai, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten akhir pekan lalu.

Penelusurannya pada sebuah manuskrip yang berjudul Al Maqassiri yang tersimpan di Iran menghasilkan temuan berupa bukti-bukti perjalanan hidup Syekh Yusuf.

“Kenapa tersimpan di Iran, sebab Syekh Yusuf pernah mengijazahkan semua kemursyidan tarekatnya pada satu orang ulama dari Bagdad bernama Syaikh Abdul Qadir al Bagdadi,” ungkap Ginanjar.

Selain berasal dari Makassar, lanjutnya, Syekh Yusuf ini juga menjadi bagian dari Banten. Lama bermukim di Haramain ketika pulang ke Nusantara ia diangkat menjadi mufti Banten dan dinikahkan dengan putri Sultan Ageng Tirtayasa.

“Bahkan ketika terjadi pemberontakan di Banten dia juga menjadi aktor penting meski di usianya yang telah udzur,” papar penulis buku Mahakarya Islam Nusantara ini.

Akhir dari pemberontakan tersebut, Syekh Yusuf ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Batavia. Takut terjadi pemberontakan berikutnya karena Mufti mereka ditangkap, Syekh Yusuf pun dipindahkan ke Srilanka.

Secara administrasi, Srilanka pada saat itu merupakan wilayah jajahan Belanda namun secara Islam pengaruhnya berasal dari kesultanan Delhi. Di Srilanka Syekh Yusuf menjadi tahanan kota, yang artinya bebas melakukan apa saja, seperti berdakwah, mengaji, bahkan menulis kitab.

“Kitab yang ia karang sewaktu di Srilanka di antaranya adalah An Nafahat As Sylanniyyah,” paparnya.

Selain itu, Sultan Mughal  yang berkuasa juga mengenal Syekh Yusuf dengan baik lantaran salah satu mufti India, turunanannya Syekh Waliyullah Ad Dihlawi merupakan kerabat Syekh Yusuf yang sama-sama satu perguruan sewaktu belajar di Madinah di bawah bimbingan Syekh Ibrahim Al Kurani. Itu artinya penahanan Syaikh Yusuf di Srilanka telah gagal bagi Belanda.

Terlebih ketika mengetahui banyaknya jamaah haji yang pulang dari Haramain tidak langsung kembali ke Nusantara, justru menyempatkan untuk mengunjungi Syekh Yusuf di Srilanka yang tanpa sengaja  berhasil memberi pengaruh terhadap para jamaah bahkan sampai ke Nusantara lagi.

Belanda geram dengan hal tersebut yang kemudian mereka memutuskan untuk memindahkan Syekh Yusuf ke tempat yang lebih jauh, yakni Afrika Selatan.

Di Afrika Selatan Syekh Yusuf menjadi seseorang yang pertama kali menyebarkan Islam di sana, bahkan perjuangannya itu tercatat oleh sejarah. Jika ditelusuri, sanad keislaman orang Afrika Selatan pasti akan tersambung ke Syaikh Yusuf.

“Memang begitulah takdir ulama, di satu tempat ia tenggelam, tapi di tempat lain ia terbit,” paparnya.

Adapun generasi setelah Syekh Yusuf adalah Imam Abdullah bin Abdussalam, seorang qodi dari Bone yang juga diasingkan oleh kolonial seratus tahun setelah Syekh Yusuf. (Nuri Farikhatin/Fathoni)