Resolusi Jihad, Bukti Peran Kiai dan Santri Tegakkan Kemerdekaan
NU Online · Sabtu, 23 Oktober 2021 | 16:00 WIB

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam malam puncak Hari Santri di PBNU. (Foto: NU Online/Suwitno)
Nuriel Shiami Indiraphasa
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengungkapkan bahwa Resolusi Jihad adalah bukti yang menunjukkan besarnya peran santri dan kiai dalam menegakkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Resolusi Jihad menggambarkan antara Islam dan nasionalisme bukanlah hal yang kontradiktif. Ia justru tidak bisa dipisahkan,” kata Kiai Said pada malam puncak Hari Santri 2021 di Gedung PBNU, pada Jumat (22/10/2021) malam.
Resolusi Jihad yang melatarbelakangi lahirnya Hari Santri, lanjut Kiai Said, memuat nilai nasionalisme berbasis Ahlussunnah wal Jamaah, yakni kewajiban untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah.
“Suatu keputusan politik dan keagamaan penting dari para ulama dan pesantren yang menjadikan Indonesia tetap tegak berdiri, tidak jatuh ke tangan penjajah,” papar kiai kelahiran Cirebon tersebut.
Sementara itu, Kiai Said juga mengatakan bahwa peringatan Hari Santri merupakan momentum dalam meneguhkan komitmen kebangsaan dan melunasi janji para pendiri bangsa yang telah ditujukan kepada para santri terdahulu.
Meninjau pada fondasi Islam di Indonesia yang memuat nilai keterbukaan dan toleransi, Kiai Said mengatakan bahwa kombinasi tersebut melahirkan prestasi capaian umat Islam Indonesia di mata dunia.
“Tidak hanya pada keberhasilan untuk mempertahankan keutuhan negara dan demokrasi yang melahirkan keselarasan praktik demokrasi modern dan tradisi Islam, tetapi juga pengakuan dunia akan kreasi budaya keagamaan yang tidak bertentangan dengan kehidupan global yang dipelopori oleh santri dan ulama,” tegasnya.
Bertolak pada proses awal penyebaran Islam di Nusantara, Kiai Said menuturkan bahwa tiada ditemukan indikasi cara paksaan, penaklukan, atau perang agama untuk menanggalkan praktik kehidupan masyarakat saat itu yang berlandaskan pada ajaran Hindu dan Buddha.
Sebaliknya, lanjut Kiai Said, tradisi lokal Hindu, Buddha, dan Islam justru saling mengisi dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang melahirkan munculnya sejumlah pemahaman dan tradisi keagamaan baru yang karenanya dapat dirujuk pada berbagai tradisi agama yang sudah ada sebelumnya.
Karakter islamisasi Nusantara yang terbuka inilah, tegas Kiai Said, tidak hanya mampu menghindari kekerasan. Akan tetapi juga membuka kesempatan untuk memahami Islam secara komprehensif.
Kontibutor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua