Jakarta, NU Online
Ada kelompok yang menganggap tasawuf dan tarekat adalah ajaran yang sesat, bid’ah karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad, serta tidak ada dalilnya di dalam Al-Qur’an.
Menanggapi hal itu, Ketua Lajnah Muwasholah Jam'iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) KH Ali M. Abdillah menjelaskan, ajaran tasawuf dan taswuf merujuk kepada Al-Quran dan hadis. Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’la ayat 14-15 dan As-Syams ayat 9 adalah menjadi rujukan dari mereka yang bertasawuf dan bertarekat.
“Memang pada zaman Nabi Muhammad dua istilah ini belum ada. Namun, rujukan ajaran tarekat dan tasawuf itu adalah Al-Qur’an dan hadis,” kata Kiai Ali di Tebet Jakarta, Senin (30/10).
Selain itu, Ketua Mahasiswa Ahlit Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah (MATAN) DKI Jakarta juga menegaskan bahwa Rasulullah memberikan contoh dalam melakukan riyadlah dan mujahadah diri. Yakni ketika Nabi Muhammad menyendiri di Gua Hira dengan hanya sedikit makan. Proses ini yang juga dilakukan ketika seseorang bertaswuf dan bertarekat.
“Dalam tasawuf ini disebut sebagai proses takhalli yakni menyucikan diri dari jiwa-jiwa yang buruk,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Rabbani Cikeas Nagreg itu.
Kiai Ali berpendapat, meski Rasulullah adalah orang yang terjaga dari dosa (ma'shum) dan suci, namun tetap melakukan riyadlah dan mujahadah sebagai bentuk teladan kepada umatnya bahwa untuk mencapai titik muthmainnah dan tingkatan dekat dengan Allah maka harus dibarengi dengan riyadlah dan mujahadah.
Menurut Kiai Ali, periode takhalli Rasulullah dimana hakikat lebih dominan karena pada waktu ini belum ada kewajiban-kewajiban yang bersifat syariat. Pada periode Makkah ini, Rasulullah tetap sabar meski dilempari dengan batu dan kotoran serta dicaci maki.
Karena pada proses takhalli, seseorang akan memiliki jiwa yang bersih dan memandang segala sesuatunya itu digerakkan oleh Allah.
“Sedangkan, pada periode Madinah Rasulullah istilahnya mencapai pada tahapan tajalli. Yakni secara ruhani Rasulullah senantiasa ingat kepada Allah namun beliau melengkapinya dengan aspek syariat,” urainya.
“Itulah simbol takhalli, tahalli, dan tajalli yang dicontohkan oleh Rasulullah. Itu dasar bertasawuf,” lanjutnya. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)