Nasional

Putusan MK Soal Anak Luar Nikah Munculkan Pemahaman Beragam

NU Online  ·  Kamis, 10 Mei 2012 | 11:29 WIB

Padang, NU Online
Lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 memunculkan berbagai pendapat tentang pengertian anak luar nikah. Hal ini dinilai dapat berimplikasi kepada konsep perkawinan dan pernikahan itu sendiri.<>

Untuk itu, perlu dirintis upaya harmonisasi aturan hukum tentang perkawinan di Indonesia sehingga dapat meminimalisir disparitas pemahaman aturan hukum di kalangan praktisi hukum.

Hal itu  terungkap pada acara diskusi yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Sumatera Barat, Rabu (9/5/2012) di aula PWNU Sumbar jalan Ciliwung No. 10 Padang. Tampil sebagai narasumber Rais Syuriyah PWNU Sumbar Prof DR Asasriwarni MH dengan moderator Sekretaris PW LBMNU Firdaus. Hadir Mustasyar NU Sumbar Drs Amiruddin, Ketua LBMNU Sumbar Prof DR Makmur Syarif yang juga Rektor IAIN Imam Bonjol Padang.

Menurut Asasriwarni, pengesahan atau itsbat nikah menurut peraturan perundang-undangan hanya dimungkinkan terhadap perkawinan yang memenuhi syarat syar’i baik pelaksanaannya sebelum maupun sesudah berlakunya undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

“Perkawinan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum adalah perkawinan yang sesuai peraturan syar’i dan peraturan tautsiqiy. Dalam upaya adanya pertanggungjawaban perkawinan  dimaksud, perkawinan yang sesuai dengan peraturan syari’i agar juga memenuhi syarat tautsiqiy, maka itsbat nikah merupakan hal yang mutlak demi tertibnya administrasi perkawinan di wilayah hukum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berimplikasi pada kepastian hukum terhadap status perkawinan, anak, dan harta perkawinan,” kata Asasriwarni.

Dikatakan Asasriwarni, Pengadilan Agama dengan itsbat nikah mempunyai andil dan kontribusi yang sangat besar dan penting dalam upaya memberikan rasa keadilan dan kepastian serta perlindungan hukum bagi masyarakat. Mereka yang selama ini tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) karena tidak mempunyai Buku Nikah, setelah  adanya penetapan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama mereka akan mudah mengurus KK dan Akta Kelahiran anak-anak mereka sehingga sudah tidak kesulitan untuk masuk sekolah. 

“Bahkan calon jamaah haji yang tidak mempunyai Buku Nikah sangat terbantu dengan itsbat nikah Pengadilan Agama untuk mengurus paspor,” kata Asasriwarni yang juga PR III IAIN Imam Bonjol Padang.

Amiruddin menambahkan, yang perlu diperhatikan tak hanya masalah itsbah nikah semata, tapi juga bagaimana kelanjutan dari proses nikah tersebut. Bagaimana dengan suami yang tidak bertanggungjawab kepada anak dan isterinya, tidak memenuhi nafkah anak/isteri? Siapa yang berwenang memberikan sanksi kepada suami tersebut. Sebaliknya, isteri yang durhaka kepada suami? Siapa pula yang berwenang memberikan sanksi. 

“Artinya, jika ada suami atau isteri yang tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang ada, siapa yang berwenang memberikan sanksi. Sehingga harus pula ada jaminan  suami dan isteri menjalankan tanggungjawab masing-masing. Jika ada pihak yang tidak menjalankan kewajibannya, maka diberikan sanksi hukum yang jelas pula,” tambah Amiruddin. 



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Bagindo Armaidi Tanjung