Nasional

Portal Islam Tentukan Wajah Islam Indonesia ke Depan

NU Online  ·  Sabtu, 25 Maret 2017 | 07:01 WIB

Jakarta, NU Online
Pengguna internet di Indonesia termasuk tertinggi di dunia. Tapi portal-portal media Islam yang banyak beredar berkonten radikal. Sebab itu, perlu adanya konter narasi oleh portal-portal moderat.

Demikian disampaikan Direktur NU Online Savic Ali dalam Workshop Pencegahan Propaganda Radikal Terorisme di Dunia Maya di Jakarta, Kamis (23/3) Pagi.

Hasil penelitian Direktur NU Online Savic Ali atas portal-portal media Islam menyimpulkan sedikitnya dua puluh website Islam di Indonesia dengan trafik tertinggi.  Ia mengelompokkan menjadi empat kategori warna, yakni merah, kuning, abu-abu dan hijau. Pertama, kategori merah merupakan portal yang berbahaya, sering mengampanyekan kekerasan dan menolak Pancasila.

Sedangkan yang berwana kuning itu media yang kontra terorisme tapi sering menggunakan jihad. Kategori ini juga suka menyerang kelompok-kelompok di luar Islam. Warna abu-abu itu tidak membahayakan, hanya bersifat konservatif, seperti wahabi. Kategori berwarna hijau itu konten properdamaian dan Islam kebangsaan.

"Dari empat kategori warna itu yang pertama justru yang berwarna kuning. Selama tahun 2016 website yang moderat hanya bisa mencapai posisi kelima, yaitu NU Online. Ini tantangan masyarakat Indonesia ke depan," tegasnya.

Menurutnya, website Islam akan menentukan wajah Islam Indonesia ke depan. Sebab itu perlu konter narasi oleh website moderat seperti NU Online meskipun portal-portal keras ini sekarang sudah melunak dibanding tahun lalu. “Ini efek dari pemblokiran konten-konten radikal oleh Kominfo.”

"Tantangan kita jauh lebih besar. Karena kelompok radikal dan ekstrem masih mendominasi portal-portal keislaman di Indonesia. Kalau website didominasi oleh yang anti-Pancasila, maka bisa potensi berbahaya. Potensi radikalisme besar," jelasnya.

Ia menambahkan, mereka menanamkan pemikiran seolah-olah orang Islam dizalimi di tengah mayoritas masyarakat umat Islam. Selain itu, dicarikan fakta-fakta seolah mendukung hal itu. Misalnya, ada beberapa portal Islam yang sering memberitakan NU secara negatif.

"Media-media Islam sedang melakukan kontestasi pengaruh terutama media-media yang sentimen terhadap NU. Mereka menginginkan NU ditinggalkan masyarakat. Ini menjadi problem besar dalam dunia maya," tegasnya.

Pertemuan ini mendiskusikan perilaku netizen terhadap isu radikalisme dan intoleransi. Tampak hadir sebagai pembicara lainnya Drs Brigjen Pol Hamidin dan dari Komunitas Masyarakat Anti-Hoax Septiaji Eko Nugroho. (Suhendra/Alhafiz K)