Nasional

Semangat Sumpah Pemuda, Yenny Wahid Minta Masyarakat Akhiri Polarisasi Kadrun-Cebong

Kam, 28 Oktober 2021 | 03:30 WIB

Semangat Sumpah Pemuda, Yenny Wahid Minta Masyarakat Akhiri Polarisasi Kadrun-Cebong

Yenny Wahid mengatakan uuk menghindari perpecahan, masyarakat harus menghentikan penyebutan istilah kadrun dan cebong. (Foto: Twitter)

Jakarta, NU Online

Dengan semangat Sumpah Pemuda, Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) meminta masyarakat Indonesia tidak lagi terpolarisasi dan mengakhiri istilah kadrun dan cebong. 

 

Hal ini, kata Yenny, untuk mencegah perpecahan di antara masyarakat Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia lebih penting dari pada tujuan politik jangka pendek.

 

Fenomena kadrun dan cebong mulai muncul ketika pemilihan presiden RI era Joko Widodo dan Prabowo. Meskipun kedua calon sudah berada dalam satu barisan, istilah kadrun dan cebong masih eksis. Melebar ke mana-mana.

 

"Negara kita, buat saya harus hati-hati menyikapi fenomena ini dan kita semua tidak terjebak dalam arus berpikir seperti ini, kadrun dan cebong. Karena apa kasih label sesama kita. Julukan yang jelek itu buat apa?" katanya saat wawancara di akun Youtube Karni Ilyas Club, Rabu (27/10/2021).

 

Alumni Trisakti ini mengatakan polarisasi dan pembelahan dalam bentuk kadrun dan cebong hanya menyebabkan luka yang mendalam. Luka menimbulkan kebencian dan semakin mendalam karena dampak media sosial. 

 

Teknologi sosial media memang menjadi faktor besar menyebabkan polarisasi kadrun dan cebong. Karena bisa mengakomodasi pesan dan gerakan secara cepat. 

 

"Salah satu penyebabnya algoritma sosial media yang membuat orang itu dibanjiri informasi yang sangat menyudutkan kelompok yang tidak disukainya," imbuh Yenny.

 

Dikatakan, cara kerja algoritma media sosial cukup sederhana. Apabila seorang percaya sesuatu, biasanya ada tandingannya. Maka mesin media sosial otomatis akan menampilkan lawan dari yang ia sukai juga. Semisal seseorang menyukai Chelsea, maka mesin media sosial akan menampilkan konten tentang Chelsea dan yang menjelekkan Chelsea juga. Begitu juga untuk kasus lainnya.

 

Seseorang yang suka membuka konten tentang kadrun di youtube, facebook dan instagram maka secara otomatis akan direkomendasikan oleh mesin berbagai konten yang membenci cebong.

 

Karena setiap hari disuguhi konten kebencian singga semakin mengentalkannya kepercayaannya atas suatu hal dan kebencian pada hal lain.

 

"Kita juga berhadapan dengan dunia, di mana identitas politik sangat kuat berupa identitas agama, ras, sama keyakinan politik. Maka kecenderungan media sosial akan membelah. Jika milih A, maka B sebagai musuh," kata perempuan kelahiran Jombang ini.

 

Yenny menambahkan, fenomena ini tidak hanya hanya terjadi di Indonesia saja. Negara super power seperti Amerika Serikat juga mengalami hal yang sama. Kebencian antar ras kulit hitam dan putih menguat saat pertarungan antara Biden dan Trump pada pemilihan presiden kemarin.

 

"Ini fenomena terjadi juga di Amerika Serikat. Pembelahan identitas ras. Kulit hitam pro kulit hitam. Putih ya pro putih," tegasnya.

 

Pembelahan antara kadrun dan cebong semakin lebar jaraknya ketika munculnya buzzer dan influezer. Adanya buzzer malah memperkeruh suasana. Baik buzzerRp ataupun buzzer lain yang punya agenda politik sempit. 

 

Umumnya para buzzer ini pakai jargon dangkal seperti kadrun dan cebong. Hal tersebut bertujuan untuk membuat provokasi. Sebenarnya masalah ini tidak boleh dan harus ditertibkan. 

 

"Fenomena ini jadi kewajiban kita semua terutama publik figur untuk meredam masyarakat agar tidak terjebak dalam polarisasi seperti ini. Penggunaan label kadrun dan cebong harus itu dicegah," tandasnya. 


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan