Nasional

Rais Aam Jelaskan Tanggung Jawab Syuriyah NU

NU Online  ·  Senin, 19 November 2018 | 16:40 WIB

Rais Aam Jelaskan Tanggung Jawab Syuriyah NU

Rais Aam PBNU, KH Miftakhul Akhyar (tengah)

Jakarta, NU Online
Rais Aam PBNU, KH Miftakhul Akhyar mengatakan berkaitan dengan lembaga syuriyah di PBNU, semangat yang mendasarinya seperti dalam dalil yang menyebutkan bahwa hikmah adalah ilmu naafi' atau ilmu yang bermanfaat.

"Allah menganugrahkan alhikmah kepada siapa yang dia kehendaki. Dan barangsiapa dianugerahi hal tersebut, akan menyukai hal yang mendekati hikmah tersebut,” katanya mengutip sebuah dalil.

Pada pembukaan Pendidikan Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) yang diadakan Lakpesdam NU, Ahad (18/11) itu ia menegaskan salah satu kecakapan utama untuk menjadi syuriyah adalah al-hikmah. Dengan hikmah tersebut, seorang syuriyah memiliki kemampuan dalam membuat suatu kebijakan dan hal tersebut tidak mungkin terjadi tanpa hikmah.

"Hal tersebut tertuang dalam AD/ART  yang menggariskan bahwa seorang syuriyah punya kewenangan dalam mengatur tetapi juga dapat membuat kebijakan umum sendiri," lanjut Kiai Miftah di lokasi kegiatan Pusdiklat Kemnaker Jakarta Timur.

Dengan kemajuan zaman, lanjutnya, referensi pengetahuan mudah didapatkan. Hal yang perlu diwaspadai adalah berita-berita hoaks yang marak berkembang. Pelatihan ini juga menjadi hal yang penting, sebab banyak kiai-kiai di kampung dengan mudah terprovokasi dengan potongan film yang disambung.

"Oleh karena itu, NU memiliki satu senjata yang paling ampuh untuk mengatasinya, yaitu dengan tabayyun," tegasnya.

Kia Miftakhul Akhyar mencontohkan bahwa jika salah seorang saudara kita melakukan syirik, harus didatangi dan ditabayuni lebih dahulu untuk memastikan apakah ia melakukan itu karena benar-benar syirik atau atas perintah dan dorongan pihak lain.

Berkaitan dengan ilmu, menurut Kiai Miftakhul Akhyar sejatinya itu milik umat. Jika ilmu telah hilang, umat Islam  harus kembali mencarinya. Jika tidak, akan berkembang penyakit fanatisme.

Lebih jauh, menurutnya ilmu milik siapa saja. Setiap orang memiliki ilmu. "Jadi tidak boleh menganggap semua tindakan seseorang salah, sebab setiap orang memiliki kebaikan atau ilmu dalam dirinya," urainya lagi. 

Ia mengingatkan bahwa semua manusia dalam keadaan mabuk, kecuali ulama. Dan ulama juga mabuk jika tidak mempraktikkan ilmunya. Situasi ini sudah dibaca oleh Al-Mustari pada abad keempat dan kelima.

Pada akhir sambutan, KH Miftakhul Akhyar menuangkan harapannya agar pelatihan ini dapat berjalan dengan baik, dan calon-calon syuriyah mampu menerapkan sifat-sifat utama bagi syuriyah yang telah disampaikannya.

"Tanggung jawab syuriyah itu sangat berat, sebab bertanggungjawab pada lembaga sekaligus harus memperbaiki masyarakat," pungkasnya. (Red: Kendi Setiawan)