Nasional

Potret Keberagaman di Makam Sunan Gunung Jati

Ahad, 26 Januari 2020 | 05:00 WIB

Potret Keberagaman di Makam Sunan Gunung Jati

Rombongan Peace Train di Makam Sunan Gunung Jati Cirebon, Sabtu (25/1) (Foto: Nana Rohamna)

Cirebon, NU Online
Peace Train, salah satu kegiatan yang bertajuk toleransi dan perdamaian terus dijalankan di berbagai kota di Indonesia. Kali ini Cirebon, Jawa Barat menjadi tujuannya. Kota Udang ini menjadi kota yang kesepuluh sebagai tempat berlangsungnya kegiatan.
 
Selain mengunjungi rumah-rumah ibadah dan organisasi lintas iman, Peace Train, kegiatan yang bertajuk toleransi dan perdamaian ini juga mengunjungi makam Syeikh Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati.

Sunan Gunung Jati merupakan satu dari sembilan wali, yang akrab dikenal dengan sebutan Walisongo, dan menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Makam Syeikh Syarif Hidayatullah juga dikelilingi oleh makam-makam anak cucunya.
 
Sebagaimana makam para Walisongo yang lain, makam ini juga tidak pernah sepi pengunjung. "Mereka datang dari berbagai daerah di tanah air," ucap salah satu penjaga makam, Sabtu (25/1).

Jika biasanya makam wali dikunjungi oleh para Muslim, ulama, organisasi keislaman atau majlis taklim, kali ini makam Sunan Gunung Jati dikunjungi para peserta Peace Train yang terdiri dari berbagai keyakinan. Walaupun begitu, para peserta tetap disambut hangat dan juga ikut turut serta berdoa dengan khuyuk sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.
 
Belajar Kesetaraan Gender di Fahmina Institute
Sebelumnya, rombongan mengunjungi titik pertama di Cirebon, yakni Yayasan Fahmina. Husein Muhammad atau yang lebih akrab disapa Buya Husein selaku pendiri dan ketua yayasan turut menyampaikan materi kepada peserta, temanya seputar gender. Isu yang sudah lama ia geluti. 
 
Buya menjelaskan tentang bagaimana agama sebetulnya tidak membenarkan segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender. "Agama sangat memuliakan manusia. Hanya saja terkadang penafsirannya membuat wajah agama malah sebaliknya," tutur Buya Husein.​​​​​​​

Sementara itu, Ahmad Nurcholish, salah satu penggagas Peace Train menjelaskan bahwa acara ini bertujuan untuk menciptakan jembatan  dan ruang perjumpaan lintas kepercayaan, suku, budaya dan segala bentuk perbedaan yang ada pada diri setiap peserta. 

Peace Train menjadi media untuk berinteraksi dengan cara yang menyenangkan. Dengan jalan-jalan sebagaimana yang biasa disukai oleh kebanyakan anak muda. "Melalui acara ini,  diharapkan agar semua peserta bisa bersahabat dan bersama-sama merawat kebhinnekaan," katanya.

Salah seorang peserta dari Indonesia Conference of Religion and Peace (ICRP), Nia Syarifuddin, menceritakan bagaimana bermanfaatnya acara ini. Karena Peace Train mampu menjumpakan para peserta yang sangat berbeda-beda.
 
"Dari sini akan muncul figur-figur baru yang  senantiasa menjaga perdamaian dan keberagaman," tutupnya.
 
Peace Train diadakan oleh Indonesia Conference on Religion and Peace diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai komunitas.
 
 
Editor: Kendi Setiawan