Nasional

Sejarawan: Buku Putih NU Menjadi Bahan Historiografi Baru

NU Online  ·  Jumat, 4 April 2014 | 09:01 WIB

Yogyakarta, NU Online
Guru besar sejarah Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Bambang Purwanto mengatakan, penerbitan buku putih “Benturan NU-PKI: 1948-1965” oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mempunyai tempat tersendiri dalam penulisan sejarah atau historiografi Indonesia. Dan sebagai sebuah sejarah, buku putih itu tentu memuat subyektifitas.<>

“Sejarah tidak pernah obyektif. Historiografi selalu memuat subyektifitas. Bagi kami sejarawan, buku putih yang ditulis oleh NU ini sangat berarti sebagai sumber historiografi,” kata Prof Bambang dalam bedah buku putih itu di kampus UIN Sunan Kalijaga, Kamis (3/4). Kegiatan yang digelar PWNU Yogyakarta dihadiri oleh Wakil Ketua Umum PBNU KH As’ad Said Ali dan tim penulis dari Jakarta.

Sebelumnya ketua tim penulis buku putih Abdul Mun’im DZ mengatakan, buku putih itu ditulis sebagai bahan pegangan atau panduan bagi warga NU sendiri, terutama generasi muda yang tidak terlibat dalam peristiwa penting yang melibatkan NU di masa lalu. “Buku ini lebih tepat disebut sebagai buku politik, bukan buku ilmiah,” kata Wakil Sekjen PBNU itu.

Bambang Purwanto mengatakan, jika buku “Benturan NU-PKI” itu dimaksudkan sebagai buku panduan bagi kader NU atau menjadi buku politik, maka berbagai pertanyaan yang menyangkut persoalan historiografi telah selesai. Dalam konteks itu, buku putih yang ditulis oleh NU sudah berhasil.

“Sebagai buku pegangan bagi kader NU, buku ini sudah berhasil menyampaikan apa yang ingin disampaikan dan layak untuk dibaca. Buku ini telah berhasil betul mengatakan bahwa NU itu hebat betul. Bahwa NU hampir tidak ada cacat,” katanya.

Namun, ia memberikan catatan, buku putih NU itu sangat monolitik. “Tidak ada yang berperan selain NU. Yang lain hanya pelengkap. Bahwa NU kemudian menjadi superhero, sangat terasa dalam buku ini,”katanya.

Namun menurutnya, membaca buku putih itu sama seperti membaca Babad Tanah Jawi, atau babad dan hikayat lainnya. Dengan menulis buku itu, lanjutnya, NU itu telah mengembalikan tradisi penulisan sejarah yang dilakukan orang-orang terdahulu.

“Buku putih ini merupakan produk narasi NU yang menjadi bahan baru untuk menulis historiografi baru,” pungkasnya. (A. Khoirul Anam)