Nasional

Soal Blokir Situs Islam, Pemerintah dan Institusi Negara Jangan Reaktif

NU Online  ·  Sabtu, 17 Maret 2018 | 12:00 WIB

Jakarta, NU Online
Aktivis Gusdurian Savic Ali mengimbau pemerintah dan institusi negara untuk tidak terlalu reaktif dalam menangani situs Islam yang mengampanyekan ujaran kebencian dan konten konservatif keagamaan. Reaksi berlebihan terhadap situs-situs itu seperti pemblokiran dapat menurunkan legitimasi pemerintah dan institusi negara itu sendiri.

Demikian disampaikan Savic Ali pada diskusi terbatas yang bertema Optimalisasi Peran dan Sinergi Antarpemangku Kepentingan dalam Penanganan Ujaran Kebencian di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (15/3) siang.

“Untuk mereka, negara cukup melakukan ‘pembinaan’ dan monitoring,” kata Savic.

Over reaktif, kata Savic, justru memunculkan masalah legitimasi kekuasaan pemerintah dan otoritas institusi negara di kalangan masyarakat Muslim.

“Pemerintah jangan over reaktif dalam memblokir situs Islam. Itu bahkan menjadi blunder. Krisis legitimasi ini ancaman semuanya baik pemerintah, kepolisian, institusi negara. Saya khawatir kita melangkah terlalu jauh,” kata Savic.

Direktur NU Online ini mengakui bahwa energi kebencian itu menggerakkan. Menurutnya, kecenderungan itu beralih ke media sosial, bukan di website.

“Mereka di medsos bahkan sudah bisa memetakan musuhnya. Kalau dulu kebencian diarahkan ke Ahok, sekarang ke Jokowi. Sebenarnya komunitas mereka juga cenderung tertutup. Mereka biasa share atau kumpul-kumpul sesuai dengan afiliasi politik yang sama,” kata Savic.

Meskipun demikian, pemblokiran situs mereka bukan kebijakan strategis. Pemblokiran hanya melahirkan krisis legitimasi pemerintah dan institusi negara yang justru memperparah keadaan.

“Kita tak setuju dengan ustadz-ustadz Wahabi di Indonesia. Mereka mengharamkan musik dan mengharamkan amaliyah warga NU. Tahlil dan ziarah kubur haram menurut mereka. Tetapi kita tidak menuntut pemerintah untuk melakukan pelarangan aktifitas dakwah ustadz Wahabi,” kata Savic.

Terkait pemblokiran situs Islam pada akhir 2016 lalu, ia menyebut bahwa beberapa lembaga negara terkait mengaku tidak bertanggung jawab.

“Menkominfo dan BNPT saling lempar tangan soal pemblokiran situs Islam saat kami undang diskusi di PBNU. Sementara Kemenag tidak bersuara apapun karena mereka memang tidak punya tim untuk itu,” kata Savic.

Selain Savic, hadir sebagai narasumber M Fadil Imran Fadil Imran dari Ditsiber Mabes Polri, Rosidi dari Fahmina, Teguh dari Kominfo, dan Deputi Direktur Riset Elsam Wahyudi. Diskusi ini diselenggarakan oleh Imparsial dan Fahmina Institute. (Alhafiz K)