Nasional

Rektor UIN Jakarta Komentari Fenomena Ustadz Prematur

Rab, 8 Juli 2020 | 16:30 WIB

Rektor UIN Jakarta Komentari Fenomena Ustadz Prematur

Fenomena ustadz prematur tak hanya terjadi di Indonesia, di beberapa negara, yakni berkembang mubaligh yang tak memiliki landasan ilmu pengetahuan

Jakarta, NU Online
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Profesor Hj Amany Burhanudin Umar Lubis ikut memberikan tanggapan terkait fenomena ustadz prematur di internet yang kerap memfatwakan hukum islam tertentu berdasarkan pemikirannya sendiri. Bahkan sang ustadz tak memiliki kemampuan mengaji dengan baik dan benar berdasarkan ilmunya. 


Menurut mufti perempuan pertama Uni Emirat Arab ini, fenomena itu tidak hanya terjadi di Indonesia, hampir beberapa negara mengalami serupa, yakni berkembang mubaligh yang tidak memiliki landasan ilmu pengetahuan atau tuntunan ajaran agama. 


Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo ini menerangkan, patokan menjadi seorang pendakwah di antaranya, konten yang disampaikan harus berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah. Lalu, menyampaikan materi berdasarkan ijtihad para ulama, menyampaikan materi dakwah berdasarkan ilmu meliputi bahasa Arab, fiqih, ushul fiqih, mempelajari ilmu tafsir dan telah membaca karangan para ulama yang mu’tabar


“Memiliki wawasan ilmu seperti bahasa Arab, fiqih, ushul fiqih, membaca tafsir yang banyak, sudah membaca kitab-kitab karya ulama yang dianggap mu’tabar dan juga mempunyai wawasan tentang apa yang berkembang sekarang,” kata peraih rekor MURI sebagai Rektor Perempuan Pertama di seluruh UIN, saat berbincang dengan NU Online, Selasa (7/7) sore. 


Dia mengakui, saat ini viral sekali pendakwah yang berani melarang serta memfatwakan hukum islam tertentu. Padahal, dalam pemahaman agama, seorang pendakwah harus hati-hati, tidak boleh keluar dari landasan. Artinya menyampaikan materi dakwah secara komprehensif.   


“Banyak ulama atau syekh atau kiai atau juga mubalig menyampaikan masalah ini. Kewajiban mubalig menyampaikan hal-hal yang benar. Kalau ada yang keluar dari yang biasa, tak ada landasan kuat, harus dinasihati, dibina dan diberi arahan bahwa tidak menggunakan media dan internet ini untuk memunculkan ide pribadi,” tuturnya. 


Menurut penerima beasiswa Shot Course on Women Studies di McGill University Kanada tahun 1997 ini, seorang pendakwah harus memiliki proses terlebih dahulu. Namun, jangan diartikan Islam sebagai agama yang mempersulit. Justru Islam mengajarkan bahwa setelah kesulitan muncul kemudahan. 


“Islam adalah agama damai dan mudah, bukan hanya dipilih yang susah-susahnya. Lalu, inilah agama Islam, maka kita sebagaimana ulama mengatakan bahwa dari kesulitan itu akan kemudahan. Bahkan ayat  Al-Qur'annya juga menegaskan itu. Inna ma'al 'usri yusra, ulama juga berpedoman itu,” tuturnya. 


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori 
Editor: Abdullah Alawi