Jember, NU Online
Rais 'Aam PBNU KH Ma'ruf Amin mengungkapkan, Islam di Indonesia harus menjadi tenda besar bagi segenap lapisan masyarakat yang beraneka ragam budaya. Karakter Islam adalah mengayomi dan menjadi tempat berteduh bagi siapa pun dengan latar belakang etnis dan suku apa pun.
Sebagai agama dengan pemeluk mayoritas di negeri ini, umat Islam tak perlu mencederai lebel tersebut dengan mengedepankan sifat
ananiyah (egosentrisme, keakuan). Sebab, hal itu bisa mengusik kenyamanan dan ketenangan penganut agama lain, selain berpotensi mengacaukan internal umat Islam.
"Bahaya kalau sampai kita menonjolkan sifat ananiyah," kata KH Ma'ruf Amin saat peresmian Masjid Roudhotul Muchlisin di Jember, Jawa Timur, Ahad (15/4).
Menurut Kiai Ma'ruf, toleransi umat Islam di Indonesia sudah diakui dunia. Ia bercerita tentang seorang peneliti Eropa yang pernah berkunjung ke kediamannya, dan menyampaikan kekaguman tentang kerukunan yang terjadi dalam kehidupan antarumat beragama di Indonesia. Itulah yang dia korek saat bertemu dengan Kiai Ma'ruf. Akhirnya, dia menyimpulkan bahwa kerukunan tersebut tercipta dengan kata kunci, Islam mayoritas.
Untuk membuktikan itu, kata Kiai Ma'ruf, si peneliti lalu mendatangi sejumlah lokasi yang di situ terdapat budaya dan penduduk non-Muslim sebagai minoritas seperti di Banten, Borobudur dan sebagainya. Faktanya, mereka yang berada di tengah-tengah umat Islam itu, hidupnya tenang, tak terusik, budaya dan aktifitas keagamaannya juga jalan. Dia menyaksikan sendiri tempat-tempat itu, dan ternyata aman-aman saja.
"Akhirnya dia pulang ke Eropa dan menyatakan akan membuat film tentang itu (toleransi Islam) yang akan ditayangkan untuk masyarakat Eropa," jelasnya. (Aryudi A. Razaq/Zunus)