Nasional

Sejumlah Pihak Dukung Permendikbud tentang Kekerasan Seksual

Sab, 27 November 2021 | 10:00 WIB

Sejumlah Pihak Dukung Permendikbud tentang Kekerasan Seksual

Ilustrasi. (Foto: Baomoi)

Jakarta, NU Online

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan tinggi yang telah ditetapkan 31 Agustus 2021 terus menuai dukungan dari sejumlah pihak.


Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Marzuki Wahid misalnya, meski diskursus regulasi Permendikbud dan RUU P-KS dinilai sedikit terlambat namun ia berpendapat hal itu lebih baik dari pada tidak sama sekali.


Namun ia menyayangkan regulasi yang masih diperdebatkan di kalangan DPR tentang RUU P-KS yang kini diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).


“RUU TPKS yang dibahas oleh DPR hasilnya masih fifty-fifty padahal korban kekerasan seksual terus berjatuhan, predator seksual merajalela sementara regulasi ditentang terus dan gak selesai,” ungkapnya.


Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada tahun 2017 jauh hari telah mengajukan RUU P-KS bahkan, lanjutnya, pada tahun yang sama KUPI telah mengeluarkan fatwa bahwa kekerasan seksual hukumnya haram. Di samping itu negara berkewajiban hadir dan menjamin hak-hak korban.


Meski tantangan ini dinilai berat namun ia optimis perjuangan ini akan menuai kemenangan. “Kita harus tetap teguh dan kokoh mengikuti prinsip Gus Dur bahkan ini yang harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan,” imbuh Sekretaris Lakpesdam PBNU itu. 


Senada, Peneliti Senior di Pusat Kajian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (kini LIPI menyatu ke BRIN), Irine Hiraswari Gayatri mendukung aturan Permendikbud yang menjadi sasaran pencegahan dan produk hukum yang di advokasi oleh aktivis dan sebagian anggota dewan.


Menurutnya aturan tersebut cukup jelas. Karenanya, ia berharap pro kontra terhadap aturan Kementerian Pendidikan ini tidak sampai mengganggu teman-teman yang tengah melakukan advokasi soal Permendikbud maupun RUU P-KS.


Sementara itum, menyoroti kekerasan seksual yang marak terjadi di kampus. Ketua dewan pengawas Komunitas SP Kinasih, Suharti Mukhlas berharap regulasi yang melindungi korban kekerasan seksual terus digencarkan. 


Pasalnya, terang dia, jumlah korban kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi semakin meningkat. Berdasarkan riset yang diperoleh Tirto.id pada 2009 terdapat 79 kampus dari 29 kota dengan jumlah korban sebanyak 207 dan 174 berasal dari lingkungan perguruan tinggi.


“Ini angka yang cukup besar dan berdampak pada psikologis, sosial, kesehatan reproduksi korban sementara biaya penanganan sangat besar. Inilah yang mendesak kawan-kawan segera ada regulasi yang melindungi korban seksual,” tandasnya.

 

Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mendorong perlu ada penyempurnaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.


“Beberapa poin harus kita sempurnakan," ujar Kiai Said, Senin (15/11/2021) di Jakarta.


Namun, Kiai Said tidak menjelaskan lebih lanjut poin-poin mana saja yang perlu disempurnakan. Ia hanya menekankan salah satu poin bahwa rasa suka sama suka tidak dapat dijadikan alasan bagi hubungan seksual tanpa ikatan perkawinan yang sah. Kiai Said menegaskan bahwa hal itu tetap tidak diperbolehkan.


"Mau suka sama suka (tanpa perkawinan) tetap saja enggak boleh. Bukan hanya kekerasan dalam arti paksaan. Tapi suka sama suka pun (tanpa ikatan perkawinan yang saha) harus dilarang," tegas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
 

Kontributor: Suci Amaliyah 

Editor: Fathoni Ahmad