Kendal, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Imam Azis mengatakan, salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan dan menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat adalah dengan redistribusi tanah. Dulu, redistribusi tanah (land reform) dilakukan pemerintah dengan obyek tanah pribadi, sedangkan saat ini obyeknya adalah lahan negara dan perhutani sosial.
“Bagi saya soal sumber agraria ini penting karena berhubungan erat dengan upaya mengurangi ketimpangan ekonomi dan penciptaan keadilan sosial,” kata H Imam saat menjadi narasumber acara Halaqah Kiai Muda bertemakan Reforma Agraria, Jalan Menuju Keadilan Sosial di Pesantren Bani Umar Al Karim Kaliwungu Kendal, Sabtu (6/1).
Ia menerangkan, salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia begitu akut adalah disebabkan kegagalan dalam mengelola persoalan lahan. Ia mengaku heran bagaimana bisa 10 orang kaya bisa menguasai 70 persen aset agraria yang ada di Indonesia.
“Kemiskinan menjadi akut karena negara gagal mengatur sumber agraria itu,” ucapnya.
H Imam menjelaskan, Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar 2017 di Lombok menetapkan empat langkah terkait dengan redistribusi tanah. Pertama, menarik kembali tanah lahan yang berlebihan dan diberikan ke pihak-pihak tertentu. Kedua, menarik lagi tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak digunakan dan dikelola secara benar. Ketiga, membatasi waktu dan jumlah tanah lahan yang dikuasai. Keempat, mendistribusikan tanah lahan yang dikuasai negara yang tidak lagi produktif untuk rakyat miskin agar bisa dimiliki atau digunakan untuk basis usaha.
Namun demikian, H Imam menegaskan, persoalan ketimpangan sosial dan ekonomi adalah masalah yang besar. Sehingga untuk menyelesaikannya tidak bisa dilakukan pemerintah saja, atau masyarakat sendiri. Semua elemen bangsa harus memiliki semangat bersama untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Narasumber lainnya, Tri Chandra Aprianto, Satuan Kerja Reforma Agraria dari Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan, reforma agraria bukan hanya sebatas redistribusi tanah saja, tetapi kebijakan tersebut juga merupakan konsep pembangunan nasional.
“Makanya yang perlu dipikirkan adalah konsepsi ekonomi apa yang harus dipikirkan setelah reforma agraria dilaksanakan dan konteks Indonesia, bagaimana desa terlibat di dalamnya,” jelasnya. (Red: Muchlishon Rochmat)