Surabaya, NU Online
Ada nuansa berbeda saat sejumlah santri berada di panggung politik. Karena argumentasi yang dikemukakan dalam setiap rapat dilandasi oleh Al-Qur’an dan Hadits, juga kaidah fikih.
Demikian yang disampaikan Syaikhul Islam Ali saat menjadi narasumber utama pada bedah buku hasil karyanya yang berjudul: Kaidah Fikih Politik, Perayaan Demokrasi dan Politik Kebangsaan, Sabtu (27/1).
“Karena argumentasi yang disampaikan pada sidang komisi hingga paripurna di gedung DPR dilandasi Al-Qur’an dan Hadits, serta kaidah fikih, tidak banyak kalangan yang bisa membantah,” kata politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Direktur Pondok Pesantren Bumi Shalawat Sidoarjo ini juga menandaskan bahwa keberadaan para politisi dari kalangan santri bisa mengurangi kecenderungan pragmatisme politik. “Bahwa yang lebih dikedepankan adalah politik kebangsaan,” tandasnya.
Menurut Gus Syaikhul, sejumlah ikhtiar ini juga dilakukan politisi berlatar belakang santri lainnya, seperti Hanif Dhakiri. Bahkan politisi yang kini menjabat Menteri Tenaga Kerja tersebut menerbitkan buku pedoman berpolitik yang menitik beratkan pada kaidah fikih.
“Kesempatan belajar ushul fikih di Pesantren Lirboyo yang demikian tertanam, membuat saya ingin juga menerapkannya di gedung parlemen,” tandasnya.
Apa yang telah dilakukan selama ini, tidak lain lantaran belajar kepada para ulama dan kiai NU yang berkiprah di panggung politik. “Kalau membuka sejarah, maka kita akan menemukan kiprah para masyayikh dalam perpolitikan di Tanah Air,” ungkapnya.
Baginya, akan ada nuansa berbeda kala santri berada di kancah politik. “Dan Indonesia akan merindukan bagaimana para santri akan mewarnai panggung politik,” sergahnya.
Pertarungan yang demikian sengit antara kalangan yang menghendaki formalitas Islam dan mereka yang lebih mengedepankan politik kebangsaan demikian terasa dan bisa dibaca hingga saat ini. “Dan semua akan mengaitkan terhadap kiprah tokoh besar NU,” pungkasnya.
Bedah buku yang berlangsung di ruang Kertaraharja kantor PWNU Jatim, jalan masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya tersebut sebagai rangkaian peringatan 40 tahun Majalah AULA. Selain Gus Syaikhul, tampil pula H Arif Afandi, Masdar Hilmy, serta KH Ma’ruf Khozin, dengan moderator Riadi Ngasiran. (Ibnu Nawawi)